Kekerasan Terus Terjadi meski Kabul-Taliban Telah Memulai Dialog
Tindakan kekerasan terus terjadi di Afghanistan. Korban militer dan sipil, termasuk anak-anak, berjatuhan. DK PBB mengecam keras terus terjadinya kekerasan di negara ini.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
KABUL, SENIN — Perdamaian belum sungguh-sungguh hadir di Afghanistan. Meskipun Taliban dan Pemerintah Afghanistan sepakat untuk memulai pembicaraan, kekerasan dan serangan mematikan masih terus terjadi di sejumlah wilayah di negeri itu. Serangan terhadap warga sipil, militer, dan polisi Afghanistan dinilai akan merusak kepercayaan salah satu pihak terhadap pihak lain. Ujungnya adalah terganggunya proses perdamaian yang kini terus diupayakan banyak pihak.
Kekerasan terbaru terjadi pada Rabu (1/4/2020) ketika sebuah bom meledak di pinggir jalan di wilayah selatan Afghanistan. Bom tersebut menewaskan delapan warga sipil, di antaranya adalah anak-anak.
Ini adalah serangan ketiga dalam empat hari terakhir yang terjadi di Afghanistan yang total menewaskan 19 orang warga Afghanistan. Pada Senin (30/3/2020), dua bom meledak di tempat terpisah, menewaskan 11 anggota militer dan polisi serta melukai beberapa warga sipil lain. Kementerian Pertahanan Afghanistan menuding kelompok Taliban berada di belakang serangan ini.
Juru bicara kepolisian di Provinsi Helmand, Zaman Hamdard, Rabu (1/4/2020), mengatakan, mayoritas korban tewas masih merupakan satu keluarga yang baru saja meninggalkan kawasan Greshk. Dua anggota keluarga lainnya selamat dan masih mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit terdekat.
Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) mengecam keras kekerasan- kekerasan itu, terutama karena sebagian besar korban adalah anak-anak. DK PBB menekankan pentingnya proses penghentian tindakan kekerasan dan untuk memastikan wilayah Afghanistan tidak digunakan oleh kelompok Al Qaeda atau kelompok teroris internasional lainnya untuk mengancam pihak atau negara lain. Dua proses tersebut adalah bagian dari proses perjalanan menuju perdamaian, seperti substansi isi nota kesepahaman damai Taliban dan Pemerintah Amerika Serikat.
Wakil Duta Besar Tetap Jerman di PBB Jurgen Schulz mengatakan, terus berlangsungnya tindakan kekerasan yang dilakukan kelompok Taliban terhadap Pemerintah Afghanistan bertentangan dengan kesepahaman antara Taliban dan Pemerintah AS. Kekerasan demi kekerasan yang terjadi menurut dia malah meruntuhkan kepercayaan satu pihak terhadap lainnya, terutama dalam proses perdamaian yang sedang berjalan.
”Ketika virus korona jenis baru sudah menyebar di Afghanistan dan kita belum tahu seberapa besar dampaknya terhadap negara ini, penghentian segala bentuk kekerasan merupakan sebuah hal yang lebih penting saat ini,” kata Schulz.
Dialog
Setelah sempat menolak berdialog dengan tim negosiasi bentukan Presiden Afghanistan Ashraf Ghani, Selasa (31/3/2020), kelompok Taliban mengirimkan tiga orang anggota tim teknisnya untuk membicarakan proses pembebasan anggota mereka yang ditahan di berbagai fasilitas milik pemerintah. Pembebasan anggota Taliban yang ditahan merupakan bagian dari nota kesepahaman damai Taliban-Pemerintah AS. Pemerintah Afghanistan pun telah sepakat dengan klausul tersebut.
Dikutip dari kantor berita Al Jazeera, juru bicara kelompok Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan, tiga anggota tim teknis tersebut akan berunding dengan Pemerintah Afghanistan tentang teknis pembebasan anggota mereka. Tiga anggota tim tersebut juga akan mulai mengidentifikasi para tahanan selama mereka berada di Kabul.
Semula, Taliban akan mengirimkan 10 orang anggota tim teknisnya untuk memulai pembicaraan teknis mengenai pembebasan anggota mereka, di bawah pengawasan Federasi Palang Merah Internasional (ICRC). Namun, pandemi Covid-19 yang juga mulai melanda Afghanistan membuat mereka akhirnya mengutus tiga orang anggota tim teknis untuk melakukan identifikasi hingga penyediaan transportasi selama proses pembebasan anggota kelompok tersebut.
Mulai terjadinya dialog antara Taliban dan Pemerintah Afghanistan memberikan harapan tentang keberlanjutan proses perdamaian di negara tersebut. keberlanjutan pembicaraan intra-Afghanistan sempat menggantung setelah tidak ada kesepakatan antara Ashraf Ghani dan rivalnya, Abdullah Abdullah, tentang komposisi anggota tim negosiasi yang akan mewakili Pemerintah Afghanistan. Ketidaksepakatan ini sendiri dipicu penolakan Abdullah Abdullah atas hasil pemilihan presiden yang dimenangi Ghani.
Rivalitas kedua orang ini berakibat pada berkurangnya bantuan Pemerintah AS terhadap Afghanistan senilai 1 miliar dollar AS mulai 2020 ini.
Upaya menuju perundingan antara Taliban dan Pemerintah Afghanistan juga sempat menggantung setelah kelompok ini menolak komposisi tim negosiasi yang disusun oleh Ghani. Menurut Taliban, komposisi tim negosiasi yang berisikan 21 orang perwakilan dari berbagai kelompok, termasuk kelompok perempuan, dianggap tidak mewakili suara rakyat Afghanistan secara keseluruhan. (AP)