Mengapa Negara Sekuat AS Pun Terseok-seok Menghadapi Wabah Covid-19?
Langkah AS menghadapi pandemi Covid-19 memberikan pelajaran soal bagaimana tidak tersedianya sistem kesehatan yang tangguh dan kepemimpinan yang tidak bertindak cepat menjadi penentu hidup matinya warga.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·4 menit baca
AP PHOTO/JOHN MINCHILLO
Petugas darurat medis, dengan mengenakan masker pelindung guna mencegah penularan wabah Covid-19 membawa seorang pasien ke ruang gawat darurat Rumah Sakit Pusat Brooklyn di Brooklyn, New York, AS, Minggu (29/3/2020).
Kamis, 26 Maret 2020, merupakan momen pembuktian dari para ahli di sekeliling Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Pada hari itu, kasus Covid-19 di AS lebih dari 82.000, melebihi China, tempat awal pandemi. Hari itu juga kasus Covid-19 di AS bertambah 15.000 hanya dalam sehari!
Fakta ini sangat mengejutkan. Bagaimana itu bisa terjadi di negara adidaya yang dinilai paling siap menghadapi wabah. Sistem pelayanan kesehatan di AS kini terlihat semakin terseok-seok. Senin (30/3/2020), kasus Covid-19 di AS hampir 145.000 dengan kasus meninggal nyaris 2.500 orang.
Andai saja Trump tetap bersikukuh akan menghentikan kebijakan agar warganya tinggal di rumah untuk mengurangi penyebaran Covid-19 dengan mulai membuka sebagian wilayah di AS pada saat Paskah, 10-13 April 2020, AS akan gagal menghentikan wabah ini dan jutaan orang bakal tertular.
Berdasarkan pemodelan yang dilakukan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) University of Washington, AS akan mengalami kekurangan ventilator dan ruang perawatan intensif bagi pasien Covid-19 paling cepat pada minggu kedua April. Angka kematian juga diperkirakan tetap tinggi hingga Juli, yakni sekitar 81.000, meski warga mematuhi kebijakan jaga jarak sosial atau jaga jarak fisik.
REUTERS/CARLOS BARRIA
Warga di Pantai Miami, Florida, AS, menerapkan kebijakan jaga jarak saat menggunakan jalur penyeberangan, Jumat (20/03/2020), untuk menekan penyebaran pandemi virus korona (Covid-19).
”Perkiraan pandemi ini akan berubah jadi lebih buruk jika masyarakat tidak mematuhi jaga jarak fisik dan sosial serta upaya pencegahan lainnya. Kami mendorong semua orang patuh pada setiap kebijakan pencegahan untuk menyelamatkan nyawa,” kata Christopher Murray, Direktur IHME, di laman resmi IHME, healthdata.org.
Semula, Trump mengumumkan bahwa dirinya akan mulai menggerakkan kembali roda ekonomi pada Paskah nanti menyusul selesainya kebijakan jaga jarak sosial dan fisik, Senin, 30 Maret 2020, kemarin. Namun, setelah mengetahui bahwa Covid-19 berpotensi merenggut korban hingga 100.000 jiwa dalam dua pekan ke depan, akhirnya Trump memperpanjang instruksi jaga jarak fisik dan sosial hingga 30 hari ke depan.
Trump menyebutkan, sejumlah analisis menunjukkan, hingga 2 juta jiwa bisa tewas jika perintah jaga jarak tidak dipatuhi. Jika perintah itu dipatuhi, perkiraan korban tewas akibat SARS-CoV-2 di AS bisa ditekan di bawah 100.000 orang. ”Jumlah yang mengerikan,” ujarnya.
Presiden AS Donald Trump dan Wakil Presiden Mike Pence ambil bagian dalam briefing Satuan Gugus Tugas Virus Korona di Gedung Putih di Washington DC, AS, Minggu (29/3/2020).
Sebenarnya, sejak lama para ahli di AS telah memberikan peringatan bahwa AS bisa terdampak begitu besar oleh Covid-19. Namun, serangkaian kegagalan dan kelambatan pengambilan keputusan justru telah menyia-nyiakan waktu dua bulan yang tersedia setelah Covid-19 dilaporkan China pertama kali pada 30 Desember 2019.
Sejak lama para ahli di AS telah memberikan peringatan bahwa AS bisa terdampak begitu besar oleh Covid-19. Namun, serangkaian kegagalan dan kelambatan pengambilan keputusan justru telah menyia-nyiakan waktu dua bulan yang tersedia.
Ketika Kota Wuhan di Provinsi Hubei, China bagian tengah, menghadapi wabah Covid-19 dan kasusnya bergerak mendekati 1.000 kasus, Pemerintah China mengambil langkah drastis dengan menutup Wuhan dan secara perlahan juga wilayah Hubei pada 23 Januari 2020. Ini tidak terjadi di AS.
Begitu juga ketika Korea Selatan menyiapkan industri farmasinya untuk membuat alat tes cepat ketika kasus Covid-19 di sana baru empat kasus pada akhir Januari. AS, yang memiliki kasus pertama Covid-19 bersamaan dengan Korea Selatan, tidak melakukan hal itu.
REUTERS/MIKE SEGAR
Kapal USNS Comfort melewati perairan dekat Patung Liberty saat memasuki New York Harbor di tengah wabah Covid-19 yang melanda AS di New York City, AS, Senin (30/3/2020).
Menurut para ahli kesehatan masyarakat, pemerintahan Trump terlalu kaku dalam menerapkan aturan. Alih-alih mendorong industri farmasinya mengembangkan alat tes, seperti Korea Selatan, AS mengandalkan alat tes yang dibuat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC). Belakangan beberapa dari alat itu justru keliru. Para pakar kesehatan di AS pun buta akan situasi wabah yang sebenarnya terjadi.
Persoalan pun muncul dari sikap Badan Pengawas Obat dan Makanan AS (FDA) yang hanya menyetujui alat tes buatan CDC. Sampai akhirnya 29 Februari 2020, barulah FDA mau menyetujui alat tes buatan perusahaan swasta.
Tanggung jawab Trump
Lebih jauh lagi, sebenarnya Trump memikul tanggung jawab atas kegagalan merespons Covid-19. Menurut Jeffrey Sachs, Direktur Pusat Pembangunan Berkelanjutan di Columbia University, kepada CNN, Jumat (27/3/2020), sejak berkuasa, Trump secara sistematis mempreteli sistem kesehatan masyarakat AS.
REUTERS/JEENAH MOON
Warga menunggu giliran tes penyakit Covid-19 di luar Elmhurst Hospital Center di Queens, New York City, AS, Senin (30/3/2020).
Unit pandemi di Dewan Keamanan Nasional, misalnya, dibubarkan pada tahun 2018. Tim pengendalian epidemi Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) di 39 negara, termasuk di China, juga dipangkas. Ketika wabah Covid-19 melanda negaranya, Trump mengabaikannya, meremehkannya, dan membuat klaim palsu berulang-ulang, seperti saat menyampaikan soal penggunaan klorokuin untuk terapi Covid-19.
Sistem pelayanan kesehatan di AS pun, tambah Jeffrey, lebih ramah terhadap mereka yang mampu. Sementara sistem kesehatan masyarakat yang mengedepankan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit tidak dibangun kuat.
AFP/TIMOTIUS A CLARY
Pasukan Garda Nasional memberikan makanan kepada penduduk di Westchester Community Opportunity Program, Inc. di New Rochelle, New York pada 12 Maret 2020.
Di New York, Covid-19 menghantam lingkungan warga miskin. Tingkat infeksi yang tinggi terjadi di wilayah-wilayah dengan populasi yang padat dan mayoritas tidak berbahasa ibu bahasa Inggris. Jika sistem kesehatan masyarakat bekerja dengan baik, seharusnya tes yang masif, pelacakan kasus, dan perawatan pasien positif bisa dikerjakan tanpa hambatan.
Langkah AS menghadapi pandemi Covid-19 memberikan pelajaran soal bagaimana tidak tersedianya sistem kesehatan yang tangguh dan kepemimpinan yang tidak bertindak cepat menjadi penentu hidup matinya warga. (REUTERS/AP)