Nama Italia ternyata muncul dalam sejarah perang kemerdekaan Indonesia.
Oleh
Iwan Santosa
·3 menit baca
Dalam satu bulan terakhir, nama Italia mencuat karena penyakit Covid-19 dan besarnya korban jiwa yang terjadi. Nama Italia ternyata juga muncul dalam sejarah perang kemerdekaan Indonesia.
Semasa perang kemerdekaan Indonesia, di sektor barat Jakarta, tepatnya di Lengkong, Serpong, sekarang wilayah Tangerang Selatan, para pemuda pejuang Indonesia bertempur melawan pasukan Jepang menggunakan senapan-senapan buatan Italia. Mereka adalah anggota Resimen Tangerang dan Batalyon Djakarta Raja yang menghimpun para pemuda anggota Akademi Militer Tangerang.
Beberapa pemuda gugur dalam pertempuran tanggal 25 Januari 1946 tersebut, antara lain Mayor Daniel Elias Mogot alias Daan Mogot, Letnan Satu Soebianto Djojohadikusumo, dan Taruna Sujono. Menurut sejarawan Daradjadi Gondodiprojo, Soebianto Djojohadikusumo adalah paman dari Menteri Pertahanan Prabowo Soebijanto.
”Mereka terlibat pertempuran merebut senjata Jepang di Lengkong, Serpong,” kata Daradjadi dalam satu kesempatan. Ketika itu, sekitar lokasi pertempuran merupakan perkebunan karet.
Saat ini, di lokasi pertempuran tersebut terdapat monumen Peristiwa Lengkong di kompleks Bumi Serpong Damai (BSD), di dekat Boulevard Utara BSD. Monumen lain yang memperingati perjuangan rakyat Serpong semasa itu terdapat di pertigaan Serpong dekat Kelenteng Boen Hai Bio, di tepi Kali Cisadane, dekat Jalan Cisauk Lapan.
Nama Daan Mogot diabadikan menjadi jalan yang menghubungkan Jakarta dan Tangerang. Sementara nama Kapten Soebianto Djojohadikusumo diabadikan sebagai nama jalan di dekat Teras Kota, BSD.
Dibawa tentara Australia
Senapan-senapan Italia tersebut sampai di Jawa, dalam tulisan Robert Cribb di buku Gangsters and Revolutionaries: The Jakarta People’s Militia and the Indonesian Revolution1945-1949, dibawa oleh tentara Australia (Australian Imperial Forces/AIF) yang menghadapi Jepang di awal Perang Pasifik.
Cribb mencatat, semula senapan tersebut dirampas oleh tentara Australia dalam pertempuran di Afrika Utara, di antara Libya dan Mesir. Geoffrey Regan dalam buku Great Military Blunders mencatat, pada tahap awal pertempuran di Afrika Utara, pihak Inggris (termasuk Australia) menangkap 150.000 serdadu Italia berikut 400 tank, termasuk berbagai perlengkapan militer, seperti senapan.
Selanjutnya, tentara Australia, dalam buku War Diaries of Weary Dunlop:Java and the Burma-Thailand Railway1942-1945, disebutkan berangkat meninggalkan Terusan Suez akhir Januari 1942 menuju Asia Tenggara. Pasukan tersebut tiba di Oost Haven (kini Bandar Lampung) tanggal 15 Februari 1942.
Namun, mereka segera dipindah ke Jawa untuk mempertahankan Pulau Jawa dari serbuan Jepang. Mereka sempat bertempur di Leuwiliang pada Maret 1942. Ketika pemerintah militer Hindia Belanda menyerah tanggal 9 Maret 1942, senjata-senjata, termasuk senapan Italia yang dibawa pasukan Australia itu, dirampas oleh pasukan pendudukan Jepang. Menurut Robert Cribb, senapan-senapan tersebut sempat digunakan untuk pertahanan kota Batavia sebelum Jepang mendarat.
Pada masa awal perang kemerdekaan Indonesia pascaproklamasi 17 Agustus 1945, senapan-senapan Italia tersebut kehabisan amunisi standar. Cribb menulis, untuk menyiasati, amunisi-amunisi yang digunakan harus dilapis kain agar dapat dimuat dalam laras senapan Italia yang digunakan para pejuang Indonesia saat melawan Jepang.
”Sering terjadi peluru macet atau peluru meletus di laras,” kata Robert Cribb.
Selain senapan Italia, semasa pendudukan Jepang, sebuah kapal perang Italia, Luigi Torelli, diketahui beroperasi di perairan Asia Tenggara dan sering sandar di Pelabuhan Tanjung Priok. Cerita senapan dan kapal perang Italia tersebut adalah bagian dari petite histoire atau sejarah kecil Indonesia dan Italia yang terlupakan.