Inilah Bagaimana Amerika Tertinggal dari Korea Selatan dalam Menangani Covid-19
Meski maju dalam teknologi kesehatan, Amerika Serikat tidak bisa menyamai keberhasilan Korea Selatan dalam menangani kasus Covid-19. Korea Selatan lebih berani mengambil keputusan dalam kondisi darurat.
Oleh
Adhitya Ramadhan
·5 menit baca
REUTERS/KIM KYUNG-HOON/FILE PHOTO
Dalam arsip foto ini terlihat staf medis yang bertugas memeriksa kondisi kesehatan warga di kios-kios yang didirikan Pemerintah Korea Selatan di 50 titik. Warga bisa dengan cepat mengecek hanya dengan sistem drive-through. Salah satu kios dibuka di Pusat Medis Yeungnam University di Daegu, Korea Selatan.
Akhir Januari 2020, pejabat kesehatan Korea Selatan memanggil perwakilan lebih dari 20 industri kesehatan dari libur Tahun Baru Imlek mereka. Pemerintah Korea Selatan mengumpulkan mereka dalam sebuah ruangan yang terselip di sebuah stasiun kereta di Seoul untuk rapat darurat mengantisipasi wabah Covid-19.
Salah satu pejabat tinggi kesehatan di Korea Selatan menyampaikan pesan penting: Korea Selatan membutuhkan alat tes yang efektif untuk mendeteksi penyakit akibat virus korona baru. Pejabat itu berjanji akan segera menyetujui.
Meski saat itu baru ada empat kasus Covid-19 di Korea Selatan, ”Kami sangat gelisah. Kami yakin ini bisa berkembang menjadi pandemi,” ujar salah seorang peserta rapat, Lee Sang-won, pakar penyakit menular di Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korea Selatan. ”Kami bekerja layaknya tentara,” ujarnya.
”Mereka diberi tahu bahwa otorisasi darurat akan diberlakukan, jadi cepat kembangkan alat tes,” kata Lee Hyukmin, Ketua Gugus Tugas Penanganan Virus Korona Baru dari Korean Society for Laboratory Medicine.
AFP/JUNG YEON-JE
Seorang anggota tim pendukung militer Korea Selatan memeriksa suhu tubuh seorang penumpang di pintu keberangkatan di Bandara Internasional Incheon, Seoul, Selasa 17 Maret 2020.
Seminggu setelah pertemuan 27 Januari itu, tepatnya 4 Februari, Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Korea Selatan menyetujui alat diagnosis dari satu perusahaan. Alat tes itu merupakan buatan perusahaan Kogene Biotech Co Ltd.
Alat tes dari perusahaan lain kemudian menyusul. Hingga akhir Februari 2020, Korea Selatan menjadi berita utama dunia karena memiliki pusat penapisan drive-through dan kemampuannya melakukan ribuan tes dalam sehari.
”Pemerintah bertindak cepat,” kata Myoah Baek, Direktur Eksekutif Kogene. Otoritas kesehatan Korea Selatan ”membuka informasi metode pembuatan alat tes sehingga produsen bisa mempercepat produksi”.
Tujuh pekan sejak rapat di stasiun kereta itu, Korea Selatan telah melakukan tes terhadap 290.000 orang dan berhasil mengidentifikasi lebih dari 8.000 orang. Kasus baru harian pun turun dari 909 kasus pada dua minggu lalu menjadi 93 kasus seperti dilaporkan pada Rabu (18/3/2020).
REUTERS/YONHAP
Petugas menyemprotkan disinfektan di garasi bus di Gwangju, Korea Selatan, Selasa (3/3/2020).
Kontras
Tindakan cepat Korea Selatan itu sangat kontras dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat. AS yang melaporkan kasus pertamanya di hari yang sama dengan Korea Selatan baru melakukan tes sebanyak 60.000. Tes itu dilakukan oleh laboratorium milik pemerintah dan swasta.
Alhasil, para pejabat AS tidak mengetahui pasti berapa warga AS yang sudah terinfeksi dan di mana mereka tertular yang justru informasi ini krusial dalam upaya menekan penyebaran kasus Covid-19.
GETTY IMAGES/AFP/JOHN MOORE
Sejumlah petugas dengan mengenakan pakaian pelindung untuk melindungi mereka dari virus korona bersiap memasuki Life Care Center di Kirkland, Washington, pada 12 Maret 2020.
”Ini membuat saya seperti hidup dalam lelucon,” kata Ritu Thamman, seorang kardiolog dari University of Pittsburgh School of Medicine. Pegawai rumah sakit yang berpotensi terpapar Covid-19 pun tidak menjalani tes. ”Kita adalah negara kaya, tetapi tidak mempunyai alat tes seperti ini?” tanya Ritu.
Berdasarkan proyeksi pakar penyakit menular dari University of Nebraska Medical Center, James Lawler, yang disiapkan untuk disampaikan pada Asosiasi Rumah Sakit Amerika, dengan 7.000 kasus positif saat ini, diperkirakan Covid-19 bisa menjangkiti 96 juta warga AS dan menyebabkan kematian hingga 480.000 jiwa dalam sebulan ke depan.
”Kamu tidak bisa melawan apa yang tidak bisa kamu lihat,” ujar Roger Klein, mantan Direktur Laboratorium Media di Cleveland Clinic sekaligus mantan penasihat laboratorium klinis untuk Departemen Kesehatan dan Pelayanan Warga AS.
Ketertinggalan AS dari Korea Selatan, menurut para pakar penyakit menular, klinisi, dan para pejabat federal maupun negara bagian, adalah cerita dari banyak kontradiksi di antara sistem kesehatan masyarakat kedua negara: birokrasi yang macet versus birokrasi yang ramping, kepemimpinan yang hati-hati versus kepemimpinan yang berani, dan kepatuhan pada protokol versus keterdesakan.
Banyak pakar kedokteran memperkirakan tes Covid-19 yang terlambat dan kacau di AS akan mengorbankan nyawa, termasuk nyawa dokter dan tenaga kesehatan lain. Kini sudah ada lebih dari 100 orang meninggal dan ketakutan akan penyebaran yang cepat berujung pada pembatasan interaksi sosial, mengganggu perekonomian AS, operasional sekolah, rumah sakit, juga aktivitas keseharian.
Hambatan
Menurut para pejabat kesehatan AS, pemerintahan Presiden Donald Trump terhambat oleh aturan pemerintah. Alih-alih mengerahkan industri swasta untuk mengembangkan alat tes seperti yang dilakukan oleh Korea Selatan, pejabat kesehatan AS mengandalkan alat tes dari Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (CDC) AS, yang sebagian di antaranya terbukti keliru.
Kemudian dengan berpegang teguh pada prosedur pemeriksaan yang memakan waktu, Badan Pengawasan Makanan dan Obat-obatan (FDA) AS tidak menyetujui alat tes selain keluaran CDC. Setelah lima minggu diskusi dengan laboratorium swasta, tepatnya 29 Februari, FDA mulai menyetujui alat tes selain yang dikembangkan CDC.
Sementara CDC sendiri, di tengah keterbatasan alat uji, selama berminggu-minggu mempersempit kriteria pemeriksaan hanya pada mereka yang baru saja bepergian ke China atau pusat penyebaran lainnya atau memiliki kontak dengan orang yang positif. Hasilnya, pemerintah federal gagal menapis warga AS yang terinfeksi dan kehilangan peluang untuk mengendalikan Covid-19 agar tidak menyebar luas.
Adapun Korea Selatan justru berani mengambil risiko dengan memakai alat tes yang ada sambil mengevaluasi efektivitasnya untuk kemudian diperbaiki. Sebaliknya, FDA AS ingin memastikan bahwa alat tes yang dipakai benar-benar akurat sebelum dipakai oleh jutaan warga AS.
DOUG MILLS/POOL/AFP
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan stimulus bernilai total 250 miliar dollar AS untuk menanggulangi dampak Covid-19.
Dibombardir kritik soal penanganan Covid-19 di tengah kampanye politiknya, Jumat lalu Presiden Trump berjanji untuk meningkatkan produksi alat tes bekerja sama dengan perusahaan swasta. Trump juga menjanjikan alat tes tersedia di lebih banyak rumah sakit dan toko-toko di gedung parkir.
Pekan ini, FDA menyatakan, sedikitnya 35 universitas dan laboratorium swasta mulai mengembangkan alat tes. Namun, butuh waktu berminggu-minggu agar alat tes itu tersedia di masyarakat.
”Kita tidak siap melakukan tes pada semua orang seperti yang dilakukan di negara lain,” kata Anthony Fauci, Direktur Institut Alergi dan Penyakit Infeksi Nasional, kepada DPR AS, pekan lalu. ”Ini kegagalan. Kita harus akui.” (REUTERS)