Harga Minyak Mendekati 20 Dollar AS Per Barel, Terendah dalam 18 Tahun
Harga minyak kembali jatuh ke level terendahnya dalam kurun waktu 18 tahun terakhir, mendekati level 20 dollar AS per barel. Kejatuhan itu bisa berlanjut sewaktu-waktu di tengah upaya dunia menghadapi wabah Covid-19.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
NEW YORK, RABU — Harga minyak kembali jatuh pada Rabu (19/3/2020) ke level terendahnya dalam kurun waktu 18 tahun terakhir, mendekati level 20 dollar AS per barel. Meski mencoba rebound seiring terbitnya langkah Bank Sentral Eropa (ECB) dalam penanggulangan wabah Covid-19 pada Kamis pagi waktu Indonesia, kejatuhan harga minyak masih membayangi dan dapat kembali terjadi sewaktu-waktu.
Lembaga Goldman Sachs memperkirakan permintaan minyak secara global dapat turun sebanyak 8-9 juta barel per hari (bph) pada akhir Maret ini. Hal ini merupakan pengaruh langsung dari langkah-langkah yang diambil negara-negara dalam menghadapi pandemi Covid-19. Sejumlah pemerintah mempercepat langkahnya menutup atau mengisolasi wilayah-wilayahnya, mengakibatkan turunnya permintaan minyak secara global.
Di pasar keuangan, investor secara luas juga terlihat meninggalkan aset-aset yang dinilai tengah berisiko saat-saat ini. Bursa saham Wall Street kembali terempas setelah mengalami kenaikan teknikal pascaperdagangan awal pekan. Perdagangan saham kembali sempat dihentikan sementara karena Indeks S&P500 jeblok melewati 7 persen.
Adapun perdagangan secara langsung di Bursa Efek New York (NYSE) juga dilaporkan akan dipindahkan secara daring (online) sepenuhnya pada pekan depan. Ini setelah dua karyawan sekuritas yang bertugas di NYSE diduga terinfeksi Covid-19.
Pada Kamis dini hari waktu Indonesia, minyak mentah AS, WTI, turun 5,47 dollar AS atau 20 persen ke level 21,48 dollar AS per barel. Harga itu adalah harga terendah WTI sejak Februari 2002.
Adapun harga minyak mentah Brent turun 3,47 dollar AS atau 12 persen ke level 25,25 dollar AS per barel. Minyak Brent sempat turun ke level 24,72 dollar AS per barel, level terendahnya sejak 2003. Minyak WTI pada Kamis pagi pukul 08.00 naik 17 persen ke level 24 dollar AS per barel, sementara minyak Brent naik 8,5 persen ke level 27 dollar AS per barel.
”Pasar sedang menurun. Ia sedang berusaha mencari titik bawah dan sepertinya tidak dapat menemukannya,” kata Gene McGillian, Wakil Presiden Riset pada lembaga Tradition Energy di Stamford. ”Ada kekhawatiran keruntuhan ekonomi karena virus korona tipe baru itu secara global.”
Arab Saudi bergeming
Pasar minyak global sudah terjerembab setelah Arab Saudi bulan ini memutuskan secara dramatis meningkatkan pasokannya. Langkah itu diambil karena Rusia tidak dapat sepakat untuk memangkas produksi di tengah anjloknya permintaan global.
Arab Saudi sejauh ini mengabaikan permohonan untuk bertindak menyeimbangkan pasar. Riyadh mengulangi rencana untuk mempertahankan produksi lebih dari 12 juta bph. Jika itu terealisasi, hal itu akan menjadi rekor produksi Saudi.
Segala sesuatunya berubah dengan sangat cepat. Kita mengalami satu peristiwa ekstrem yang bertabrakan dengan yang lain.
”Segala sesuatunya berubah dengan sangat cepat. Kita mengalami satu peristiwa ekstrem yang bertabrakan dengan yang lain,” kata John Saucer, Wakil Presiden Riset pada lembaga Mobius Risk Group yang berbasis di Houston.
Minyak mentah berjangka AS turun, bahkan, setelah data mingguan AS menunjukkan penurunan yang signifikan dalam persediaan bensin dan solar. Stok minyak mentah naik 2 juta barel, sementara persediaan bensin dan sulingan turun masing-masing 6,2 juta dan 2,9 juta barel.
Lembaga Goldman Sachs menganalisis kedua tolok ukur minyak mentah berada di jalur untuk penurunan kuartalan sekitar 60 persen, penurunan paling tajam sejak setidaknya tahun 1980-an. Goldman memperkirakan penurunan harga minyak Brent ke level 20 dollar AS per barel pada triwulan kedua. Rystad Energy memproyeksikan penurunan permintaan tahun ke tahun sebesar 2,8 juta bph atau 2,8 persen sepanjang tahun ini.
Sejumlah analis mencatat bahwa penurunan tajam harga minyak mentah AS dibandingkan dengan minyak patokan internasional—minyak Brent—mencerminkan prospek yang semakin mengerikan di pasar fisik. Para pelaku pasar percaya bahwa peningkatan aktivitas dari Arab Saudi akan membatasi ekspor dalam beberapa pekan mendatang. Mereka pun mengantisipasi pengisian penyimpanan dengan cepat serta kilang penyulingan yang akan menjadi pukulan bagai para produsen AS.
Terkait dengan situasi saat ini, Irak meminta pertemuan darurat antara anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen non-OPEC untuk membahas tindakan segera untuk mendukung pasar. Perang harga antara Arab Saudi dan Rusia telah meningkatkan tekanan pada pasar.
Kremlin mengatakan bahwa Rusia berharap harga minyak lebih tinggi. Kementerian Energi Arab Saudi justru menyatakan telah mengarahkan perusahaan minyak nasional Aramco untuk terus memasok minyak mentah pada rekor tertinggi 12,3 juta bph selama beberapa bulan mendatang.
”Melihat Arab Saudi dan Rusia terlibat dalam pertempuran sengit untuk pangsa pasar, sulit untuk melihat resolusi cepat pada bagian depan ini,” kata lembaga ING tentang permintaan Irak.
Biro perdagangan Jepang mengatakan, impor minyak mentah ke negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu pada Februari turun 9 persen dari tahun sebelumnya. Selain menerapkan pembatasan sosial yang belum pernah terjadi sejak Perang Dunia II, negara-negara terkaya di dunia bersiap mengeluarkan triliunan dollar AS dalam bentuk pengeluaran untuk mengurangi dampak dari Covid-19. (AP/REUTERS)