Yala merupakan salah satu provinsi yang rawan gerakan separatis. Sejak 2004, sedikitnya 7.000 orang tewas karena aneka serangan pemberontak dan baku tembak antar pasukan pemerintah dan pemberontak di sana.
Oleh
kris mada
·2 menit baca
BANGKOK, SELASA — Bom kembali meledak di Thailand selatan pada Selasa (17/3/2020). Sedikitnya 25 orang cedera dalam insiden itu. Bom tersebut meledak di depan Pusat Pengelolaan Provinsi-provinsi Selatan (SBPAC) di Distrik Muang, Provinsi Yala. Aparat sipil dan militer serta sejumlah warga menjadi korban akibat dua ledakan itu. Juru bicara SPBAC, Kolonel Pramote Prom-in, mengatakan, tidak ada yang cedera serius dalam insiden tersebut.
Rekaman kamera pemantau menunjukkan satu truk yang dimuati besi batangan diparkir di depan SPBAC. Tidak lama kemudian, pengemudinya menaiki sepeda motor yang datang selepas truk diparkir. Sebelum naik sepeda motor, pengemudi truk meletakkan suatu benda di jalanan.
Belakangan, diketahui benda itu adalah bom yang meledak sekitar pukul 10.30. Setelah ledakan pertama, sejumlah aparat sipil dan militer mendatangi lokasi untuk memeriksa keadaan. Saat mereka datang dan memeriksa itulah, truk meledak. Kepolisian setempat menyebut bom pertama sebagai pancingan agar orang mendekat. Dengan demikian, korban akibat ledakan bisa lebih besar.
Sekretaris Jenderal SPBAC Somkiart Pholprayoon ada di kantor kala ledakan terjadi. Selepas ledakan pertama, ia memerintahkan agar hanya sedikit orang mendekati dan memeriksa lokasi. Andai saja perintah itu tak diberikan, korban mungkin bisa lebih banyak lagi.
SPBAC merupakan lembaga yang mengoordinasikan kebijakan pemerintah di provinsi-provinsi di bagian selatan Thailand. Pada Selasa pagi, kantor SPBAC menjadi lokasi rapat membahas penanggulangan dampak wabah Covid-19. Perwakilan dari pemerintah sejumlah provinsi, tokoh masyarakat, dan pemerintah pusat hadir pada rapat itu.
Yala merupakan salah satu provinsi yang rawan gerakan separatis. Sejak 2004, sedikitnya 7.000 orang tewas akibat aneka serangan pemberontak dan baku tembak antara pasukan pemerintah dan pemberontak di sana.
Pada November 2019, sebanyak 15 aparat di Yala tewas oleh serangan pemberontak. Milisi pemberontak biasanya menggunakan pistol dan senapan ringan, termasuk dalam serangan November lalu. Serangan itu menjadi salah satu insiden dengan korban terbanyak di sana.
Malaysia telah lama mencoba menjadi penengah antara pemberontak dan pemerintah di Thailand. Pada Januari lalu, ada indikasi kemajuan pembicaraan tersebut. Barisan Revolusi Nasional Pattani (BRN), kelompok separatis utama di sana, bertemu dengan perwakilan pemerintah untuk pertama kali.
Serangan pada Selasa pagi diduga dilancarkan BRN. ”Meski pimpinan BRN setuju ada faksi yang berdialog dengan pemerintah, adalah kesalahan jika menganggap kekerasan di sana akan terhenti,” kata Don Pathan, pengamat keamanan Thailand. (AP)