LONDON, SENIN— Industri penerbangan dunia terpukul keras setelah banyak negara melakukan pembatasan penerbangan hingga penutupan bandara untuk menghindari merebaknya virus SARS-CoV-2 di wilayah masing-masing. Sejumlah perusahaan penerbangan mulai melakukan penghentian penerbangan hingga meminta para pegawainya untuk mengambil cuti tanpa digaji.
”Sudah pasti, virus korona menjadi penyebab krisis terbesar dalam sejarah dunia penerbangan,” kata CEO Finnair Tpi Manner dikutip kantor berita Reuters, Senin (16/3/2020). Pada saat yang sama, Finnair mengumumkan pengurangan kapasitas penerbangan mereka hingga 90 persen.
Prospek industri penerbangan global semakin suram setelah berturut-turut Italia, Amerika Serikat, dan Spanyol mengumumkan pembatasan penerbangan dari dan menuju Eropa, terutama Inggris dan Irlandia. Sementara Australia dan Selandia Baru mengharuskan seluruh penumpang untuk mengarantina diri sendiri secara mandiri untuk meminimalkan penyebaran Covid-19.
IAG, induk beberapa perusahaan penerbangan dunia, seperti British Airways, Iberia dan Vueling, berencana untuk mengurangi kapasitas daya angkut penumpangnya setidaknya hingga 75 persen. IAG juga menunda pensiun CEO mereka, Willie Walsh, dan memintanya membantu perusahaan melewati masa krisis kali ini.
Selain menurunkan daya angkut penumpang, IAG juga berencana untuk mengurangi biaya operasional, mengurangi jam kerja, hingga menunda pembaruan kontrak karyawannya.
Perusahaan penerbangan Norwegia, Norwegia Air, menyatakan, guna mengurangi kemungkinan kerugian, untuk sementara merumahkan 90 persen karyawannya, termasuk pilot, kru kabin, dan staf administrasi. Sementara Skandinavian Airline (SAS) menyatakan untuk sementara akan merumahkan sekitar 10.000 pegawainya.
Maskapai Jerman, Lufthansa, menyatakan merumahkan 90 persen pesawat terbang jarak jauhnya hingga batas waktu yang tidak ditentukan. Sementara untuk kawasan Eropa, hanya 20 persen dari kemampuan pesawat angkutnya yang akan dioperasikan.
Dalam pernyataan bersama, tiga aliansi maskapai penerbangan, yaitu Oneworld, SkyTeam dan Star Alliance, meminta pemerintah untuk mulai memikirkan paket bantuan bagi industri penerbangan di negara masing-masing.
”Penerbangan Eropa menghadapi masa depan yang gelap. Dan adalah sebuah hal yang jelas bahwa dukungan pemerintah yang terkoordinasi akan diperlukan untuk memastikan industri bertahan,” ujar CEO EasyJet Johan Lundgren.
Analis lembaga penelitian Bernstein yang bermarkas di London, Daniel Roska, mengatakan, jika kondisi seperti ini terus terjadi enam hingga delapan pekan ke depan, industri penerbangan akan runtuh.
Maskapai penerbangan Britain Virgin Atlantic, yang berencana merumahkan sekitar 85 persen pesawat mereka, telah meminta Pemerintah Inggris untuk menyuntikkan dana darurat senilai 9,2 miliar dollar Amerika Serikat atau 8,3 miliar euro untuk menjaga agar maskapai tersebut bisa terus beroperasi.
Juru bicara Perdana Menteri Inggris memberikan sinyal bahwa pemerintah akan memberikan bantuan dana bagi industri yang terdampak Covid-19.
(AP/AFP/Reuters/MHD)