Raja Belanda Willem-Alexander tak hanya menyatakan penyesalan dan permintaan maaf atas kekerasan yang pernah dilakukan di masa lalu, tetapi juga mengembalikan keris Pangeran Diponegoro yang hilang ratusan tahun lalu.
Oleh
INA/MED
·3 menit baca
Kunjungan kenegaraan Raja Belanda Willem-Alexander dan Ratu Maxima pertama kali di Indonesia tak hanya menguatkan hubungan dan kerja sama kedua negara, tetapi juga menyejukkan hati bangsa Indonesia.
Raja Willem tak hanya menyatakan penyesalan dan permintaan maaf atas kekerasan yang pernah dilakukan di masa lalu, tetapi juga mengembalikan keris Pangeran Diponegoro yang hilang ratusan tahun lalu. Selama penyambutan dan kunjungan Raja Willem dan Ratu Maxima di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020), keris yang disebut Kiai Naga Siluman itu dipajang dalam kotak kaca di Ruang Teratai, Istana Bogor.
Setelah memberikan pernyataan pers bersama, Presiden Joko Widodo, Ibu Negara Nyonya Iriana Joko Widodo, serta Raja Willem-Alexander dan Ratu Maxima tak hanya menyaksikan keris tersebut, tetapi juga berfoto.
Bentuk dan warna keris Kiai Naga Siluman memiliki gandhik kepala naga mengenakan mahkota, sumping, dan juga kalung, serta badan naganya dibuat sedikit tersamar dan menghilang pada luk pertama menyatu dengan bilahnya.
Pemberian keris itu menjadi simbol dikembalikannya sekitar 1.500 artefak asli Indonesia yang sebelumnya banyak disimpan di Museum Delft, Belanda.
Itikad baik Belanda sebelumnya diawali dari kunjungan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte ke Istana Merdeka, Jakarta, pada 23 November 2016. Saat bertemu dengan Presiden Jokowi, Rutte juga memberikan kenang-kenangan sebuah keris yang disebutnya warisan bangsa Indonesia. Pemberian keris itu menjadi simbol dikembalikannya sekitar 1.500 artefak asli Indonesia yang sebelumnya banyak disimpan di Museum Delft, Belanda.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung dalam akun media sosialnya menyebutkan, keris Pangeran Diponegoro dipamerkan sepanjang kunjungan kenegaraan Raja Willem-Alexander di Istana Bogor. Selanjutnya, keris akan dibawa dan dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta.
Meski masih kontroversial, keris itu disebut-sebut pernah diberikan Pangeran Diponegoro saat ditangkap 28 Maret 1830 setelah Perang Jawa pada 1825-1830. Keris diberikan kepada utusan Jenderal Hendrik Merkus de Kock, Kolonel Jan-Baptist Cleerens. Oleh Cleerens, keris itu dihadiahkan kepada Raja Willem I pada 1831. Keris itu kemudian disimpan di Koninklijk Kabinet van Zeldzaamheden (KKZ) atau koleksi khusus kabinet Kerajaan Belanda.
Keris itu sebelumnya diserahkan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Ilmu Pengetahuan Belanda Ingrid van Engelshoven kepada Duta Besar RI untuk Belanda I Gusti Agung Wesaka Puja menjelang lawatan Raja dan Ratu Belanda ke Indonesia, Kamis (5/3/2020).
Penelitian lama
Setelah mendampingi Presiden Jokowi, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi mengatakan, proses penelitian terhadap keaslian keris tersebut cukup lama. Pemerintah bahkan mengirimkan beberapa ahli ke Belanda untuk membuktikan bahwa keris itu benar milik Diponegoro. ”Dengan datangnya tim dari Indonesia, sudah dikonfirmasikan keris tersebut adalah keris Diponegoro dan kemudian dikembalikan ke Indonesia,” ujar Retno.
Mengutip laporan majalah Historia, Peter Carey, sejarawan peneliti Pangeran Diponegoro, mengatakan, keris Kiai Naga Siluman merupakan satu dari sekian benda pusaka ternama peninggalan selama perlawanan di Perang Jawa yang disebut-sebut hilang. Namun, dia mengakui belum tahu secara pasti bagaimana keris itu dikabarkan dibawa negosiator ulung, Kolonel Jan-Baptist Cleerens, ke Belanda pada 1831.
Dalam Babad Diponegoro, Carey menjelaskan tak pernah ada catatan bahwa keris Pangeran Diponegoro dilucuti. Penyebutan keris Kiai Naga Siluman hanya tertera pada dua dokumen.
Dengan datangnya tim dari Indonesia, sudah dikonfirmasikan keris tersebut adalah keris Diponegoro dan kemudian dikembalikan ke Indonesia.
Dokumen pertama adalah surat Sentot Prawirodirjo, salah satu panglima perang Pangeran Diponegoro, tertanggal 27 Mei 1830, kepada perwira kavaleri Belanda, François Delatre. Dokumen kedua adalah keterangan pelukis Raden Saleh yang menyebut keris pada Januari 1831 atas permintaan Direktur KKZ, SRP van de Kasteele.
Ketua Departemen Sejarah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Sri Margana, seperti dikutip dari laporan BBC, Kamis lalu, menyebutkan ikut tergabung dengan tim yang menjemput dan memulangkan keris Kiai Naga Siluman. Sri menambahkan, keris Kiai Naga Siluman tidak lebih penting daripada keris Kiai Ageng Bondoyudo yang dikubur bersama jasad Pangeran Diponegoro di Makassar.