Saham Asia Turun Lagi Pascakerugian Terbesar ”Wall Street” sejak Krisis 2008
Di tengah kekhawatiran dan kekalutan pasar, para analis pembuat kebijakan diharapkan bereaksi secara agresif untuk mencegah krisis ekonomi di masa-masa ini.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, SELASA — Pasar saham di Asia tergelincir lagi pada awal perdagangan, Selasa (10/3/2020), setelah pasar saham Wall Street di Amerika Serikat menderita kerugian harian terbesar sejak krisis keuangan 2008. Aksi jual para pelaku pasar tampak tertahan oleh harapan terhadap adanya kebijakan yang terkoordinasi dari pemerintah dan bank-bank sentral guna menurunkan kepanikan.
Spekulasi terkait penurunan suku bunga bank sentral dan kemungkinan stimulus fiskal membuat imbal hasil obligasi AS naik dari posisi terendah dalam sejarah. Penurunan harga minyak juga berhenti setelah mengalami kejatuhan paling tajam sejak Perang Teluk 1991 pada awal pekan ini.
”Jatuhnya harga minyak dan kekhawatiran kredit terkait untuk produsen telah menambahkan lapisan negatif lain ke pasar yang sudah tertekan akibat wabah Covid-19,” kata Rodrigo Catril, ahli strategi senior pada National Australia Bank. ”Pembicaraan tentang dukungan fiskal dan moneter yang terkoordinasi semakin lantang.”
Catril menyebutkan, Presiden AS Donald Trump menjanjikan langkah besar guna mendukung ekonomi negeri itu. Di Washington DC, Trump berencana menggelar konferensi pers pada Selasa ini waktu setempat. Ia kemungkinan bakal menjelaskan langkah-langkah yang diusulkan. Muncul spekulasi bahwa Menteri Keuangan AS Steve Mnuchin menggembar-gemborkan langkah-langkah utama Pemerintah AS, termasuk membeli aset pendapatan tetap non-treasury.
Jatuhnya harga minyak dan kekhawatiran kredit terkait bagi produsen telah menambah lapisan negatif lain ke pasar yang sudah tertekan akibat wabah Covid-19.
Investor tampak berharap hal itu dapat menjadi kenyataan. Hal ini tergambar dari posisi E-Mini futures Indeks S&P 500 yang menguat 1,1 persen. Namun, bursa saham di Asia masih melemah. Indeks Nikkei Jepang masih turun 2,8 persen. Indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang kehilangan 0,3 persen.
Wall Street anjlok
Semalam waktu Asia, bursa saham Wall Street anjlok dan mengantarkan posisi indeks-indeks utama turun hampir 20 persen dari level puncak tertinggi sepanjang masa yang tergapai kurang dari setengah bulan lalu. Indeks Dow Jones Industrial Average jatuh 7,79 persen, Indeks S&P 500 kehilangan 7,60 persen, dan Indeks Nasdaq ambles 7,29 persen.
Semua 11 sektor utama S&P 500 berakhir di zona merah dengan sektor energi dan keuangan paling terpukul. Saham-saham energi memimpin kerugian secara global setelah minyak mentah berjangka Brent ditutup turun 24 persen karena pasar bersiap untuk perang harga antara Arab Saudi dan Rusia. Minyak mentah WTI naik 1,25 dollar AS per barel menjadi 32,38 dollar AS per barel di akhir perdagangan, tetapi sepanjang perdagangan anjlok 24 persen.
Aneka sentimen negatif masih menggelayut di pasar keuangan. Wabah Covid-19 masih membebani setelah Italia memerintahkan semua warga di seluruh negeri tidak keluar rumah selain bekerja dan dalam keadaan darurat. Seluruh pertemuan publik dilarang digelar.
”Di tengah ketidakpastian sangat tinggi, pembatasan serupa mungkin saja bakal diberlakukan di seluruh Eropa dalam beberapa pekan mendatang,” demikian analisis tim ekonomi JPMorgan.
”Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester pertama akan terkontraksi di tengah deflasi global yang akan bertahan. The Fed (The Federal Reserve) diperkirakan memangkas suku bunga menjadi nol persen pada atau sebelum pertemuan 18 Maret.”
Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi pada semester pertama akan terkontraksi di tengah deflasi global yang akan bertahan.
Di tengah kekhawatiran dan kekalutan pasar, para analis pembuat kebijakan diharapkan bereaksi secara agresif untuk mencegah krisis ekonomi di masa-masa ini. ”Tanpa pemutus arus, ada risiko volatilitas memperketat kondisi keuangan global dan melemahkan ekonomi,” kata Kim Mundy, ekonom internasional di lembaga CBA.
”Karena risikonya, kami berharap bank sentral akan memangkas suku bunga kebijakan lebih lanjut serta menggunakan alat kebijakan moneter lain yang tidak konvensional,” kata Mundy.
Federal Reserve AS pada hari Senin meningkatkan secara tajam ukuran suntikan dana ke pasar untuk menghindari tekanan. Setelah memberikan penurunan suku bunga darurat pekan lalu, investor sepenuhnya menilai pelonggaran setidaknya 75 basis poin pada pertemuan Fed berikutnya pada 18 Maret. Pemotongan suku bunga mendekati nol persen saat ini kemungkinan dilakukan pada April mendatang.
Kementerian Keuangan Inggris akan mengumumkan anggaran tahunannya pada hari Rabu dan ada banyak pembicaraan tentang stimulus terkoordinasi dengan bank sentral negeri itu. Adapun Bank Sentral Eropa akan bersidang pada Kamis untuk membahas sejumlah tindak kebijakan meskipun suku bunga di sana sudah negatif. (REUTERS)