AS berkomitmen mengurangi jumlah pasukannya dari 12.000 orang pada saat ini menjadi 8.600 orang. Aktivitas itu dilakukan sejak awal pekan ini dan dalam rentang waktu 135 hari mendatang.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
WASHINGTON, SENIN — Militer Amerika Serikat mulai menarik tentaranya awal pekan ini dari Afghanistan. Pentagon, Senin (9/3/2020), menyatakan hal itu sebagai bagian dari perjanjian damai yang telah disepakati dengan kelompok Taliban pada 29 Februari 2020 di Doha, Qatar.
Juru bicara pasukan AS di Afghanistan, Kolonel Sonny Leggett, mengatakan, AS telah berkomitmen mengurangi jumlah pasukannya dari lebih dari 12.000 orang pada saat ini menjadi 8.600 orang. Aktivitas itu dilakukan sejak awal pekan dan dalam rentang 135 hari ke depan seperti tertuang dalam perjanjian.
Dengan penarikan tersebut, AS tetap berkomitmen untuk mempertahankan seluruh cara dan otoritas militernya di kawasan itu. Sebagaimana ditegaskan Legget, hal itu mencakup operasi kontraterorisme melawan kelompok Al Qaeda dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) sekaligus menjaga dukungannya terhadap pasukan keamanan dan pertahanan nasional Afghanistan.
Amerika Serikat sendiri menyerukan pemungutan suara di Dewan Keamanan PBB, Selasa (10/3/2020). Hal itu untuk mendukung perjanjian AS-Taliban yang dimaksudkan guna membuka jalan bagi perdamaian di Afghanistan. Permintaan untuk pemungutan suara PBB datang setelah negosiasi keras yang dimulai satu pekan lalu, demikian dikatakan salah satu diplomat, awal pekan ini.
Menurut draf teks yang dilihat AFP, DK PBB ”mendesak Pemerintah Republik Islam Afghanistan untuk memajukan proses perdamaian, termasuk dengan berpartisipasi dalam negosiasi intra-Afghanistan melalui tim negosiasi beragam dan inklusif yang terdiri dari masyarakat sipil dan pemimpin politik Afghanistan, termasuk perempuan”.
Sumber dari kalangan diplomat lainnya mengatakan permintaan AS agar DK PBB menyesuaikan perjanjiannya dengan Taliban merupakan langkah langka dalam forum untuk sebuah kesepakatan antara negara asing dan kelompok pemberontak.
Para diplomat juga terkejut karena perjanjian itu mencakup dua lampiran rahasia tentang perang melawan terorisme yang harus disetujui oleh anggota DK PBB tanpa mengetahui apa yang mereka katakan. Seorang diplomat menggambarkannya sebagai sesuatu yang ”tidak bisa dipercaya”.
Posisi Rusia dalam resolusi itu diberitakan belum pasti. Moskwa mengisyaratkan pada Jumat lalu bahwa mereka mungkin menentang teks itu. Kemungkinan itu muncul terutama setelah AS menolak pernyataan yang menyetujui perjanjian gencatan senjata di Suriah antara Rusia dan Turki.
Dari Kabul diwartakan, dinamika politik dan keamanan terus mewarnai Pemerintah Afghanistan. Pada Senin (9/3/2020), presiden terpilih Ashraf Ghani maupun pesaingnya, Abdullah Abdullah, sama-sama dilantik secara terpisah sebagai pemimpin negeri itu.
Hal itu berpotensi merusak proses negosiasi damai Kabul dengan Taliban, sekaligus menempatkan AS dalam situasi dilematis dalam langkah-langkah selanjutnya.
Pertikaian yang semakin tajam antara Ghani dan Abdullah justru mengancam menghancurkan langkah-langkah kunci berikutnya. Bahkan, persaingan itu berisiko memicu terjadinya kekacauan dan kekerasan baru di Afghanistan.
Kesepakatan AS-Taliban yang ditandatangani lebih dari sepekan lalu disebut-sebut sebagai upaya Washington untuk mengakhiri 18 tahun perang di Afghanistan dan dipandang oleh banyak warga Afghanistan sebagai peluang terbaik untuk mengakhiri kondisi perang tanpa henti di negara itu.
Namun, pertikaian yang semakin tajam antara Ghani dan Abdullah justru mengancam menghancurkan langkah-langkah kunci berikutnya. Bahkan, persaingan itu berisiko memicu terjadinya kekacauan dan kekerasan baru di Afghanistan.
Sebagaimana diwartakan, saat Washington dan gerilyawan Taliban menandatangani kesepakatan mereka pada 29 Februari, langkah penting berikutnya adalah pembicaraan antarpihak di Afghanistan.
Semua faksi, termasuk Taliban, akan menegosiasikan peta jalan untuk masa depan negara mereka. Mereka mencari solusi untuk menuntaskan aneka masalah pelik, seperti hak-hak perempuan, kebebasan berbicara, dan nasib puluhan ribu pria bersenjata di kedua sisi selama perang 18 tahun itu.
Negosiasi itu akan diadakan Selasa di Oslo, tetapi kekacauan politik di Kabul membuatnya nyaris mustahil digelar. Ghani mengatakan akan mengumumkan timnya Selasa meskipun tampaknya Abdullah juga dapat mengumumkan tim negosiasinya.
Abdullah mengatakan ia tidak memiliki prasyarat untuk pembicaraan dan berjanji timnya akan inklusif, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut. Ghani mengatakan ia mengerti bahwa janji lain untuk mengurangi kekerasan akan datang dari Taliban dengan imbalan pembebasan tahanan mereka. (AP/AFP/REUTERS)