Isu sektarianisme dan kekerasan sektarian belakangan ini mencuat lagi di beberapa negara. Insiden terbaru terjadi di New Delhi, India, akhir Februari 2020, menyebabkan puluhan orang dari kelompok agama minoritas tertentu tewas akibat kekerasan oleh kelompok mayoritas.
Kekerasan yang mematikan di India itu menimbulkan aksi protes dan kecaman di negara-negara lain. Aktivis hak asasi manusia mengatakan, beberapa kota di India berpotensi mengalami segregasi lebih besar jika negara tidak tegas dan lemah sehingga kalah dari tekanan mayoritas.
Terkait insiden mematikan di India itu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei menyerukan pada New Delhi agar melawan kekerasan oleh mayoritas dan menghentikan pembunuhan terhadap minoritas. Iran sebenarnya juga memiliki riwayat kekerasan sektarian di masa lalunya.
Kekerasan sektarian hadir dalam berbagai level, dari skala kecil hingga besar, di hampir semua negara di dunia. Para ahli menyebut, kekerasan itu merupakan representasi kuatnya sektarianisme (diskriminasi atau kebencian akibat perbedaan di antara suatu kelompok, seperti perbedaan denominasi agama atau fraksi politik) di negara-negara itu.
Profesor Duncan Morrow dari Universitas Ulster, Irlandia Utara, dalam kajian bertajuk ”Sektarianisme di Irlandia Utara”, menyebutkan, sektarianisme sangat kuat di negara itu, seperti dilaporkan situs berita BBC. Hal serupa juga terbuka terjadi di negara lain jika pemerintah tidak memiliki lembaga dan regulasi yang kuat untuk mencegahnya.
Sektarianisme tidak hanya muncul dalam bentuk kekerasan, tetapi juga melalui sistem pembangunan yang mengabaikan kepentingan kelompok minoritas tertentu. Lingkungan minoritas sering memiliki infrastruktur yang buruk dan tidak memadai. Bahkan, penduduk minoritas itu juga kesulitan dalam mengakses pinjaman bank.
Perlakuan buruk yang dialami minoritas Uighur dan Kazakh di Xinjiang, China; Rohingya di Myanmar; dan penolakan pembangunan rumah ibadah berizin resmi bagi minoritas tertentu di Indonesia, misalnya, adalah bukti lain tentang kuatnya paham sektarianisme itu.
Sektarianisme juga mewujud dalam bentuk perebutan kekuasaan antarkelompok di mana agama dan politik memainkan peran yang konsisten. Di kehidupan dunia modern yang semakin global dan cair seperti saat ini, serta tingkat ketergantungan bangsa atau negara yang satu pada yang lain kian kuat, sektarianisme mestinya menjadi musuh bersama.
Negara dengan para pemangku kepentingan di dalamnya harus membangun ekosistem kehidupan bersama yang mampu menangkal sektarianisme. Mesir dan Skotlandia memiliki regulasi dan lembaga anti-sektarianisme yang dapat dijadikan model bagi negara lain.