Tidak seperti pemilihan DPR dan Senat yang menganut sistem pemilihan langsung oleh rakyat (”popular vote”), pemilihan presiden di Amerika Serikat menganut sistem ”electoral college”. Untuk memenangi pilpres, dibutuhkan strategi kemenangan di mayoritas negara bagian.
Pemilihan presiden di AS dilakukan setiap empat tahun pada hari Selasa pertama setelah Senin pertama pada bulan November. Tahun ini, pemilihan presiden di AS akan dilaksanakan Selasa, 3 November 2020. Presiden dan wakil presiden tak dipilih langsung oleh warga. Mereka dipilih para elector (pemilih) dari tiap negara bagian.
Oleh karena itu, jumlah total suara pemilihan langsung oleh rakyat secara nasional tidak serta-merta menjamin kemenangan elektoral yang didapat dari tiap negara bagian. Pemilu AS pada 2000 dan 2016 sebagai contohnya. Pada pilpres 2016, calon dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, mendapat secara keseluruhan 65.844.610 suara, lebih banyak dibandingkan 62.979.636 suara yang didapat Donald Trump (Republik).
Akan tetapi, Donald Trump mendapatkan 304 suara dalam electoral college sehingga mengalahkan Hillary Clinton yang mengantongi 227 suara pemilih. Situasi yang sama terjadi pada 2000 saat Al Gore (Demokrat) meraih suara total (popular vote) terbanyak. Ia tetap harus mengakui kemenangan George W Bush (Republik) karena unggul dari jumlah pemilih. Lalu, apa yang dimaksud electoral college? Apa tantangan bagi calon presiden di AS untuk memenangi pemilihan presiden?
”Electoral college”
Istilah electoral college merujuk pada suatu proses yang diatur dalam Konstitusi AS artikel II, bagian 1, klausa 2 dan diperbarui dalam amandemen ke-12 dan ke-23. Proses tersebut dimulai dengan pemilihan para elector, atau pemilih tertunjuk. Selanjutnya, proses dilanjutkan dengan pertemuan para elector untuk memilih presiden dan wakil presiden kemudian diakhiri dengan penghitungan hasil voting oleh Kongres.
Di seluruh AS, terdapat 538 elector dengan pembagian jumlah sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap negara bagian. Jumlah ini akan berubah setiap 10 tahun mengikuti proporsi jumlah penduduk dari hasil sensus 10 tahunan. Untuk memenangi pemilihan presiden, dibutuhkan minimal 270 suara elector.
Ketika pemilu berlangsung, warga negara yang terdaftar tidak memilih langsung presiden, tetapi menentukan paket nama-nama elector di suatu negara bagian yang nanti bertugas memilih presiden. Sebelumnya, setiap kandidat presiden telah menentukan paket nama-nama elector yang telah dipilihnya di setiap negara bagian.
Hasil pemilihan oleh rakyat di suatu negara bagian akan menentukan kelompok elektoral mana yang mendapat mandat untuk menentukan presiden. Biasanya, hasil pilihan rakyat dijadikan arah bagi pemilihan yang dilakukan oleh elector dari tiap negara bagian. Pada pilpres AS 2020, proses electoral college dimulai dengan pemilihan elector oleh tiap partai di tiap negara bagian. Proses pendahuluan ini dilaksanakan pada musim semi hingga musim panas 2020.
Strategi menang
Untuk memenangi pilpres, calon presiden perlu meraih kemenangan merata di sebagian besar negara bagian, terutama yang memiliki jumlah elector besar. Strategi itu lebih dipilih ketimbang strategi ambisius menang di semua negara bagian (50-State-Strategy). Kemenangan di sebagian besar negara bagian lebih dapat ditempuh mengingat syarat kemenangan adalah 270 suara elector dari total 538 elector dari 50 negara bagian, plus Washington D.C.
Dalam 58 pilpres AS sepanjang 1792-2016, hanya tiga pilpres yang mampu menyapu bersih kemenangan di seluruh negara bagian. Kemenangan sapu bersih terjadi pada pilpres 1789 yang diraih oleh George Washington (Federalis), pilpres 1792 oleh George Washington, dan pilpres 1820 yang dimenangi James Monroe (Democratic-Republikan).
Strategi memenangkan calon presiden di banyak negara bagian juga selaras dengan sistem kemenangan paket nama-nama elector di sebagian besar negara bagian. Hampir semua negara bagian (48) menganut sistem winners take all dalam pemilihan paket nama-nama elector. Pilpres AS 2016 dapat dijadikan contoh. Saat itu, Hillary Clinton menang di Negara Bagian California dengan perolehan 7.362.490 suara, mengungguli saingan Donald Trump, dengan 3.916.209 suara.
California, yang memiliki 55 elector, menganut sistem winners take all dalam menentukan elector sehingga paket nama-nama elector yang berhak memilih adalah paket yang telah ditentukanh Hillary Clinton. Dengan kemenangan di Negara Bagian California, Hillary berkesempatan meraih 55 suara dari daftar elector yang diajukannya.
Hanya di Negara Bagian Nebraska dan Maine yang menggunakan sistem proporsional dalam menentukan paket nama-nama elector pemenang. Di dua tempat tersebut, penentuan elector ditentukan proporsi suara yang diperoleh oleh tiap calon presiden. Dengan demikian, dalam sistem electoral college, yang dibutuhkan seorang calon presiden adalah kemenangan di sebagian besar negara bagian demi dukungan paket nama-nama elector.
Wilayah mengambang
Selain harus menang di sebagian besar negara bagian, strategi yang lebih mudah ditempuh adalah meraup suara di ”daerah putih” (swing state). Dalam pilpres AS, dikenal istilah wilayah merah, biru, dan putih. Sebutan tersebut sering diarahkan pada tiga warna di bendera AS. Istilah tersebut merujuk pada negara bagian dan wilayah di AS dengan mayoritas dukungan terhadap salah satu partai, baik Partai Demokrat maupun Partai Republik.
Wilayah biru melambangkan daerah pendukung Partai Demokrat, sedangkan wilayah merah melambangkan daerah pendukung Partai Republik. Di antara keduanya terdapat daerah putih dengan dukungan yang tidak terlalu kental terhadap salah satu partai (swing states). Wilayah California, Illinois, dan daerah Pantai Timur bagian utara dikenal sebagai daerah biru, pendukung Partai Demokrat.
Di sisi lain, Partai Republik mendapatkan mayoritas dukungan dari daerah merah, antara lain Texas, Idaho, Alaska, serta banyak negara bagian di wilayah utara. Dengan pemetaan seperti itu, tantangan bagi kompetisi para calon presiden adalah menang di daerah-daerah mengambang. Pada pilpres 2020, beberapa daerah, seperti Arizonna, North Carolina, ataupun Florida dianggap sebagai ”wilayah mengambang” yang perlu diperebutkan.
Memenangi suara di negara bagian yang mengambang menjadi salah satu strategi calon presiden karena mencoba merebut suara di kantong-kantong suara lawan lebih sulit dilakukan. Dalam penelitian yang dilakukan 270towin, kebanyakan negara bagian di AS telah terpolarisasi secara politik oleh Partai Demokrat dan Partai Republik dalam 50 tahun terakhir.
Oleh karena itu, kantong-kantong biru sulit berubah menjadi kantong merah, demikian juga sebaliknya. Strategi memenangi daerah putih ditempuh Donald Trump dalam pilpres 2016. Pada saat itu, untuk pertama kalinya, daerah putih, seperti Michigan, Pennsylvania, dan Wisconsin, berubah menjadi merah.
Menuju Pilpres 2020
Dengan sistem electoral college, pertarungan nyata pemilihan presiden AS sebenarnya terjadi di tiap negara bagian. Alasannya, kemenangan di tiap negara bagian berpengaruh langsung pada potensi kemenangan yang didapatkan dari pilihan para elector, bukan dari total suara yang dapat diraup oleh seorang calon.
Dalam kacamata negara federal, pilihan AS dalam menggunakan sistem electoral college merupakan bentuk perhatian terhadap suara dari tiap negara bagian, termasuk negara bagian yang berpenduduk sedikit. Pemilu presiden di AS tak hanya ingin menjamin bahwa seorang calon populer di seluruh negeri, tetapi juga diinginkan secara cukup merata oleh setiap negara bagian.
Sepanjang 58 kali pilpres AS dari 1789 hingga 2016, telah terpilih 45 presiden. Di antara mereka, terdapat 21 presiden yang berhasil terpilih untuk kedua kalinya. Dengan demikian, potensi kemenangan Donald Trump tetap terbuka untuk kembali duduk di kursi presiden. Akan tetapi, sorotan publik saat ini lebih banyak diarahkan kepada para calon di kubu Demokrat karena lebih dinamis.
Pencalonan kandidat presiden dari Partai Demokrat lebih menjanjikan untuk diikuti karena tak ada calon yang dominan. Dalam hal ini, calon dari Partai Demokrat akan mendapatkan keuntungan karena mendapatkan perhatian publik daripada Donald Trump yang tak memiliki lawan seimbang di Partai Republik.
Kans bagi calon dari Partai Demokrat ataupun Republik masih sama-sama terbuka. Yang ditunggu adalah perang strategi dari masing-masing kandidat untuk memenangi suara di daerah-daerah mengambang. Di wilayah itu, pertarungan sebenarnya akan terjadi. Siapa akan lebih unggul?
(LITBANG KOMPAS)