Erdogan ke Moskwa, Dorong Gencatan Senjata di Idlib
Turki dan Rusia upayakan redakan ketegangan di Suriah. Pertempuran masih terjadi di Idlib. Selasa lalu, Turki menembak jatuh sebuah jet tempur milik Suriah di Idlib.
Oleh
Elok Dyah Messwati dan B Josie Susilo Hardianto
·4 menit baca
MOSKWA, KAMIS — Pemimpin Rusia dan Turki dijadwalkan akan bertemu di Moskwa, Kamis (5/3/2020). Pertemuan itu antara lain akan membahas upaya-upaya untuk meredakan ketegangan di Suriah.
Sebelum bertandang ke Moskwa, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, ia akan bertemu Presiden Rusia Vladimir Putin untuk mendorong gencatan senjata di Idlib. Sebagaimana diketahui, dalam beberapa waktu terakhir, konflik di Idlib terus memanas.
Pertempuran antara pemberontak yang didukung Turki berhadapan dengan tentara Suriah yang disokong oleh Rusia. Hingga saat ini, puluhan tentara Turki tewas dalam pertempuran itu, sementara Suriah kehilangan sejumlah alutsista strategisnya selain kehilangan sejumlah pasukan.
”(Saya harap) akan ada gencatan senjata yang segera dibuat di Idlib,” kata Erdogan, Rabu, menjelang pembicaraan.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, Rabu, mengatakan, kedua pemimpin akan membahas sebab dan akibat krisis dan ”langkah-langkah bersama” yang dapat mereka setujui untuk meredakannya.
Namun, sejumlah pengamat menilai, gencatan senjata itu akan hanya menjadi pemanis bibir. Moskwa disinyalir akan menegaskan pada Ankara bahwa–pada akhirnya–Turki tidak dapat menghalangi Suriah untuk merebut kembali dan mengontrol penuh wilayah kedaulatannya.
Pertempuran
Situasi di Idlib hingga saat ini masih terus memanas. Selasa lalu, dikabarkan, Turki menembak jatuh sebuah jet tempur milik Suriah di wilayah udara Idlib. Ini merupakan insiden serupa ketiga dalam beberapa hari terakhir. Bentrokan pun terus terjadi antara tentara nasional Turki dan pasukan Suriah yang didukung Rusia.
Sebagai balasannya, media yang dikelola pemerintah Suriah melaporkan bahwa pasukan Suriah telah menembak jatuh sebuah pesawat tanpa awak milik Turki di Saqareb. Turki mengatakan bahwa dua tentaranya tewas pada hari Rabu (4/3/2020) dalam serangan yang dilakukan pemerintah Suriah di Provinsi Idlib.
Turki telah mengirim ribuan tentara ke wilayah Provinsi Idlib untuk mendukung gerilyawan Suriah yang bersembunyi di sana. Namun, upaya Turki tersebut belum mampu menghentikan serangan pemerintah Suriah yang didukung Rusia untuk merebut kembali Provinsi Idlib.
Seorang pemantau perang Suriah mengatakan bahwa ada sembilan tentara Suriah juga tewas dalam serangan pesawat tanpa awak milik Turki tersebut. Sementara Kementerian Pertahanan Turki mengatakan bahwa serangan terbaru Suriah terhadap pasukannya juga melukai enam tentara Turki.
Ke Rusia
Serangan itu terjadi ketika Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dijadwalkan berangkat ke Moskwa, Rusia, Kamis (5/3/2020). Tujuan Erdogan ke Rusia adalah bertemu Presiden Vladimir Putin untuk membahas gencatan senjata di Suriah.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov sekali lagi menyalahkan Turki terkait eskalasi konflik di Suriah. Para pejabat Rusia mengatakan, mereka menganggap Turki bertanggung jawab atas runtuhnya perjanjian gencatan senjata yang telah dicapai di Sochi, Rusia, pada 2018. Para pejabat Rusia mengatakan bahwa Turki tidak menahan diri untuk mengendalikan gerilyawan yang terus menyerang sasaran-sasaran Suriah dan Rusia.
”Solusi untuk masalah ini terletak pada penerapan perjanjian Sochi. Perjanjian ini tidak diimplementasikan,” kata Lavrov setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Finlandia Pekka Haavisto di Helsinki, Selasa (3/3/2020). Lavrov menyatakan bahwa mereka berharap pertemuan Putin dan Erdogan pada Kamis ini akan mengubah situasi.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Rusia Mayjen Igor Konashenkov mengatakan bahwa serangan yang dilancarkan ke Turki dilakukan karena Turki melindungi ”teroris” di Idlib. Ini sebuah pernyataan yang mencerminkan postur kuat Moskwa menjelang perundingan Suriah.
Konashenkov menunjukkan bahwa berdasarkan perjanjian Sochi 2018 dengan Rusia, Turki berkewajiban untuk memastikan bahwa militan di Idlib menarik diri 15-20 kilometer dari zona deeskalasi bersama dengan senjata berat mereka. Alih-alih menarik diri, justru militan yang terkait dengan Al Qaeda dan kelompok teroris lainnya mendorong pemberontak moderat ke utara menuju perbatasan Turki.
Konashenkov juga menyerang Barat karena menutup mata terhadap tindakan militer Turki di Suriah ”yang melanggar hukum internasional” dan memperlakukan ancaman Turki untuk menghancurkan unit tentara Suriah sebagai ”pertahanan diri yang sah”.
Bentrokan antara pasukan Turki dan Suriah di Suriah barat laut tersebut telah menewaskan lebih dari 50 tentara Turki dalam sebulan terakhir, termasuk 33 tentara yang tewas pada Kamis lalu dalam satu serangan udara.
Janjikan bantuan
Para pemimpin Uni Eropa (UE), Selasa (3/3/2020), menjanjikan bantuan kepada Yunani sebesar 700 juta euro (Rp 11 triliun) untuk mengatasi migran Suriah dari Turki dan mendesak Turki untuk menahan para migran sesuai kesepakatan 2016.
UE mengkhawatirkan terulangnya krisis migran 2015-2016, ketika lebih dari satu juta migran datang ke Eropa barat melalui Turki dan Balkan. Membanjirnya para migran ini memberatkan UE karena harus menyiapkan layanan keamanan dan kesejahteraan para migran.
Perdana Menteri Hongaria Viktor Orban, yang dikenal karena sikap anti-imigrannya yang keras, mengatakan, Rabu (4/3/2020), bahwa sekitar 130.000 migran telah melewati perbatasan Yunani dari Turki. Orban mengatakan bahwa para migran ini harus dihentikan sejauh mungkin sejak di Yunani. (AP/AFP)