Polisi Iran Gunakan Peluru Tajam, 23 Anak Tewas Tertembak
Amnesty Internasional menemukan, selama gelombang protes di Iran, November 2019, sedikitnya 23 anak tewas tertembak peluru tajam aparat keamanan. Harus ada penyelidikan mandiri dan tidak berpihak untuk kasus itu.
Oleh
Luki Aulia
·2 menit baca
LONDON, RABU — Sedikitnya 23 anak di Iran tewas terkena tembakan peluru tajam aparat keamanan saat terjadi gelombang protes anti-Pemerintah Iran pada November 2019. Korban tewas akibat demo itu tercatat sampai 304 orang.
Gelombang protes berlangsung sejak 15 November 2019 segera setelah pengumuman kenaikan harga bahan bakar. Pemerintah Iran sudah membantah laporan jumlah korban yang tewas itu.
Temuan itu dilaporkan kelompok hak asasi manusia Amnesty International (AI), Rabu (4/3/2020). AI menyatakan, temuan itu disertai bukti kuat yang menunjukkan 23 anak tewas dengan 22 anak di antaranya tewas karena ”tembakan peluru tajam polisi ke arah demonstran dan warga sipil yang tidak ikut demo”. Ke-22 anak dilaporkan laki-laki berusia 12-17 tahun dan 1 anak perempuan berusia antara 8 dan 12 tahun.
”Harus ada penyelidikan mandiri dan tidak berpihak untuk kasus itu. Siapa pun tersangka yang berada di balik pembunuhan itu harus diadili,” kata Direktur Penelitian dan Advokasi untuk Timur Tengah dan Afrika Utara di AI Philip Luther.
Dalam laporan itu disebutkan, 12 dari 24 korban tewas itu berada di 13 kota di enam provinsi. Insiden itu terjadi pada 16-18 November. Fakta ini, kata Luther, menunjukkan aparat keamanan Iran terus saja membunuh untuk membungkam protes rakyat.
Amnesty sudah menyampaikan laporan berisi nama-nama ke-23 anak itu kepada Menteri Dalam Negeri Iran Abdolreza Rahmani Fazli.
Sampai sekarang keluarga korban tidak mendapat perhatian dari pemerintah. Yang terjadi malah keluarga korban diintimidasi dan dilecehkan, bahkan diawasi dan diinterogasi oleh aparat keamanan dan intelijen.
Tindakan seperti ini pola yang sama yang juga terjadi pada keluarga-keluarga korban tewas dalam aksi protes sebelumnya. Tujuannya supaya mereka tidak mengumbar ke publik mengenai apa yang terjadi kepada mereka.
”Keluarga anak korban tewas saat aksi protes diintimidasi supaya tidak bicara ke mana-mana. Negara mau menutupi fakta yang sebenarnya,” kata Luther.
Dalam menyusun laporan itu, AI mengumpulkan fakta dari foto-foto dan video-video serta surat kematian dan surat pemakaman dari saksi mata dan keluarga korban. Informasi tambahan juga dikumpulkan dari aktivis-aktivis HAM dan media massa.
Ada satu kasus anak yang tidak jelas penyebab kematiannya. Ada satu sumber yang menyebutkan bahwa kepalanya terluka parah akibat dipukuli aparat keamanan. Namun, sumber lain menyebutkan ada peluru yang ditemukan di wajah si anak. (AFP)