Para ilmuwan dari berbagai lembaga di dunia berpacu dengan waktu untuk mengembangkan vaksin, obat, juga alat diagnosis, untuk mengendalikan wabah Covid-19.
Oleh
Adhitya Ramadhan
·3 menit baca
Vaksin memegang peranan penting untuk mencegah penularan penyakit. Adanya vaksin dengan efikasi yang tinggi diharapkan bisa menekan kasus Covid-19 dari China yang menyebar ke 65 negara hanya dalam waktu dua bulan.
Pada jumpa pers harian di Geneva, Swiss, Jumat (28/2/2020), Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menyatakan, ada lebih dari 20 kandidat vaksin untuk mencegah infeksi SARS-CoV-2, virus penyebab Covid-19. Selain itu, beberapa modalitas terapi juga dalam uji klinis.
Salah satu kandidat vaksin yang menurut rencana menjalani uji klinis dalam waktu dekat adalah mRNA-1273. Vaksin ini dikembangkan oleh perusahaan bioteknologi yang berbasis di Amerika Serikat, Moderna.
Dengan dukungan dana dari Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Pandemi (CEPI), Moderna mengembangkan kandidat vaksin Covid-19 setelah 42 hari menerima informasi urutan DNA virus SARS-CoV-2.
Salah satu kandidat vaksin yang menurut rencana menjalani uji klinis dalam waktu dekat adalah mRNA-1273.
Seperti dikutip CNN, 26 Februari 2020, batch pertama mRNA-1273 telah dikirim ke Institut Alergi dan Penyakit Infeksi Nasional (NIAID) AS untuk diuji klinis fase pertama di AS dengan melibatkan orang yang sehat.
Direktur NIAID Anthony Fauci mengatakan, uji klinis dapat dimulai pada akhir April. Terdapat 45 orang yang berpartisipasi dalam uji klinis ini. Apabila uji klinis tersebut berhasil, uji lanjutan masih harus dilakukan. Ini belum termasuk waktu untuk pengurusan izin edar sebelum vaksin bisa didistribusikan ke pasar.
Meski proses izin edarnya bisa dipercepat mengingat situasi yang darurat saat
ini, vaksin baru bisa diakses publik paling cepat 18 bulan lagi.
Selain Moderna, perusahaan farmasi lain, yaitu Johnson & Johnson dan GlaxoSmithKline, juga mengembangkan vaksin Covid-19. Di luar perusahaan farmasi tadi, sejumlah lembaga riset lain juga mulai mengembangkan vaksin Covid-19, seperti National Institute of Health (NIH) AS, yayasan nirlaba Pasteur Institute di Perancis, dan juga University of Melbourne di Australia.
Pengembangan vaksin bisa menghabiskan dana besar. Sebagai contoh, Pemerintah Perancis menghabiskan 380 juta euro atau sekitar 412 juta dollar AS untuk mengembangkan vaksin guna mencegah penularan virus H1N1 tahun 2009-2010.
Terapi
Perusahaan farmasi Gilead di AS bekerja sama dengan Pemerintah China memanfaatkan potensi remdesivir, obat untuk penyakit ebola, sebagai terapi Covid-19. Dalam rancangan rencana penelitian yang dipublikasikan pada Januari 2020, WHO menyatakan, remdesivir dinilai sebagai ”kandidat paling menjanjikan”.
Pemerintah China juga sedang melakukan studi penggunaan salah satu obat HIV yang mengandung lopinavir dan ritonavir untuk terapi Covid-19.
Sementara kecepatan para pakar dalam mengembangkan alat diagnostik hanya dalam waktu beberapa minggu perlu diapresiasi. Sebagai perbandingan, saat berlangsung wabah SARS tahun 2002-2003, alat diagnostik yang sensitif baru muncul setelah hampir enam bulan wabah terjadi.
Hidup bersih
Meski para pakar dari seluruh dunia kini berlomba mengembangkan vaksin dan obat untuk Covid-19, Tedros menuturkan bahwa ada hal yang bisa dilakukan oleh setiap individu untuk melindungi dirinya dari Covid-19.
Mencuci tangan secara rutin dengan air dan sabun atau membersihkan tangan memakai cairan berbasis alkohol menjadi salah satu perilaku sederhana yang berpengaruh besar. Mengedukasi diri dengan mengonsumsi informasi soal Covid-19 yang benar dari sumber-sumber tepercaya juga tidak kalah penting.
Di samping itu, etika menutup mulut dan hidung dengan sapu tangan atau tisu saat bersin atau batuk juga perlu diterapkan. Percikan dari bersin atau batuk menjadi cara utama virus korona menyebar.