Puluhan penumpang asal luar Jepang akan diterbangkan ke negara asal mereka dengan penerbangan yang disewa oleh pemerintah masing-masing.
Oleh
BENNY DWI KOESTANTO
·3 menit baca
TOKYO, JUMAT — Pemerintah RI disebutkan berencana mengirimkan pesawat untuk menjemput warga RI yang berada di kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Yokohama, Jepang. Pernyataan itu disampaikan Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi di Tokyo pada Jumat (21/2/2020), seperti dikutip oleh media Jepang, Kyodo News.
Secara terpisah, Menteri Kesehatan Jepang Katsunobu Kato mengatakan, evakuasi massal dari kapal itu akan berakhir Jumat. Puluhan penumpang asal luar Jepang akan diterbangkan ke negara asal mereka dengan penerbangan yang disewa oleh pemerintah masing-masing. Sebagian besar anggota awak dan penumpang lain yang belum menyelesaikan karantina 14 hari—karena mereka memiliki kontak yang lebih baru dengan orang yang terinfeksi—masih tinggal di kapal itu. Namun, mereka akan diangkut ke sejumlah fasilitas Pemerintah Jepang untuk dikarantina secara terpisah.
Dalam pernyataannya, Motegi mengatakan, langkah serupa tengah disiapkan oleh Pemerintah Filipina. Hingga Jumat, sebanyak 759 awak kapal dan penumpang dari sejumlah negara di luar Jepang telah dievakuasi oleh pemerintahnya masing-masing. Pemerintah yang mengevakuasi itu, sebagaimana disebutkan Motegi, mencakup Amerika Serikat, Korea Selatan, Australia, Hong Kong, Israel, dan Kanada.
Saat dikonfirmasi mengenai lampu hijau Pemerintah Jepang terhadap evakuasi WNI dari kapal Diamond Princess, Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia di Jakarta menyatakan, Jumat, ”Sampai saat ini, Pemerintah Jepang masih berkoordinasi dengan negara-negara yang ingin mengevakuasi warganya dari kapal Diamond Princess.”
Langkah evakuasi itu dilakukan di tengah kritik penanganan Pemerintah Jepang terhadap kasus merebaknya wabah virus korona tipe baru, Covid-19, di Jepang, khususnya di kapal pesiar Diamond Princess itu. Kritik serta gugatan pertanyaan warga kembali menguat dan bahkan meluas atas penanganan terhadap wabah itu. Ini terutama muncul setelah Pemerintah Kota Tokyo menyatakan akan membatalkan atau menunda sejumlah acara besar yang digelar di dalam ruangan selama tiga pekan mendatang mulai minggu depan.
Meningkatnya jumlah kasus di seluruh negeri, khususnya tingkat infeksi yang tinggi di kapal pesiar, telah memicu kekhawatiran tentang praktik karantina Jepang.
Meningkatnya jumlah kasus di seluruh negeri, khususnya tingkat infeksi yang tinggi di kapal pesiar, telah memicu kekhawatiran tentang praktik karantina Jepang. Virus Covid-19 telah membunuh lebih dari 2.200 orang di daratan China sejauh ini.
Dalam keterangan persnya, Menteri Sekretaris Kabinet Yoshihide Suga menghadapi pertanyaan tentang mengapa salah satu penumpang kapal yang meninggal—seorang wanita berusia 84 tahun—tidak diuji atau dipindahkan ke rumah sakit sampai sepekan setelah dia diduga terserang demam.
”Perempuan itu dikeluarkan dari kapal pada tanggal 12 setelah demam berlanjut selama berhari-hari,” kata Suga. ”Keputusan diambil untuk menunggu hasil tes sebelum memindahkannya ke rumah sakit guna melindungi kesehatan mereka yang tersisa di kapal.”
Suga menyebutkan, penumpang terakhir di kapal pesiar yang dites negatif virus meninggalkan Diamond Princess pada Jumat setelah karantina yang banyak dikritik itu berakhir. Kapal yang merapat di Yokohama itu memiliki kasus Covid-19 terbanyak di luar China, dengan 634 dikonfirmasi pada Kamis malam. Dua penumpang dinyatakan tewas karena terpapar virus itu.
Jepang terus berkomunikasi dengan operator kapal dan negara asal anggota awak asing mengenai pergerakan mereka selanjutnya. Langkah Pemerintah Jepang untuk mengarantina para penumpang dan awak kapal di dalam kapal itu dipertanyakan. Hal itu terutama mengingat sempitnya kapal dibandingkan dengan kondisi di luar kapal dan sulitnya mengisolasi orang sakit dari mereka yang sehat.
Enam pekerja karantina pemerintah terjangkit virus itu. Mereka pun mengajukan pertanyaan tentang tindakan perlindungan yang digunakan. Dua korban jiwa, seorang pria dan perempuan yang keduanya warga negara Jepang dan berusia 80-an tahun, diyakini telah terinfeksi sebelum pemeriksaan kesehatan dan karantina 5 Februari dimulai di kapal, kata pejabat Kementerian Kesehatan, Masami Sakoi. Tidak diketahui apakah mereka memiliki teman sekamar di dalam kapal itu. (AP/AFP/LUK)