Pemilu parlemen tahun ini berat karena dilakukan saat Iran tengah menghadapi krisis ekonomi gara-gara inflasi tinggi dan ketiadaan lapangan pekerjaan. Hasil pemilu diharapkan menentukan arah Iran ke depan.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
TEHERAN, KAMIS — Pemilu parlemen Iran akan berlangsung hari ini, Jumat. Sejak bulan lalu, Presiden Iran Hassan Rouhani gencar mendorong 58 juta warga yang berhak memilih untuk datang memberikan suara. Hasil pemilu ini penting, terutama bagi pemerintah, karena diharapkan membantu memperbaiki kondisi ekonomi dan mencabut sanksi yang mendera Iran.
Namun, menurut situs Al Jazeera, Kamis (20/2/2020), banyak pemilih muda dan pemilih pemula di ibu kota Teheran yang tidak mau ikut pemilu. Bagi anak muda, tak ada gunanya ikut pemilu karena toh kondisi tidak akan berubah.
Pemilu parlemen tahun ini berat karena dilakukan saat Iran tengah menghadapi krisis ekonomi gara-gara inflasi tinggi dan ketiadaan lapangan pekerjaan. Hasil pemilu diharapkan menentukan arah Iran ke depan.
”Saya tidak mau ikut. Dulu pernah ikut karena berharap ada perubahan. Ternyata sama saja,” kata Atefeh Ghadimi (25), desainer ruang hijau.
Survei sebuah stasiun televisi, awal Februari, terhadap 140.000 orang menunjukkan 83 persen partisipan memilih memboikot pemilu. Adapun jajak pendapat oleh Lembaga Poling Siswa Iran, Januari, menemukan 44,2 persen partisipan tak mau memilih.
Mitra Jafari (41), mahasiswa pascasarjana Allameh Tabatabaei University, tidak mau ikut karena pemilu tidak kompetitif. Dewan Wali yang bertugas memilih kandidat calon anggota parlemen mendiskualifikasi lebih dari 7.000 kandidat dan mayoritas di antara mereka pendukung reformasi.
”Buat apa memilih. Mayoritas kandidat datang dari kelompok yang sama. Yang berbeda sudah dieliminasi pemerintah,” ujarnya.
Meski demikian, juru bicara Dewan Wali, Abbas Ali Kadkhodaei, tetap berharap akan banyak yang datang. Sejauh ini, dalam setiap pemilu, jumlah pemilih, kata Kadkhodaei, dapat mencapai sekitar 50 persen.
Tidak kompetitif
Peneliti senior di Pusat Studi Al Jazeera, Fatima al-Samadi, memperkirakan jumlah pemilih sampai 40 persen di Teheran dan mereka kemungkinan akan mendukung kandidat yang mendukung reformasi. Namun, apa saja bisa terjadi di dalam bilik pemungutan suara.
”Warga Iran biasanya akan membuat keputusan di saat itu juga. Jadi, saya kira mereka akan datang memberikan hak suaranya,” ujarnya.
Dalam pemilu kali ini, akan ada 7.148 kandidat yang dapat dipilih untuk mengisi 290 kursi di 31 provinsi yang ada di Iran. Direktur Masa Depan Inisiatif Iran di Dewan Atlantik, Amerika Serikat, Barbara Slavin mengatakan, sejak pemilu pertama Iran pada 2004, baru kali ini pemilu parlemen tidak kompetitif.
”Kalau sejarah berulang, kubu konservatif yang juga akan memenangi pemilu presiden pada 2021,” ujarnya.
Situs The Guardian, Kamis, menyebutkan konservatif akan menang karena kesalahan pemerintahan reformis Rouhani yang dinilai rakyat gagal membawa Iran ke situasi lebih baik. Bahkan, banyak kasus korupsi yang melibatkan para pejabat. Rakyat pun tidak lagi percaya pada upaya reformasi.
Harapan Iran dari anak muda juga sulit karena mereka tidak mau ikut pemilu. ”Kita pilih atau tidak, sama saja. Toh, pemerintah putuskan semuanya sendiri tanpa pertimbangan parlemen. Tidak ada gunanya parlemen," kata Mehdi (20), yang sudah memiliki usaha sendiri, kepada CNBC. (REUTERS/LUK)