Presiden Amerika Serikat, Donald Trump tidak terlalu memikirkan sikap pemerintah Filipina yang memutuskan mengakhiri aliansi militer kedua negara.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Keputusan Pemerintah Filipina untuk mengakhiri aliansi militer dengan Amerika Serikat, sekutu lamanya di kawasan Asia Pasifik, tidak dipedulikan oleh Presiden AS Donald Trump. Keputusan itu berlaku 180 hari setelah mulai dikeluarkan oleh Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Selasa (11/2/2020).
”Sejujurnya, saya tidak pernah terlalu memikirkan hal tersebut. Kami, Pemerintah AS, banyak memberikan bantuan kepada pemerintah dan rakyat Filipina. Kami membantu mereka mengalahkan NIIS. Saya tidak peduli kalau mereka ingin melakukan hal itu. Tindakan itu malah membuat kami menghemat banyak biaya,” kata Trump di Gedung Putih, Rabu (12/2/2020), dikutip dari kantor berita Al Jazeera.
Trump, yang sebelum menjalani perannya sebagai orang nomor satu di AS adalah taipan properti, buru-buru menambahkan, hubungan antara dirinya dan Duterte sebenarnya baik-baik saja. ”Kita akan lihat beberapa waktu ke depan,” katanya.
Keputusan untuk mengakhiri aliansi militer Filipina dengan Amerika Serikat (VFA) ditengarai karena kemarahan Duterte atas kebijakan Pemerintah AS yang mencabut visa pejabat kepolisian Filipina, Ronald Dela Rosa, yang memimpin operasi antinarkoba selama beberapa tahun terakhir. Dela Rosa kini menjadi sekutu politik Duterte di parlemen.
Filipina juga memiliki perjanjian pertahanan dan keamanan lain dengan AS. Menurut Menteri Luar Negeri Filipina Teodor Locsin Jnr, dikutip dari South China Morning Post, menyatakan, mereka memiliki Enhanced Defense Cooperation Agreement yang ditandatangani kedua pemerintahan tahun 2014. Perjanjian itu memberikan keleluasaan pasukan AS untuk mendirikan barak dan menyimpan perlengkapan persenjataan di lima lokasi yang disepakati kedua belah pihak.
Locsin juga menjelaskan, sejak 2016 hingga 2019, Pemerintah AS telah memberikan bantuan lebih dari 550 juta dollar kepada Filipina untuk belanja pertahanan. Keputusan Duterte untuk menghentikan kerja sama militer VFA, diakui Locsin, akan memberikan efek pada kemampuan ekonomi Filipina.
Bagi AS, berakhirnya kerja sama militer dengan Filipina membuat posisi mereka di Asia menjadi goyah seiring beberapa friksi akibat penempatan pasukan di Jepang dan Korea Selatan. Pada saat yang sama, AS juga berhadapan dengan China dan Korea Utara.
Membatalkan
Beberapa lawan politik Duterte menilai langkah sang presiden tidaklah bijak. Mereka menilai bahwa tanpa persetujuan Senat, Duterte tidak memiliki hak secara sepihak menghentikan kerja sama dengan negara lain, khususnya AS.
”Kita harus angkat bicara tentang hal yang penting ini,” kata Senator Richard Gordon.
Namun, para senator pendukung Duterte, khususnya dari kaum nasionalis, menilai AS tidak berbuat apa-apa ketika China membangun pertahanannya di sebuah pulau di Laut China Selatan. Mereka juga menilai kerja sama militer itu hanya memberikan keuntungan yang lebih kepada pihak AS dibandingkan dengan Filipina.
Duterte memiliki kecenderungan untuk mendekat ke China dan Rusia. Sebuah langkah yang dinilai oleh Menteri Pertahanan AS Mark Esper sebagai sebuah langkah yang tidak menguntungkan. (REUTERS)