Presiden Rusia Vladimir Putin menunjuk utusan baru untuk Ukraina. Langkah itu diambil untuk membuka peluang baru dalam proses pembicaraan damai kedua negara.
Oleh
Luki Aulia
·2 menit baca
PARIS, RABU — Presiden Rusia Vladimir Putin menunjuk rekan dekatnya, Dmitry Kozak, untuk menjadi utusan atau perwakilan baru guna membicarakan isu Ukraina, posisi yang semula diisi pakar strategi Vladislav Surkov. Penunjukan utusan baru ini diharapkan dapat membuka peluang atau fase baru dalam perundingan Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri konflik yang telah berlangsung selama enam tahun terakhir.
Juru bicara kepresidenan Perancis mengungkapkan hal itu, Rabu (12/2/2020). Pertemuan terakhir Rusia dan Ukraina terjadi ketika Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky bertatap muka dengan Presiden Putin, 9 Desember lalu, di Paris. Pertemuan itu difasilitasi Presiden Perancis Emmanuel Macron dan dihadiri Kanselir Jerman Angela Merkel.
Hingga kini belum banyak perkembangan setelah pertemuan yang diharapkan akan bisa mengakhiri konflik yang telah menyebabkan ribuan orang tewas sejak 2014 itu. Satu-satunya perkembangan positif adalah para pemimpin kedua negara itu bersedia bertemu lagi empat bulan setelah pertemuan.
Para pengamat menilai, penunjukan utusan baru untuk Ukraina itu termasuk perkembangan positif menuju perundingan perdamaian. Ini karena Kozak selama ini dipandang sebagai tokoh yang pragmatis dan tidak berpihak dibandingkan dengan dengan Surkov yang memiliki hubungan baik dengan separatis Ukraina.
”Timnya berubah dan ini berarti kedua belah pihak sepakat pengaturan ulang tim negosiasi ini bisa membuka fase baru perundingan,” kata juru bicara kepresidenan Perancis yang tidak mau disebut namanya itu.
Di sisi lain, Zelensky juga memberhentikan Kepala Staf Andriy Bogdan dengan Andriy Yermak, rekan dekatnya yang selama ini memimpin perundingan-perundingan dengan Rusia dan negara-negara lain. Yermak menegaskan, pihaknya akan terus menangani kebijakan luar negeri Ukraina. Perundingan untuk mencapai perdamaian penting karena sudah lebih dari 13.000 orang yang tewas dan sekitar 1,5 juta orang terpaksa mengungsi. (REUTERS)