Merebaknya Berita Bohong Persulit Penanganan Wabah Korona Baru
Respons warga yang berlebihan dan salah akibat berita bohong tentang wabah virus korona tipe baru (Covid-19) dikhawatirkan berakibat lebih buruk bagi penanganan efek meluasnya virus tersebut.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·6 menit baca
LONDON, JUMAT — Merebaknya berita bohong atau berita palsu (hoaks), termasuk informasi yang salah dan saran yang tidak akurat di media sosial, dapat membuat penanganan wabah penyakit, seperti epidemi virus korona tipe baru (Covid-19) yang saat ini menyebar di China, lebih sulit. Respons warga yang berlebihan dan salah dikhawatirkan malah berakibat lebih buruk bagi penanganan efek meluasnya virus tersebut.
”Ketika berbicara tentang Covid-19, ada banyak spekulasi, informasi yang salah dan berita palsu yang beredar di internet: tentang bagaimana virus itu berasal, apa yang menyebabkannya, dan bagaimana penyebarannya,” kata Paul Hunter, profesor di East Anglia University (UEA), Inggris, yang ikut memimpin penelitian tentang bagaimana penyebaran informasi salah ikut memengaruhi penyebaran wabah penyakit.
Hasil penelitian itu dipublikasikan, Jumat (14/2/2020). ”Informasi yang salah berarti bahwa saran buruk dapat beredar dengan sangat cepat dan hal itu dapat mengubah perilaku manusia untuk mengambil risiko yang lebih besar,” kata Hunter.
Para ilmuwan di East Anglia University mengatakan bahwa setiap keberhasilan menghentikan orang yang membagikan berita palsu dapat membantu menyelamatkan nyawa. Dalam penelitian mereka, tim pimpinan Hunter fokus pada tiga penyakit menular lainnya, yakni flu, cacar monyet (monkeypox), dan norovirus. Meski demikian, temuan mereka juga dapat berguna untuk menangani wabah virus korona tipe baru.
”Berita palsu dibuat tanpa menghormati keakuratan dan sering kali didasarkan pada teori konspirasi,” kata Hunter.
Berita palsu dibuat tanpa menghormati keakuratan dan sering kali didasarkan pada teori konspirasi.
Sejak awal Februari lalu, otoritas di sejumlah negara dan pemerintahan, seperti Malaysia, India, Thailand, Indonesia, dan Hong Kong, telah menangkap sejumlah orang terkait tuduhan penyebaran berita bohong tentang virus korona. Pekan lalu, aparat kepolisian Iran dan Hongaria juga menangkap orang dan jaringan pengelola laman yang mengunggah video berisi berita bohong tentang kematian korban virus korona baru di negara masing-masing.
Seiring dengan masih terus menyebarnya wabah virus tersebut, kecemasan warganet menghiasi berbagai unggahan di media sosial, mulai dari yang bernada aneh hingga unggahan dengan maksud jahat. Unggahan-unggahan tersebut, misalnya, berisi spekulasi tentang bagaimana virus korona baru bisa ditangkap melalui video game atau dihindari–seperti unggahan yang dibagikan seorang menteri di pemerintahan Myanmar–dengan makan banyak bawang.
Dalam studi yang diterbitkan dalam jurnal terpisah, para peneliti East Anglia University juga menciptakan simulasi teoretis tentang penyebaran wabah norovirus, flu, dan monkeypox. Model simulasi dalam penelitian mereka memperhitungkan studi perilaku nyata, bagaimana berbagai penyakit itu menyebar, masa inkubasi, dan waktu pemulihan, serta kecepatan dan frekuensi unggahan di media sosial dan aktivitas berbagi informasi di kehidupan nyata.
Mereka juga memperhitungkan betapa rendahnya kepercayaan terhadap pihak berwenang terkait dengan kecenderungan untuk meyakini teori konspirasi. Fakta lainnya yang mengkhawatirkan, yakni orang lebih cenderung berbagi saran buruk di media sosial daripada saran bagus dari sumber-sumber tepercaya.
Kasus baru di China
Sementara Jumat ini, China melaporkan 5.090 kasus baru dan 121 kematian baru di negeri tersebut. Otoritas kesehatan negara itu menyebutkan, total 63.851 orang telah tertular virus korona tipe baru (Covid-19), sementara 1.380 orang meninggal akibat virus tersebut. Provinsi Hubei, pusat penyebaran wabah virus itu, sebelumnya melaporkan 4.823 kasus baru dan 116 kematian.
Para pejabat kesehatan di Hubei mengatakan, mereka mulai menghitung kasus-kasus yang didiagnosis secara klinis untuk memastikan pasien dirawat sedini mungkin. Tindakan perawatan terhadap mereka didahulukan daripada harus menunggu hasil tes laboratorium untuk mengonfirmasi bahwa mereka memiliki penyakit Covid-19. Perubahan dalam metode diagnosis itu menyebabkan jumlah kasus dan kematian baru menurun tajam dibandingkan hari sebelumnya.
Pakar penyakit menular pada Centre for International Security Studies di Universitas Sydney, Adam Kamradt-Scott, mengatakan bahwa data terbaru tidak memberikan indikasi bakal memuncaknya wabah tersebut dalam waktu dekat. ”Berdasarkan tren saat ini dalam kasus-kasus yang telah terkonfirmasi, sepertinya ada indikasi yang jelas bahwa sementara otoritas China telah melakukan hal terbaik guna mencegah penyebaran virus korona, langkah-langkah cukup drastis yang mereka implementasikan tampaknya terlalu sedikit dan terlambat,” kata Kamradt-Scott.
Adapun Jepang, Kamis kemarin, mengonfirmasi kematian pertama akibat virus korona, yakni seorang perempuan berusia 80-an tahun di Prefektur Kanagawa, dekat Tokyo. Ini merupakan kematian ketiga di luar China, selain di Hong Kong dan Filipina. Jepang adalah salah satu dari puluhan negara dan teritori yang terkena wabah virus korona tipe baru.
Sementara itu, kapal pesiar MS Westerdam, yang sebelumnya terapung di lautan selama dua pekan karena ditolak berlabuh di lima negara, akhirnya bersandar di Kamboja, Jumat ini. Kapal tersebut ditolak lima negara terkait kekhawatiran soal penularan Covid-19. MS Westerdam mengangkut 1.455 penumpang dan 802 kru kapal.
Kapal itu mulai bersandar di kota Sihanoukville, Kamis kemarin. Sebelum penumpang diperbolehkan turun, sejumlah pejabat Kamboja masuk ke kapal dan mengambil sampel dari penumpang yang memiliki gejala sakit atau simtom seperti flu. Penumpang disambut Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang menjabat tangan mereka dan memberi mereka rangkaian bunga mawar.
”Saya dan istri memberi dia (PM Hun Sen) beberapa cokelat sebagai apresiasi kami,” ujar Lou Poandel, turis asal New Jersey, setelah turun dan disambut Hun Sen.
Efek bagi ekonomi
Pihak berwenang dan pelaku pasar keuangan terus menghitung kemungkinan efek dari penyebaran Covid-19. Ekonomi China diproyeksikan akan tumbuh pada tingkat paling lambat sejak krisis keuangan satu dekade silam secara triwulanan. Demikian menurut jajak pendapat Reuters, Kamis.
Para ekonom mengatakan, tekanan atas ekonomi China akan berumur pendek jika wabah itu segera dapat dikendalikan. Jajak pendapat tersebut dilakukan pada 7-13 Februari 2020 terhadap 40 ekonom yang berbasis di China daratan, Hong Kong, Singapura, serta Eropa dan AS.
Diperkirakan pertumbuhan ekonomi tahunan China pada triwulan I-2020 bakal merosot menjadi 4,5 persen dari 6,0 persen pada triwulan sebelumnya. Penurunan itu diperkirakan akan menurunkan tingkat pertumbuhan setahun penuh pada 2020 menjadi 5,5 persen dari 6,1 persen pada 2019. Jika hal itu benar-benar terjadi, capaian tersebut akan menjadi yang terlemah sejak tahun 1990 ketika catatan pembanding dimulai.
Namun, para ekonom optimistis bahwa ekonomi akan bangkit kembali segera setelah menginjak triwulan kedua, dengan pertumbuhan kemudian diperkirakan akan pulih ke median 5,7 persen. Angka itu didorong lebih tinggi, dalam beberapa perkiraan optimistis dari para ekonom yang berbasis di daratan China. Kisaran pertumbuhannya adalah 2,9-6,5 persen.
”Tidak ada yang tahu efek upaya penanganan virus itu di China pada pertumbuhan dan kami mungkin tidak akan pernah yakin. Kami menganggap pertumbuhan produk domestik bruto benar akan turun di bawah 2 persen di triwulan I dari 4,0 persen di triwulan IV, sesuatu yang sudah secara substansial lebih rendah dari pertumbuhan 6,0 persen secara resmi,” kata Freya Beamish, kepala ekonom Asia di lembaga Pantheon di London.
Menurut Beamish, terhantamnya produksi mungkin akan tetap terasa sepanjang tahun ini. Namun, sejumlah kegiatan sektor jasa bakal terempas.
Pelarangan aktivitas warga dan kelompok bisnis yang diberlakukan mulai awal Imlek jadi perhatian utama para analis. Libur Imlek itu biasanya adalah waktu tersibuk bagi sebagian besar bisnis jasa. Kondisi tersebut, menurut sebagian besar ekonom, akan mempercepat penurunan ekonomi yang sejatinya sudah terlihat sebelum wabah korona tipe baru itu menyebar. (AFP/REUTERS/SAM)