Celah Baru Kontrol Negara di Tengah Wabah Virus Korona
Dengan menyebarnya wabah virus korona, Pemerintah China memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan dan sistem pengawasan untuk melacak penyebarluasan virus hingga ke sudut-sudut negeri.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
REUTERS/STRINGER
Orang-orang memakai masker wajah terlihat di pinggir jalan setelah merebaknya virus korona di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Jumat (7/2/2020).
Seorang pria yang tidak disebutkan namanya terkaget-kaget ketika dihubungi oleh petugas kepolisian di kota tempat tinggalnya, Hangzhou, China. Dia diminta tidak keluar rumahnya selama dua pekan ke depan untuk menghindari diri dari jangkitan wabah virus korona, yang kini melanda China daratan.
”Tetap tinggal di dalam rumah selama dua pekan ke depan,” kata pria tersebut mengulangi permintaan petugas kepolisian setempat, seperti diberitakan Reuters.
Pria tersebut memang baru saja kembali ke rumahnya di wilayah Hangzhou ketika polisi menghubunginya. Polisi menelusuri keberadaannya setelah mengecek tanda nomor kendaraan bermotor (TNKB) mobil miliknya yang sempat terekam kamera lalu lintas di dekat Wenzhou, kota pelabuhan dan bisnis di China bagian barat.
Permintaan itu disampaikan petugas karena pria tersebut sempat menyinggahi Wenzhou, salah satu kota terakhir yang warganya diisolasi dan dikarantina oleh Pemerintah China. Meski jaraknya hampir 500 mil atau sekitar 800 kilometer dari Wuhan, pusat merebaknya virus korona di Provinsi Hubei, polisi dan pihak berwenang tidak mau kecolongan dengan penyebaran virus yang lebih luas.
AP PHOTO
Dalam foto pada 6 Februari 2020, petugas kesehatan merawat pasien terinfeksi virus korona baru di unit perawatan intensif yang terisolasi di rumah sakit di Wuhan, Provinsi Hubei, China.
Selama 12 hari berada di dalam rumah membuat pria itu bosan dan memutuskan untuk keluar rumah mencari udara segar. Namun, kali ini, tidak hanya polisi yang menghubunginya. Bos di tempatnya bekerja pun menghubunginya dan memintanya segera kembali ke rumah setelah pihak berwenang menghubungi perusahaan tempatnya bekerja dan memberikan peringatan tentang hal ini.
Pihak berwenang mengetahui kalau pria ini keluar dari rumah setelah sebuah kamera berhasil mengenali wajahnya ketika tengah berada di sebuah danau, yang terletak di bagian barat provinsi tersebut. Rupanya pihak berwenang memberi peringatan pada perusahaan tempatnya bekerja. Bos di perusahaannya pun langsung turun tangan.
”Saya terkejut dengan kemampuan jaringan pengawasan (pengintaian) massal ini. Sederhananya, dengan teknologi ini–dengan kecerdasan buatan, teknologi, dan big data–mampu melacak pergerakan siapa pun ke mana pun mereka berada,” kata pria tersebut yang enggan disebutkan identitasnya.
Teknologi pemindai wajah dan tubuh
Pemerintah China sejak beberapa tahun terakhir mencoba mengintensifkan penggunaan teknologi kecerdasan buatan di seluruh pelosok negeri. Pada tahun 2017, mereka telah mengumumkan peta jalan penerapan teknologi kecerdasan buatan yang disebut sebagai Peta Jalan Pengembangan Teknologi Kecerdasan Buatan.
Kompas/Hendra A Setyawan
Sophia, robot yang didukung dengan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Dikutip dari The Forbes, dari segi ekonomi, Pemerintah China ingin memanfaatkan teknologi ini untuk menghubungkan seluruh kegiatan ekonomi dan industrinya pada 2025. Dengan teknologi ini, mereka menginginkan terjadinya keseimbangan suplai dan permintaan barang serta jasa. Kemakmuran dan kesejahteraan rakyat menjadi tujuan.
Di sisi yang lain, teknologi ini dibuat untuk membantu pemerintah dan Partai Komunis yang berkuasa di negeri ini untuk menciptakan stabilitas politik. Sumber daya militer dan diplomasi juga menjadi alat untuk mendukung kebijakan baru ini.
Kini, dengan menyebarnya wabah virus korona, Pemerintah China memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan dan sistem pengawasannya untuk melacak penyebarluasan virus hingga ke sudut-sudut negeri.
Kamera-kamera pengawas yang ditempatkan di berbagai sudut kota oleh perusahaan-perusahaan teknologi yang didukung Pemerintah China kini bahkan mampu memindai atau mendeteksi warga yang baru terpapar oleh demam (dipindai berdasarkan kenaikan suhu badan di atas suhu normal manusia), mengenali wajah bahkan ketika wajah itu tertutup oleh masker, dan kemudian melaporkan hal tersebut ke pihak berwenang.
GREG BAKER/AFP/GETTY IMAGES
Kamera pengawas dipasang di berbagai sudut kota oleh perusahaan teknologi China. Foto diambil di Xinjiang, China, yang dipasang untuk memantau antara lain pergerakan warga setempat.
Jika seorang pasien yang terpapar virus korona berada di dalam sebuah kereta dengan tujuan tertentu, sistem pengawasan bisa langsung memberikan informasi daftar nama orang-orang yang duduk di sekitar pasien tersebut.
Epidemologis dari Universitas Kedokteran Zheijiang, Li Lanjuan, dalam sebuah wawancara dengan stasiun televisi CCTV, pekan lalu, mengatakan, memasuki era big data dan internet ini, pergerakan manusia dapat dilihat dengan mudah.
Kemampuan negara untuk melihat pergerakan warga saat ini, ketika virus korona mewabah, berbeda ketika SARS merebak hampir dua dekade lalu. ”Dengan teknologi ini, kita harus menggunakannya secara maksimal untuk mencari sumber penyakitnya dan mengisolasi setiap sumber infeksi,” kata Li.
Kementerian Perindustrian pun mengirimkan surat kepada setiap perusahaan yang memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan dan lembaga penelitian untuk membantu mereka mengatasi wabah ini. Beberapa perusahaan menyambut baik ajakan tersebut.
Megvii, sebuah firma pemindaian wajah yang berkantor di Beijing, menyebutkan kalau teknologi baru mereka bisa mendeteksi warga yang sedang flu (demam).
Teknologi kecerdasan buatan dan kamera mereka mampu mendeteksi suhu tubuh manusia secara akurat serta mengenali bentuk tubuh hingga wajah mereka. Kini, teknologi tersebut tengah diuji coba di Beijing.
AFP/HECTOR RETAMAL
Seorang laki-laki mengenakan masker pelindung dari virus korona baru sembari berjalan di Beijing, China, yang sepi pada 31 Januari 2020.
Perusahaan teknologi lainnya, SenseTIme, menyebutkan telah mengembangkan sistem yang mirip dengan sistem yang dikembangkan Megvii dan bisa digunakan di pintu masuk gedung dan perkantoran lainnya.
Teknologi tersebut bahkan bisa mengenali wajah seseorang meski mereka menggunakan masker. Ini adalah kemajuan dibandingkan dengan teknologi yang sudah ada sekarang, ketika alat pemindai wajah tidak bisa mengenali wajah seseorang ketika orang tersebut menggunakan masker atau topeng.
Bahkan, satu perusahaan IT lain, Zhejian Dahua, memiliki sensor atau alat pemindai suhu tubuh dengan tingkat akurasi hingga 0,3 derajat celsius.
Zhu Jiansheng dari Akademi Perkeretaapian China mengatakan, berbagai teknologi tersebut mampu membantu pemerintah untuk mengurangi dan bahkan menghentikan penyebarluasan virus korona yang hingga kini belum ditemukan obatnya.
Informasi-informasi tersebut berguna untuk mencegah orang yang positif terpapar virus korona untuk diisolasi dan juga orang-orang yang ada di sekelilingnya diperlakukan hal yang sama.
Meskipun sayup-sayup terdengar gerutuan warga soal pengawasan ketat dengan teknologi ini di media sosial, warga China tampaknya bisa menerima ”invasi kehidupan privat” mereka karena tingkat kedaruratan yang amat sangat.
”Dengan kondisi sekarang ini, mereka berpikir hal ini sebagai sebuah hal yang masuk akal dilakukan meski mereka tidak diberitahukan sebelumnya tentang kegiatan pengawasan yang semakin ketat ini,” kata Carolyn Bigg, partner pada firma hukum DLA Piper di Hong Kong. (REUTERS)