Pertama dalam Konflik Yaman, Evakuasi Medis bagi Warga dalam Kondisi Kritis
Evakuasi ini membutuhkan negosiasi berbulan-bulan. Langkah ini diharapkan menumbuhkan kepercayaan dengan tujuan untuk mengakhiri lima tahun konflik di Yaman. Namun, kelompok Houthi mengkritik langkah evakuasi itu.
Oleh
ADHITYA RAMADHAN
·3 menit baca
SANA’A, SELASA — Sebanyak 16 warga Yaman dalam kondisi kritis dan membutuhkan perawatan medis dievakuasi dari ibu kota Sana’a yang dikuasai pemberontak Houthi, Senin (3/2/2020).
Para pasien dan keluarganya itu diterbangkan dari Bandar Udara Sana’a, yang ditutup untuk penerbangan komersial sejak 2016, menggunakan pesawat bertuliskan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UN) menuju Amman, Jordania.
”Mayoritas pasien adalah perempuan dan anak-anak yang dalam kondisi gawat, seperti kanker dan tumor otak atau membutuhkan cangkok organ dan bedah,” cuit Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam akun Twitter-nya.
Salah seorang anak yang menunggu dievakuasi, Abdullah Abed, menderta gagal ginjal dan membutuhkan cangkok ginjal. ”Kami sangat senang,” ujar ayah Abed, Abed Ali Murshid. ”Hari ini adalah dimulainya ’jembatan udara’ yang kami tunggu selama dua tahun,” katanya.
”Di Yaman banyak warga yang kondisi kesehatannya parah dan perlu dibawa ke pelayanan kesehatan. PBB harus mengoperasikan ’jembatan udara’ secara rutin, mengirim pasien yang kritis ke luar Yaman, dan membuka bandara Yaman serta blokade Yaman,” kata Murshid.
”Ini adalah evakuasi yang pertama. Harapannya, akan ada lagi ’jembatan udara medis’ berikutnya,” ujar Lise Grande, Koordinator Warga PBB untuk Yaman.
Ia juga menginformasikan ada pasien lain dan keluarganya yang siap dievakuasi ke Jordania dan Mesir dalam beberapa hari ke depan. ”Sangat penting agar pesawat yang membawa pasien terbang dan sampai tujuan,” kata Grande.
Negosiasi berbulan-bulan
Evakuasi ini membutuhkan negosiasi berbulan-bulan. ”Kami semua merasa hari ini ada terobosan dan pertanda adanya harapan di Yaman,” ucap Grande.
Pemerintah Yaman, yang didukung koalisi pimpinan militer Arab Saudi, telah berperang melawan pemberontak Houthi dukungan Iran sejak 2014 ketika mereka merebut ibu kota Sana’a. Pada November 2019, koalisi Arab Saudi yang menguasai Bandar Udara Yaman menyatakan bahwa pasien yang membutuhkan perawatan medis diizinkan untuk dievakuasi dari Sana’a.
Evakuasi ini membutuhkan negosiasi berbulan-bulan.
Langkah itu merupakan upaya menumbuhkan kepercayaan dengan tujuan untuk mengakhiri lima tahun konflik yang telah menewaskan ribuan orang dan membuat jutaan lainnya telantar. PBB menyebut konflik di Yaman sebagai krisis kemanusiaan terburuk di dunia.
Peluncuran ”jembatan udara” ini menjadi secercah harapan di Yaman. Langkah ini juga diharapkan menjadi pijakan pembukaan kembali Bandar Udara Sana’a, salah satu isu yang didorong pihak mediator untuk dibahas.
Sementara itu, kelompok Houthi mengkritik rencana evakuasi tersebut. Menurut mereka, upaya evakuasi itu tidak sesuai dengan harapan untuk mengangkut ribuan warga yang sakit agar keluar dari Yaman guna mendapatkan pelayanan kesehatan.
”WHO mengatakan, mereka akan membawa pasien dengan pesawat kecil berkapasitas tujuh orang setiap hari,” kata kelompok Houthi, seperti disiarkan televisi Al-Masira.
”Jumlah warga yang sakit serius yang mendaftar untuk evakuasi medis itu mencapai sekitar 32.000,” lanjut Houthi.
Kepada kantor berita AFP, WHO menyatakan bahwa tiga penerbangan lainnya telah dijadwalkan pada 4, 5, dan 7 Februari 2020 menuju Amman dan Kairo.(AFP/REUTERS)