Paus Fransiskus akan melawat ke Indonesia pada September 2020. Lawatan itu berselang 30 tahun sejak Paus Yohanes Paulus II menyambangi Indonesia pada 1989.
Oleh
KRIS MADA
·3 menit baca
VATIKAN, SENIN —Vatikan belum memastikan rencana kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia. Walakin, sejumlah diplomat di Roma dan Vatikan menginformasikan rencana kunjungan itu, Senin (3/2/2020). Paus Fransiskus disebut akan mendorong dialog antariman lewat lawatan ke Indonesia.
Selain ke Indonesia, dalam kunjungan kali ini, Paus Fransiskus dikabarkan akan
mengunjungi Timor Leste dan Papua Niugini. Jika terwujud, inilah pertama kali Timor Leste disambangi pemimpin tertinggi umat Katolik itu.
Dalam kunjungan ke Indonesia pada 1989, Paus Yohanes Paulus II mengunjungi Timor Timur—saat Timor Leste masih menjadi bagian dari Indonesia.
Kabar lawatan Paus Fransiskus ke Indonesia mencuat setelah Khatib Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Kh Yahya Cholil Staquf menyinggungnya pada pertengahan Januari 2020. Kala itu, Yahya tengah berkunjung ke Vatikan dan bertemu Paus Fransiskus.
Dalam pertemuan dengan Paus Fransiskus, Yahya memang tidak membahas rencana lawatan ke Indonesia. Apalagi, pertemuan itu bukan khusus untuk perwakilan Indonesia. Lawatan itu bagian dari pertemuan Paus Fransiskus dengan perwakilan agama-agama rumpun Ibrahim, yakni agama yang diwahyukan kepada Nabi Ibrahim dan keturunannya.
Mereka membahas perdamaian dunia. Mereka juga menyatakan dukungan kepada ”Piagam Persaudaraan Kemanusiaan” yang ditandatangani bersama antara Paus Fransiskus dan Imam Besar Al Azhar, Syaikh Ahmad Al Tayeb, pada Februari 2019. Penandatanganan itu bersejarah karena untuk pertama kalinya Paus melawat ke Jazirah Arab. Dalam muhibah itu, Paus Fransiskus juga memimpin misa yang dihadiri 180.000 umat Katolik dari Jazirah Arab.
Perdamaian
Untuk memperingati penandatanganan itu, kemarin perwakilan umat beragama berkumpul di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA). Sejak beberapa waktu terakhir, UEA berusaha membangun citra sebagai negara yang ramah bagi umat beragama.
Pertemuan di Abu Dhabi kemarin adalah bagian dari upaya mendorong dialog antariman. Selain itu, Abu Dhabi tengah membangun kompleks rumah ibadah yang terdiri dari gereja, masjid, dan sinagog. Proyek bernama Abrahamic House of Fraternity itu dijadwalkan selesai pada 2022. Sebelum proyek itu, di Abu Dhabi telah berdiri beberapa gereja. Sementara sinagog tanpa nama didirikan di luar kawasan kota Abu Dhabi.
Bersama Arab Saudi, UEA terus meningkatkan jangkauan kepada umat Kristiani dan Yahudi. Selain Katolik, dijalin pula hubungan dengan aneka Gereja Protestan. Sebagian menyoroti, kedekatan itu berkaitan dengan semakin terbukanya negara-negara Arab pada Israel.
Perwakilan Kongregasi Hebrew Washington, Rabi Bruce Lustig, menegaskan, kehadiran di Abu Dhabi kemarin bukan karena alasan politis. ”Kami di sini untuk forum perdamaian bagi seluruh umat manusia. Saya bahagia apabila ada hubungan lebih baik dengan Israel. Saya bahagia apabila bisa membawa keadilan dan perdamaian kepada orang-orang yang merasakan ketidakadilan di dunia ini,” tuturnya.
Meski ada gejala membaik, negara-negara Arab tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel. Bahkan, belakangan, negara-negara Arab bersikap keras gara-gara usulan kesepakatan damai Israel-Palestina yang disodorkan Amerika Serikat. Usulan itu dinilai menghapus hak Palestina dan mengesahkan pendudukan Israel atas Palestina. (AP/REUTERS)