Pastikan Keamanan Proses Pemulangan WNI dari China
Pemantauan ketat harus dijalankan setidaknya selama 14 hari setelah mereka tiba di Indonesia, sesuai masa inkubasi dari virus tersebut. Langkah ini sangat penting untuk memastikan tidak ada penularan virus yang terbawa.
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 250 warga negara Indonesia di Provinsi Hubei, China, tempat virus korona jenis baru diidentifikasi pertama kali, telah dipulangkan menuju Tanah Air. Proses pemulangan dipastikan telah sesuai dengan protokol kesehatan yang berlaku, mulai dari proses penjemputan, penerbangan, hingga observasi kesehatan yang diperlukan.
Meski begitu, pemantauan ketat harus dijalankan setidaknya selama 14 hari setelah mereka tiba di Indonesia, sesuai dengan masa inkubasi virus tersebut. Langkah ini sangat penting untuk memastikan tidak ada penularan virus yang terbawa.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, dalam acara pelepasan tim evakuasi, Sabtu (1/2/2020), di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang, Banten, menuturkan, serangkaian pemeriksaan kesehatan sudah dilakukan untuk memastikan WNI yang dijemput dalam kondisi sehat. Kedisiplinan dalam pengamanan protokol kesehatan pun akan terus dilakukan.
WNI yang berada di Provinsi Hubei tersebut tersebar di sembilan lokasi berbeda. Lokasi tersebut antara lain kota Enshi yang berjarak 542 kilometer dari bandara Wuhan, kota Suizhou yang berjarak 222 kilometer, kota Xianning yang berjarak 98 kilometer, serta lima lokasi yang berada di kota Wuhan.
Menteri Retno menyebutkan, jumlah WNI yang akan dijemput dari Provinsi Hubei sebanyak 245 orang. Sementara terdapat lima orang dari tim pendahulu (advance) Kementerian Luar Negeri yang sampai di Wuhan lebih awal dan turut kembali ke Tanah Air. ”Jadi, yang ikut pulang dari Wuhan ke Indonesia untuk menjalankan protokol adalah 250 orang,” ucapnya.
Secara rinci, dari 250 WNI tersebut, sebanyak 101 laki-laki dan 149 perempuan. Adapun pembagian usia yang ada, 247 orang berusia dewasa dan 3 orang usia anak.
Persiapan bagus
Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana, yang juga turut dalam penjemputan WNI di Provinsi Hubei, mengatakan, persiapan yang dilakukan sudah cukup baik. Begitu pula dengan lokasi observasi yang akan dijadikan tempat karantina dari WNI yang dipulangkan.
”Persiapan cukup bagus. Semua sudah siap dari sisi sumber daya manusia, logistik, juga kesehatan. Nanti, yang berangkat untuk menjemput dari TNI, Kementerian Kesehatan, Kementerian Luar Negeri, dan maskapai,” ucapnya.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto menyampaikan, protokol kesehatan yang telah disiapkan oleh TNI setelah WNI tiba di Tanah Air antara lain tempat isolasi yang jauh dari permukiman penduduk.
”Yang terbaik dan terpilih adalah wilayah Natuna. Jarak dari gedung tempat tinggal sementara WNI dengan wilayah penduduk sekitar 5 kilometer hingga 6 kilometer,” ucapnya.
Hadi mengatakan, Natuna merupakan pangkalan militer yang telah difasilitasi dengan rumah sakit dan memiliki landasan pacu yang dekat dengan wilayah tempat singgah WNI dilakukan. Setidaknya, di lokasi tersebut bisa ditampung sekitar 300 orang serta dilengkapi dengan sarana dan prasarana seperti MCK (mandi, cuci, kakus) dan dapur lapangan.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyebutkan, WNI yang akan dijemput berada dalam keadaan sehat. Sebelumnya sudah dilakukan pemeriksaan kesehatan terhadap mereka. Pemantauan pun akan terus dilakukan ketika mereka tiba di Indonesia. Setidaknya, proses observasi dilakukan selama 14 hari sebelum WNI ini bisa kembali ke daerah masing-masing.
”Nanti (setelah tiba di Indonesia), kita akan lakukan transit observation sesuai protokol WHO (Organisasi Kesehatan Dunia). Kami akan pantau terus mereka sehingga harus dilakukan secara disiplin agar ketika kembali ke tempat tinggalnya tetap dalam keadaan sehat,” ucapnya.
Pembatasan pengunjung
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono menyebutkan, meski tidak ada larangan perjalanan atau perdagangan bagi pengunjung yang datang dari China, pengawasan akan lebih ketat diberlakukan. Hal ini merujuk pada penetapan WHO terkait status darurat kesehatan global untuk virus korona jenis baru (novel coronavirus/2019-nCoV).
”Pengawasan yang dilakukan saat ini dengan menempatkan pesawat yang baru tiba dari China di apron (tempat parkir pesawat) yang paling jauh. Setelah itu, sebelum penumpang turun, petugas kantor kesehatan pelabuhan akan naik ke pesawat untuk memeriksa suhu tubuh penumpang dengan thermal gun. Baru setelah semua dalam kondisi baik, akan diberikan HAC (kartu kewaspadaan kesehatan),” tuturnya.
Selanjutnya, dia menambahkan, pengunjung akan melewati jalur yang dilengkapi dengan alat pemindai suhu tubuh (thermal scanner) dengan pintu masuk yang berada paling jauh. Pengunjung yang datang dari China tidak bisa menggunakan semua pintu masuk yang tersedia di bandara. Edukasi terkait gejala yang bisa muncul terkait virus korona jenis baru juga dijelaskan oleh petugas kantor kesehatan pelabuhan.
Deteksi virus
Terkait proses deteksi virus korona jenis baru, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Siswanto menyampaikan, prasarana laboratorium Balitbangkes telah dilengkapi dengan sarana Biosafety Level 3 (BSL-3) yang bisa memeriksa agen atau penyebab infeksius, seperti virus penyebab flu burung (H5N1), sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS CoV), sindrom pernapasan akut parah (SARS CoV), serta virus korona jenis baru (2019-nCoV).
Menurut dia, penggunaan laboratorium Balitbangkes juga sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 658/2009 tentang Jejaring Laboratorium Diagnosis Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-Emerging Disease. Dalam aturan tersebut, tertulis Balitbangkes menjadi laboratorium rujukan nasional untuk laboratorium konfirmasi penyakit infeksi new emerging dan re-emerging disease, termasuk 2019-nCoV.
”Laboratorium Balitbangkes juga telah terakreditasi WHO. Kerja sama dengan lembaga penelitian tetap berjalan, tetapi hanya untuk penemuan awal. Jika digunakan sebagai konfirmasi untuk virus baru, identifikasi berada di Balitbangkes,” kata Siswanto.
Untuk deteksi virus korona jenis baru, ia mengungkapkan, ada sejumlah tahap yang dilakukan sesuai pedoman WHO. Setelah spesimen klinis—yang terdiri dari pernapasan atas dan pernapasan bawah—diterima, tahapan observasi dilakukan dengan mengekstraksi RNA (asam ribonukleat). Kemudian, pemeriksaan PCR (polymerase chain reaction) untuk pancoronavirus akan dijalankan.
Apabila dinyatakan positif pancoronavirus, akan dilakukan tahapan berikutnya untuk menentukan virus tersebut termasuk galur 2019-nCoV atau tidak. Proses ini kemudian dilanjutkan dalam proses whole genome sequencing (pengurutan seluruh genom) yang dibandingkan dengan genom 2019-nCoV yang terdaftar di Genebank.
”Kalau sama, baru dinyatakan positif novel coronavirus. Ini memerlukan 2-3 hari,” ucap Siswanto.
Menurut dia, proses penelitian ini juga dilakukan di China, Jepang, dan Thailand. Sementara itu, ada metode lain yang telah dikembangkan oleh Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC). Pemeriksaan ini hanya dilakukan dengan sekali tahap dengan cara reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR).
”Balitbangkes sudah mendapatkan tambahan primers untuk novel coronavirus dengan metode RT-PCR. Mulai Februari ini, pemeriksaan akan menggunakan metode ini sehingga pemeriksaan bisa lebih cepat, menjadi satu hari,” ujar Siswanto.
Ia menuturkan, sampai saat ini terdapat 31 spesimen pasien yang dikirimkan ke Balitbangkes untuk diteliti terkait virus korona jenis baru. Dari spesimen tersebut, 24 spesimen telah teridentifikasi negatif, sementara 7 spesimen lainnya masih dalam proses penelitian.