Sebagian besar ladang minyak Libya berada di kawasan Libya timur dan tengah, yang dikenal dengan kawasan bulan sabit minyak, dan berada di bawah kontrol pasukan Khalifa Haftar, rival pemerintahan Tripoli dukungan PBB.
Oleh
Musthafa Abd Rahman, dari Kairo, Mesir
·3 menit baca
Konferensi internasional tentang Libya di Berlin, Jerman, telah digelar, Minggu (19/1/2020). Namun, isu panas terkait Libya kini beralih ke isu ladang minyak. Hal ini terkait langkah ngotot Jenderal Khalifa Haftar, Komandan Tentara Nasional Libya (LNA) yang menguasai wilayah timur Libya, menolak membuka pelabuhan dan ladang minyak di Libya timur, tengah dan selatan.
Perusahaan minyak nasional Libya (National Oil Corporation, NOC) yang bermarkas di Tripoli mengancam akan menghentikan produksi minyak jika Haftar terus menolak membuka pelabuhan dan ladang minyak tersebut. Sebanyak 94 persen pendapatan Libya berasal dari ekspor minyak.
Amerika Serikat (AS) melalui kantor kedutaan besarnya di Tripoli, Selasa (21/1/2020), menyerukan agar Libya segera memulai produksi minyaknya. Kedubes AS di Tripoli melalui Twitter mengatakan, terhentinya produksi dan ekspor minyak Libya bisa membawa bencana kemanusiaan di Libya. Seruan AS tersebut secara tidak langsung ditujukan kepada Haftar agar segera membuka pelabuhan dan ladang minyak sehingga produksi minyak di Libya kembali normal.
NOC menyampaikan, terhentinya produksi dan ekspor minyak Libya akan berdampak pada terhentinya suplai gas bagi pembangkit tenaga listrik di Libya dan menyebabkan kerugian 77 juta dollar AS per hari. Diperkirakan, aksi Haftar menutup pelabuhan dan ladang minyak di Libya bisa menurunkan volume ekspor minyak Libya dari 1,2 juta barel menjadi hanya 70.000 barel per hari.
Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) pimpinan PM Fayez al-Sarraj, yang berpusat di Tripoli, menyampaikan kemarahan atas aksi Haftar tersebut. Sarraj menyebut aksi Haftar itu merupakan blokade terhadap rakyat Libya.
Diperkirakan, aksi Haftar menutup pelabuhan dan ladang minyak di Libya bisa menurunkan volume ekspor minyak Libya dari 1,2 juta barel menjadi hanya 70.000 barel per hari.
Sebagian besar ladang minyak Libya berada di kawasan Libya timur dan tengah, yang dikenal dengan nama kawasan bulan sabit minyak. Kawasan itu berada di bawah kontrol pasukan Haftar. Namun, sesuai resolusi PBB, manajemen pengelolaan dan transaksi jual beli minyak berada di tangan NOC yang bermarkas di Tripoli dan berada di bawah kontrol pemerintahan PM Sarraj.
Meski demikian, NOC membagi pendapatan dari ekspor minyak itu ke semua wilayah di Libya, yakni Libya barat, timur, dan selatan. NOC menginginkan, lembaganya netral dan tidak terseret dalam konflik di Libya. Pasukan Haftar mencoba berkali-kali mengekspor minyak tanpa lewat NOC.
Namun, tidak ada negara yang membelinya karena dilarang PBB membeli minyak Libya tanpa melalui NOC. Ekspor minyak tanpa melalui NOC dianggap ilegal. Selama ini, sebagian besar ekspor minyak Libya ke Eropa, khususnya Italia dan Perancis. Eropa sampai kini berkomitmen menolak membeli minyak Libya tanpa melalui NOC.
Kubu Haftar menuduh pemerintahan PM Sarraj menggunakan pendapatan minyak Libya untuk membiayai milisi-milisi bersenjata yang mengontrol Tripoli selama ini untuk melawan pasukan Haftar.
Para analis mengatakan, faktor utama Haftar ngotot menyerang Tripoli sejak 4 April 2019 adalah untuk mengambil alih NOC dari tangan pemerintahan PM Sarraj. Harian Italia, La Repubblica, melansir bahwa aksi Haftar menutup pelabuhan dan ladang minyak Libya sebagai daya tawar untuk meminta proyek tender dari NOC yang dalam waktu dekat akan membuka proyek investasi senilai 30 miliar dollar AS.
Haftar menginginkan Perancis, Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA), yang selama ini mendukungnya dengan senjata dan finansial, mendapat bagian dari proyek investasi itu. Adapun Italia selama ini berada di belakang PM Sarraj.
Minyak di Libya baru ditemukan tahun 1958 dan mulai produksi tahun 1961. Ladang minyak terbesar di Libya adalah ladang minyak Sharara dan al-Wahah di gurun Libya tengah. Adapun pelabuhan terpenting untuk ekspor minyak adalah Pelabuhan Ras Lanuf dan Sadra di Libya tengah, Pelabuhan Hariqah di Tabruk, Libya timur, dan Pelabuhan Zawiyah di Libya barat.