Morales Serukan Pendukungnya agar Bentuk Milisi Bersenjata di Bolivia
Morales mengatakan, warga memiliki hak membela diri jika pemerintahan baru Bolivia menyerang mereka. Presiden sementara Jeanine Añez (lawan politik Morales) menyebut rekaman suara itu bukti Morales tak ingin perdamaian.
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
BUENOS AIRES, SENIN -- Mantan Presiden Bolivia Evo Morales yang mengasingkan diri di Argentina menyerukan pada pendukungnya agar membentuk milisi bersenjata, seperti di Venezuela. Seruan dalam rekaman suara Morales tersebut bocor dan diputar di Radio Kawsachum Coca (RKC) Bolivia.
Morales membenarkan bahwa suara dalam rekaman yang diputar di radio Bolivia itu memang adalah suaranya. Ia menegaskan kembali seruannya terkait pembentukan milisi bersenjata, seperti di Venezuela.
Morales mengatakan, warga memiliki hak untuk membela diri jika pemerintahan baru di Bolivia menyerang mereka. Menurut dia, milisi yang dia maksudkan bukanlah kelompok perlawanan bersenjatakan senapan, melainkan merujuk pada kelompok-kelompok pertahanan warga.
"Di Bolivia, jika Angkatan Bersenjata menembak rakyat, membunuh rakyat, rakyat memiliki hak untuk mengatur keamanan mereka. Kami tidak berbicara tentang senjata, lebih seperti ketapel. Beberapa waktu lalu kelompok-kelompok ini disebut milisi, di lain waktu mereka disebut keamanan serikat atau polisi serikat, dan di beberapa tempat itu disebut penjaga komunal. Itu bukan hal baru," kata Morales, Minggu (12/1/2020).
Dalam rekaman yang dirilis oleh stasiun radio Kawsachun Coca Tropico, Morales mengatakan bahwa dia dan para pendukungnya "terlalu percaya diri" menjelang pemilihan presiden tahun lalu, dan seharusnya memiliki "Rencana B." "Jika antara sekarang dan sebentar lagi saya akan kembali ke Bolivia, atau orang lain kembali, kita harus berorganisasi seperti di milisi bersenjata di Venezuela," kata Morales dalam rekaman itu.
Morales meninggalkan Bolivia pada November 2019 lalu setelah kerusuhan politik yang dipicu oleh tuduhan kecurangan atas kemenangannya dalam pemilihan umum yang kontroversial. Morales, mantan petani coca itu memimpin Bolivia selama hampir 14 tahun sebagai pimpinan koalisi Gerakan untuk Sosialisme (MAS).
Morales kemudian pergi ke Meksiko pada pertengahan November 2019 setelah memperoleh suaka di sana dan kemudian pindah ke Argentina.
Kepergian Morales menyusul tekanan kuat dari Angkatan Bersenjata setelah Organisasi Negara-negara Amerika menemukan "ketidakberesan" dalam pemilihan presiden Oktober 2019 yang ia menangi. Morales mengatakan, apa yang terjadi selanjutnya sebagai kudeta.
Sebanyak 29 orang tewas dalam bentrokan antara polisi dan pengunjuk rasa dalam kerusuhan itu. Sebagian besar korban tewas adalah kubu Morales.
Presiden sementara Bolivia Jeanine Añez, mantan senator dan lawan politik Morales, mengatakan bahwa rekaman suara Morales tersebut menunjukkan bahwa "perdamaian, rekonsiliasi, dan demokrasi tidak pernah menjadi pilihan bagi Morales."
Pada pertengahan Desember 2019, jaksa penuntut di Bolivia mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk menangkap Morales dengan tuduhan telah melakukan penghasutan dan terorisme. Pemerintah Añez menuduh bahwa Morales telah mengatur blokade jalan, namun Morales membantah tuduhan itu.
Morales mengatakan dalam wawancara dengan kantor berita Reuters pada bulan Desember 2019 bahwa dia akan kembali ke Bolivia ketika kampanye untuk pemilihan Presiden 3 Mei 2020 dimulai. Namun, ia bisa ditangkap saat kepulangannya tersebut. Jaksa di Bolivia telah mengeluarkan surat perintah penangkapan atas dirinya.