Indonesia Berharap Ketegangan AS-Iran Segera Menurun
Pemerintah Indonesia mengharapkan ketegangan yang terjadi di Timur Tengah akibat saling serang antara Amerika Serikat dan Iran bisa segera diturunkan.
Oleh
Anita Yossihara
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Indonesia mengharapkan ketegangan yang terjadi di Timur Tengah akibat saling serang antara Amerika Serikat dan Iran bisa segera diturunkan. Tak hanya melobi AS dan Iran melalui perwakilannya di Jakarta, Pemerintah Indonesia juga meminta Vietnam yang saat ini memimpin Dewan Keamanan Peserikatan Bangsa-Bangsa untuk mengupayakan penurunan eskalasi di kawasan Timur Tengah.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (9/1/2020), mengungkapkan, Pemerintah Indonesia terus berusaha menyampaikan pesan ke berbagai pihak agar berupaya meredam ketegangan yang terjadi di Timur Tengah.
”Tadi kami sampaikan kepada Bapak Presiden, kami berusaha menyampaikan pesan agar eskalasi tidak berlanjut. Saya sudah menyampaikan pesan ini juga melalui Duta Besar Amerika, Duta Besar Iran di Jakarta,” tuturnya seusai peresmian pembukaan rapat kerja kepala perwakilan RI dengan Kementerian Luar Negeri di Istana Negara.
Tak hanya itu, Pemerintah Indonesia juga meminta Dewan Keamanan PBB melakukan langkah-langkah menurunkan ketegangan Iran-AS. Untuk kepentingan itu, Menlu Retno sudah berkomunikasi dengan Menlu Vietnam Pham Binh Minh mengingat saat ini Vietnam tengah memimpin DK PBB.
”Tadi pagi saya melakukan komunikasi dengan Menteri Luar Negeri Vietnam yang saat ini sedang memegang presidensi DK PBB. Saya bicara melalui telepon, beliau (Menlu Vietnam) sudah berada di New York. Intinya, kami mengharapkan Vietnam juga dapat terus mengupayakan de-eskalasi dapat terjadi,” ujar Retno.
Pemerintah Indonesia juga sudah menyiapkan langkah-langkah darurat untuk mengantisipasi meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah. Salah satunya yakni memetakan lokasi warga negara Indonesia (WNI) di Iran, Irak, ataupun negara lain yang kemungkinan terdampak jika eskalasi berlanjut. Saat ini setidaknya terdapat 400 WNI di Iran dan 800 WNI di Irak. Komunikasi dengan para WNI juga diintensifkan untuk mengantisipasi kemungkinan evakuasi besar-besaran akibat konflik.
Untuk mematangkan rencana kontingensi, hari Rabu lalu, Menlu Retno menggelar rapat koordinasi dengan para kepala perwakilan yang bertugas di Iran, Irak, dan juga AS. Retno mengharapkan ketegangan di Timur Tengah bisa segera diredam sehingga tak perlu ada evakuasi WNI.
Eskalasi di Timur Tengah memanas setelah terbunuhnya jenderal penting Iran, Qassem Soleimani, dalam serangan udara yang dilakukan militer AS di Baghdad, Irak. AS menuding Soleimani bertanggung jawab atas serangan terhadap pasukan AS dan sekutunya sejak tahun 2003.
WNI sudah dihubungi
Sebelumnya, Dubes RI untuk Iran Octavino Alimuddin mengatakan, rencana evakuasi telah disebar ke seluruh WNI di Iran. Mayoritas WNI tinggal di Teheran dan Qom. ”Sebagian tinggal di daerah dekat perbatasan Iran-Irak,” ujarnya, seperti dikutip dari Kompas (9/1/2019).
Kedutaan Besar RI di Teheran telah menghubungi seluruh WNI atau kontak utama WNI di Iran. Kepada mereka disampaikan rencana evakuasi dan mereka sudah siap evakuasi.
Kementerian Luar Negeri Filipina memerintahkan seluruh warganya keluar dari Irak. Manila mengirimkan kapal penjaga laut dan pantai untuk mengevakuasi warganya. Di Irak dan Iran diperkirakan ada 7.000 warga Filipina.
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe membatalkan lawatan ke Timur Tengah pekan ini karena meningkatnya ketegangan di wilayah itu. Awalnya, Abe hendak mengunjungi beberapa negara di Timur Tengah untuk mendorong solusi diplomatik untuk meredakan ketegangan AS-Iran.
Kunjungan Presiden
Sementara itu, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Syaifullah Tamliha mengharapkan pemerintah Indonesia bisa berperan aktif dalam upaya penyelesaian kemelut di Timur Tengah. Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Uni Emirat Arab, akhir pekan ini, diharapkan tak hanya membicarakan peningkatan kerja sama bilateral, tetapi juga penyelesaian ketegangan di kawasan Timur Tengah.
“Kunjungan Presiden RI ke Abudhabi diharapkan tidak hanya sekedar kunjungan Kepala Negara Indonesia, melainkan juga sebagai Anggota Tidak Tetap DK PBB untuk menyelesaikan kemelut di kawasan Timur Tengah yang bergolak setelah terbunuhnya Soleimani,” kata Tamliha.
Jika diperlukan, Menlu Retno dapat melakukan dialog dengan semua menteri luar negeri negara-negara kawasan Timur Tengah untuk mencari solusi perdamaian dunia. Dialog itupun diharapkan bisa mencairkan hubungan diplomatik antara Arab Saudi, UEA, Kuwait, Bahrain, dan Mesir yang telah memblokade Qatar selama dua tahun terakhir.
Peran tersebut perlu diambil pemerintah sebagai komitmen pelaksanaan amanat konstitusi, menciptakan perdamaian dunia. Dengan cara itu pula dunia akan melihat konsistensi Indonesia dalam upaya perdamaian dan keamanan dunia.
Pengajar Hubungan Internasional Universitas Pembangunan Nasional Jakarta, Musa Maliki, berpendapat, pemerintah RI perlu berupaya menenangkan semua pihak agar ketegangan segera bisa diredam. Peran untuk menertibkan dan mewujudkan perdamaian dunia harus terus dilakukan dengan cara berdialog dengan semua pihak, termasuk Iran, untuk mencegah terjadinya konflik terbuka.
Hal yang tak kalah penting adalah terus memperhatikan perkembangan konflik Timur Tengah. Dengan cara itu pemerintah bisa mengatur strategi perlindungan terhadap WNI, termasuk mengevakuasi mereka keluar dari daerah konflik.