Kemenangan Konservatif Pastikan Brexit, Trump Janjikan Perdagangan Bebas AS-Inggris
Kemenangan Partai Konservatif Inggris dalam pemilu parlemen memastikan pemisahan Inggris dari Uni Eropa atau brexit. Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump menjanjikan perdagangan bebas AS-Inggris.
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
WASHINGTON, JUMAT — Pemerintah Amerika Serikat, Jumat (13/12/2019), menyatakan kesiapannya untuk mencapai kesepakatan perdagangan bebas dengan Inggris begitu Inggris resmi meninggalkan Uni Eropa atau Brexit. Kejelasan atau kepastian tentang masa depan Brexit diperoleh setelah partai konservatif pimpinan Perdana Menteri Boris Johnson memenangi pemilu parlemen dan meraih kursi mayoritas.
Partai Konservatif sendiri telah berkampanye dengan janji untuk mencapai kesepakatan dengan Washington. Partai itu juga menawarkan perangsang ekonomi meskipun pasar Eropa yang besar dan lebih dekat bakal ”terlepas”.
”Amerika Serikat berkomitmen dengan agenda global bersama AS-Inggris, termasuk memperluas hubungan ekonomi kami yang kuat dengan mencapai perjanjian perdagangan bebas yang komprehensif dengan Inggris setelah secara resmi menarik diri dari Uni Eropa,” kata juru bicara Departemen Luar Negeri Morgan Ortagus dalam sebuah pesan ucapan selamat bagi London.
Pemerintahan Presiden Donald Trump berulang kali menyuarakan antusiasme untuk kesepakatan perdagangan bebas AS-Inggris. Trump mendukung Brexit sebagai penegasan kedaulatan negeri itu. Namun, kesepakatan apa pun dapat menghadapi rintangan di Kongres karena anggota parlemen menginginkan jaminan bahwa Brexit dan penetapan ulang perbatasannya tidak akan membahayakan perdamaiannya yang rapuh di wilayah Irlandia Utara.
Trump—yang, seperti Johnson, telah menekankan nasionalisme dan secara berkala mengejutkan publik dengan pernyataannya blak-blakan—sebelumnya memuji kemenangan Johnson sebagai pertanda bagi peluangnya sendiri tahun depan. Pendekatan Trump sangat kontras dengan pendahulunya, Barack Obama, yang memperingatkan sebelum pemungutan suara Brexit 2016 bahwa Inggris akan lebih dirugikan jika meninggalkan Uni Eropa.
Secara terpisah, Presiden Perancis Emmanuel Macron justru memperingatkan Inggris bahwa semakin London memilih untuk menderegulasi ekonominya setelah Brexit, semakin ia akan kehilangan akses ke pasar Uni Eropa.
”Saya tidak berpikir bahwa Anda dapat memiliki hubungan yang kuat dengan pasar tunggal Eropa dengan perbedaan peraturan substansial pada iklim, lingkungan, ekonomi, atau peraturan sosial,” kata Macron pada sebuah konferensi pers di Brussels.
Respons pebisnis
Sementara itu, di London, kalangan pebisnis Inggris yang telah ”terpincang-pincang” selama tiga tahun oleh ketakutan dan kebingungan tentang Brexit seperti mendapatkan jeda sekaligus kepastian pasca-kemenangan Johnson. Hasil pemilihan umum berarti keluarnya Inggris dari Uni Eropa hampir pasti akan terjadi—setelah beberapa penundaan—pada 31 Januari 2020.
Masih belum jelas bagaimana Partai Konservatif akan mengarahkan ekonomi Inggris setelahnya. Hal itu karena begitu banyak hubungan perdagangan Inggris di masa depan belum dinegosiasikan setelah meninggalkan Uni Eropa. Namun, sejumlah kalangan pebisnis di Inggris merasa lega, paling tidak kepastian sudah ada di depan mata.
”Gagasan bahwa situasi dengan Brexit akan diselesaikan adalah baik untuk bisnis,” kata Andy Zneimer, dari perusahaan Clarity-The Soap Co.
Perusahaan-perusahaan harus bersiap untuk hal yang terburuk terkait Brexit dalam beberapa bulan terakhir. Kala itu Inggris terlihat bakal meninggalkan Uni Eropa tanpa kesepakatan. Hal itu dikhawatirkan menyebabkan adanya tarif perdagangan dan pengecekan perbatasan yang rumit.
Nilai tukar pound sterling Inggris dan pasar saham melonjak merespons hasil pemungutan suara karena investor menyambut kejelasan yang lebih besar pada Brexit. Pound sterling yang telah meningkat dalam beberapa hari terakhir di tengah ekspektasi kemenangan Partai Konservatif naik 2 sen terhadap dollar AS,di level 1,330 per dollar AS pada Jumat. Indeks saham blue-chip FTSE 100 London naik 1,5 persen. (AP/AFP/REUTERS)