Bencana Filipina Menunjukkan Sulit Memprediksi Gempa
Gempa berkekuatan M 6,6 menghancurkan Mindanao, Filipina Selatan, Selasa (29/10.2019). Pusat gempa ini terjadi di lokasi sama dengan gempa M 6,4 pada pada 16 Oktober 2019. Fenomena ini seperti di Lombok pada 2018.
Oleh
Ahmad Arif
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Gempa berkekuatan M 6,6 menghancurkan Mindanao, Filipina Selatan pada Selasa (29/10.2019). Pusat gempa ini terjadi di lokasi sama, yang pada 16 Oktober 2019 juga dilanda gempa berkekuatan M 6,4 dan menewaskan satu orang.
Dua bencana dengan selang dua minggu ini menunjukkan tentang sulitnya memprediksi gempa bumi. Fenomena serupa pernah terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 2018, di mana antara gempa pendahuluan dan gempa utama bisa berselang berminggu-minggu.
Institut Seismologi dan Vulkanologi Filipina, dalam rilisnya menyebutkan, gempa M 6,6 kali ini disebabkan oleh pergerakan pada patahan lokal di kedalaman sekitar 7 kilometer dan sekitar 25 kilometer timur laut Kota Tulunan di Provinsi Cotabato. Sementara itu, data Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) melaporkan bahwa gempa bumi berkekuatan M 6,8.
Gempa M 6,6 kali ini disebabkan oleh pergerakan pada patahan lokal di kedalaman sekitar 7 kilometer dan sekitar 25 kilometer timur laut Kota Tulunan di Provinsi Cotabato.
Kantor Pertahanan Sipil Filipina, seperti dikutip Associate Press menyebutkan, seorang laki-laki berusia 66 tahun meninggal karena cedera kepala setelah terkena benda yang jatuh dan 30 orang lainnya terluka. Beberapa kota juga menangguhkan kelas dan menginspeksi bangunan sekolah.
Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Daryono mengatakan, gempa dirasakan hingga wilayah Indonesia. Di Tahuna, Sangihe, Melonguane, dan Talaud, intensotasya dalam skala intensitas II-III MMI. Di wilayah tersebut guncangan dirasakan seperti truk lewat.
“Pesan penting dari peristiwa gempa ini adalah agar kita selalu mewaspadai jalur sesar aktif di darat di wilayah Indonesia, tidak hanya sumber gempa dari subduksi,” kata dia.
Daryono mengatakan, gempa Mindanao pada Selasa pagi sebenarnya sudah didahului gempa pembuka yang mengguncang kuat pada tanggal 16 Oktober 2019 atau 12 hari lalu dengan magnitudo M 6,4. Dampak gempa saat itu menyebabkan setidaknya satu orang meninggal dan lebih dari 24 orang terluka akibat guncangan kuat yang merusak bangunan saat gempa pembuka tersebut.
Gempa Selasa pagi ini magnitudonya lebih besar sehingga kemungkinan akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah, karena peta tingkat guncangannya di sekitar pusat gempa mencapai skala intensitas VII MMI. Artinya dapat terjadi kerusakan sedang hingga berat.
Gempa bumi yang didahului gempa pembuka juga pernah terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat pada 2018. Pada 29 Juli 2018 terjadi gempa M 6,4 di Lombok dengan pusat sekitar 47 km timur laut Kota Mataram. Kemudian pada 5 Agustus 2018 terjadi gempa M 7.
Kajian yang dilakukan Satoshi Ide yang diterbitkan di jurnal Nature pada September 2019 menyebutkan, apakah satu gempa akan diikuti gempa lebih besar atau hanya diikuti susulan dengan kekuatan lebih kecil sulit dilakukan. Hal ini karena, gempa bumi besar memiliki gelombang seismik pendahuluan yang hampir identik dengan gempa yang lebih kecil.
Kesimpulan ini diperoleh Ide dengan membandingkan 100.000 peristiwa gempa bumi yang terjadi di Jepang yang terekam dalam 15 tahun terakhir.