Negara Islam di Irak dan Suriah diduga telah memiliki pemimpin baru setelah khalifah kelompok teror itu, Ibrahim bin Awwad alias Abu Bakar al-Baghdadi, tewas.
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
BEIRUT, SENIN — Negara Islam di Irak dan Suriah diduga telah memiliki pemimpin baru setelah khalifah kelompok teror itu, Ibrahim bin Awwad alias Abu Bakar al-Baghdadi, tewas. Mantan pejabat Irak di masa pemerintahan Saddam Hussein, Abdullah Qardash alias Abdullah al-Affari, diduga menjadi pengganti Al-Baghdadi.
Kabar penunjukan Al-Affari sudah beredar sejak Agustus 2019. Media propaganda Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS), Amaq, mengumumkan penunjukan Al-Affari oleh Al-Baghdadi pada awal Agustus. Kabar penunjukan itu tersiar di tengah dugaan Al-Baghdadi cedera parah akibat serangan Amerika Serikat dan milisi Kurdi di perbatasan Irak-Suriah pada akhir 2018.
AS kembali menyerang lokasi persembunyian Al-Baghdadi pada Minggu (27/10/2019) dini hari di Idlib. Dalam serangan itu, Presiden AS Donald Trump menyatakan, Al-Baghdadi dipojokkan dalam lubang bawah tanah dan buntu. Serbuan yang melibatkan delapan helikopter serbu itu berujung dengan keputusan Al-Baghdadi meledakkan diri.
Setelah Al-Baghdadi dinyatakan tewas, kembali beredar kabar soal penunjukan Al-Affari. Pria asal Irak itu juga dikenal dekat dengan wakil Al-Baghdadi yang tewas pada 2016, Abu Ala al-Afri.
Qardash dilaporkan memimpin pembersihan NIIS dari pihak-pihak yang tidak setia kepada Al-Baghdadi. Ia dinyatakan dihormati oleh banyak milisi NIIS.
Qardash dilaporkan pernah dipenjara bersama Al-Baghdadi di Basra pada 2003. AS memenjarakan mereka karena terlibat Al Qaeda. Sebelum mendeklarasikan NIIS, Al-Baghdadi dan banyak teroris lain memang bergabung dengan Al Qaeda. Bahkan, Al-Affari dinyatakan punya jabatan tinggi di Al Qaeda Irak. Setelah NIIS didirikan, Qardash dan banyak teroris lain menyatakan kesetiaan kepada kelompok teror yang pernah menguasai sebagian Irak dan Suriah itu.
Sebelum bergabung dengan Al Qaeda, Al-Affari pernah menjadi perwira di Irak semasa pemerintahan Saddam Hussein. Ia juga dilaporkan punya latar belakang pendidikan hukum Islam.
Peneliti S Rajaratnam School of International Studies (RSIS) Singapura, Remy Mahzam, menulis peran Qardash mungkin terbatas pada urusan logistik dan administrasi. Selain itu, kepemimpinan Al-Affari harus berhadapan dengan para pemimpin faksi NIIS di berbagai tempat. Dari Suriah hingga Tunisia, NIIS punya kelompok teroris mandiri.
Perburuan pemimpin
Kepada Newsweek, seorang mantan pejabat badan intelijen AS menyatakan bahwa kematian Baghdadi tidak serta-merta mematikan NIIS. ”Dia tidak terlibat dalam operasi harian. Dia lebih sebagai simbol pemimpin,” ujar pejabat yang menolak diungkap namanya itu.
Meskipun demikian, AS tetap meyakini perburuan pemimpin NIIS tetap penting. Sebab, para pemimpin NIIS yang mengatur strategi dan diterjemahkan sel-sel NIIS lewat beragam serangan. ”Kami memburu pemimpin karena mereka membuat keputusan,” ujar pejabat tersebut.
Hal itu dibuktikan dengan serangan lanjutan ke Jarablus untuk menyasar Abu al-Hasan al-Muhajir. Dalam serbuan bersama Pasukan Demokratik Suriah (SDF) itu, juru bicara NIIS tersebut dinyatakan tewas.
Muhajir ditunjuk menjadi juru bicara NIIS setelah Muhammad Adnani tewas dalam serangan AS di Aleppo pada 2016. Muhajir diduga orang asing, bukan orang Irak atau Suriah seperti Baghdadi dan Adnani. (AP/REUTERS)