KAIRO, KOMPAS -- Rakyat Tunisia, Minggu (15/9/2019), berjuang mengembangkan sistem demokrasi dengan memberikan suara dalam pemilihan presiden langsung untuk menentukan pemimpin negeri itu lima tahun ke depan. Sebanyak 7 juta pemilih dari 11 juta penduduk negara Arab di Afrika Utara itu memiliki hak pilih. Mereka memberikan suara di 4.000 tempat pencoblosan suara yang tersebar di seantero negeri.
TPS mulai dibuka pada pukul 08.00 dan ditutup pukul 17.00 waktu setempat. Hasil awal pemilu dijadwalkan paling cepat disampaikan Selasa besok.
Pemerintah Tunisia menerjunkan aparat keamanan dalam jumlah besar untuk mengamankan jalannya pemilu. Kementerian Dalam Negeri Tunisia menerjunkan 70.000 aparat keamanan, sedangkan Kementerian Pertahanan menurunkan 32.000 anggota pasukan.
Pemilu ini merupakan pemilu demokratis kedua yang digelar di Tunisia. Pemilu demokratis itu diraih rakyat Tunisia lewat perjuangan dalam revolusi rakyat tahun 2010-2011 yang berhasil menumbangkan rezim diktator Presiden Zine al-Abidine Ben Ali pada 2011.
Diprediksi hanya empat dari 24 kandidat presiden yang akan bersaing ketat. Semula ada 26 kandidat, tetapi dua kandidat, yaitu Mohsen Marzouk dan Slim Riahi, mundur dari bursa calon pada Jumat malam lalu. Keempat kandidat itu adalah pengusaha dan pemilik TV Nessma, Nabil Karoui (56); Perdana Menteri Youssef Chahed (44); Menteri Pertahanan Abdelkarim Zbidi (69); dan kandidat partai Islam Ennahda, Abdelfattah Mourou (71).
Namun, diprediksi tidak satu pun dari empat kandidat itu meraih suara 50+1 persen dan menang langsung dalam satu putaran. Hampir dipastikan digelar pemilu presiden putaran kedua, 13 Oktober, antara dua kandidat peraih suara terbesar pertama dan kedua.
Pada Jumat malam lalu, secara mengejutkan Slim Riahi dan Mohsen Marzouk mundur dan mendukung Zbidi. Zbidi didukung dua partai kanan liberal, yaitu partai Nidaa Tounes dan Afek Tounes. Ia tidak hanya menghadapi Mourou dari partai Islamis Ennahda, tetapi justru lebih sengit melawan kandidat sesama kubu kanan liberal, seperti Youssef Chahed dari partai Tahya Tounes dan Nabil Karou dari partai Alb Tounes.
Perseteruan sengit saat ini terjadi di kubu kanan liberal. Chahed dikenal bermusuhan dengan ketua partai Nidaa Tounes, Hafez Caid Essebsi, akibat perbedaan pendapat saat Chahed masih di partai Nidaa Tounes sebelum keluar dari partai itu dan mendirikan partai Tahya Tounes. Hafez Caid Essebsi disinyalir berada di balik mundurnya Marzouk dan Riahi, untuk menyatukan dukungan terhadap Zbidi melawan Chahed.
Adapun dalam kasus ditahannya kandidat presiden, Nabil Karoui, dengan tuduhan melakukan pencucian uang dan pengemplangan pajak, disinyalir Chahed saat masih menjadi perdana menteri ikut berperan. Chahed dan Karoui adalah sama-sama mantan anggota partai Nidaa Tounes.
Di kubu Islamis, Ketua partai Ennahda, Rached Ghannouchi, berusaha pula menyatukan suara kubu Islamis dengan membujuk kandidat independen dari kubu Islamis, Hamadi Jebali, mundur dari bursa calon untuk menyatukan suara mendukung kandidat dari partai Ennahda, Abdelfattah Mourou. Namun, Jebali mantan PM Tunisia dari partai Ennahda, menolak mundur.
Pada hari pemungutan suara kemarin, Chadlia Caid Essebsi, istri mendiang Presiden Beji Caid Essebsi, meninggal dalam usia 83 tahun. Juli lalu, Presiden Essebsi—presiden pertama Tunisia yang dipilih secara demokratis—meninggal dalam usia 92 tahun.
”Ibu saya, Chadlia, janda dari Beji Caid Essebsi, meninggal. Semoga Allah memberi rahmat kepadanya,” tulis Hafedh Caid Essebsi di Facebook. (AFP/SAM)