China Tidak Mengejar Hegemoni
Di tengah persaingan adidaya, China memilih untuk tidak menjadi kekuatan hegemoni. Meskipun demikian, China tetap memperkuat diri.
BEIJING, RABU -- China mengumumkan tentaranya terus mengejar penggunaan teknologi tinggi dan siap perang. Meskipun demikian, Beijing menegaskan tidak berusaha meningkatkan pengaruh.
Sebaliknya, China malah menuding Amerika Serikat yang mengacau stabilitas global lewat berbagai kebijakan unilateral. Sikap itu terangkum dalam buku putih pertahanan yang diumumkan, Rabu (24/7/2019), di Beijing.
Buku putih berjudul Pertahanan Nasional China Era Baru itu diumumkan Kantor Informasi Dewan Negara dan merupakan buku putih pertahanan ke-10 yang dikeluarkan China. Dalam buku itu tegas dinyatakan salah satu tujuan pertahanan nasional China adalah menentang kemerdekaan Taiwan.
Juru bicara Kementerian Pertahanan China, Wu Qian, mengatakan, ancaman separatis Taiwan terus meningkat. Ia memperingatkan, upaya memerdekakan Taiwan akan gagal. ”Siapa pun yang berani memisahkan Taiwan dari China, tentara China (PLA) akan melawan, pasti akan mempertahankan kedaulatan dan integritas wilayah,” ujarnya.
Buku rangkuman kebijakan pertahanan itu tidak hanya mengumumkan kesiapan China untuk perang. Media yang condong ke Pemerintah China, Global Times, memaparkan isi buku itu lebih terperinci.
Global Times antara lain menulis tentang penilaian Beijing bahwa dunia belum tenang meski perdamaian, pembangunan, dan kerja yang menguntungkan semua adalah keniscayaan. Sistem keamanan dan tatanan internasional terancam hegemoni, unilateralisme, dan perang serta konflik berkepanjangan di sejumlah wilayah. ”Persaingan strategis internasional terus meningkat,” demikian tertulis dalam buku itu.
China disebut menyoroti langkah AS yang telah menyesuaikan strategi keamanan dan pertahanan nasional serta mengadopsi kebijakan unilateral. Bahkan, AS dinilai memprovokasi dan meningkatkan persaingan di antara negara besar, serta melemahkan stabilitas global.
Di sisi lain, China mengakui persenjataannya masih tertinggal ketimbang negara lain. China perlu meningkatkan kekuatan militernya lewat penggunaan teknologi mutakhir.
Modernisasi
Saat ini Beijing sedang memodernisasi alutsista yang dilengkapi teknologi mutakhir dan dibuat sendiri. PLA mulai menggunakan kapal perusak tipe 052D, jet tempur J-20, dan rudal balistik DF-26. Kapal perusak tipe 052D dianggap versi kapal perusak Aegis, sementara penempur siluman J-20 digadang bisa menyaingi pamor F-22 buatan AS. Adapun DF-26 disebut sebagai rudal antikapal yang mampu menenggelamkan kapal induk.
Kepada Global Times, peneliti Institut Kajian AL China, Zhang Junshe, menyebut buku putih itu menunjukkan transparansi China atas modernisasi persenjataan. Dokumen itu menunjukkan kepercayaan diri PLA yang mau membuka rencana pengembangannya.
Zhang mengatakan, perkembangan belanja pertahanan China masih wajar. Pada 2017, belanja pertahanan China setara 1,26 persen produk domestik bruto (PDB) negara itu. Dalam 30 tahun terakhir, belanja pertahanan China rata-rata setara 2 persen PDB. AS menyisihkan 3,5 persen PDB, Rusia 4,4 persen PDB, dan India 2,5 persen PDB.
Beijing juga menyoroti belanja militer Jepang dan Australia yang terus meningkat. Upaya trio AS-Australia-Jepang meningkatkan pengaruh di Asia Pasifik telah mengganggu stabilitas kawasan. Zhang menekankan China tidak menuju arah itu.
Buku putih pertahanan China menegaskan sikap Beijing untuk tidak mengejar hegemoni atas negara lain. (AP/REUTERS)