JAKARTA, KOMPAS — Kesamaan perspektif Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara atau ASEAN mengenai kawasan Indo-Pasifik akan memperkuat posisi negara anggota di kawasan. ASEAN akan mampu mempertahankan sentralitas dan kesatuan sehingga tidak terseret kekuatan adidaya.
Pandangan tersebut tertera di dalam Pernyataan Ketua Konferensi Tingkat Tinggi Ke-34 ASEAN yang dirilis pada Minggu (23/6/2019) di Bangkok, Thailand. Para pemimpin ASEAN secara resmi mengadopsi ”Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik” dalam KTT yang digelar selama 20-23 Juni 2019 itu.
”Kami mengadopsi Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik yang akan membantu memandu perjanjian dan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik. Mekanisme yang dipimpin ASEAN ini dapat berperan sebagai platform untuk dialog dan implementasi kerja sama Indo-Pasifik,” demikian bunyi pernyataan tersebut.
Mengutip dokumen Pandangan ASEAN tentang Indo-Pasifik, pandangan ini meletakkan sentralitas ASEAN sebagai prinsip dasar dalam mempromosikan kerja sama di kawasan. Terdapat empat elemen utama di dalam pandangan tersebut.
Pertama, ASEAN memiliki peran utama dan strategis di Asia Pasifik dan Samudra Hindia sebagai kawasan yang terintegrasi. Kedua, Indo-Pasifik merupakan kawasan yang mengutamakan dialog dan kerja sama daripada persaingan.
Ketiga, kawasan Indo-Pasifik mengutamakan pembangunan dan kesejahteraan menyeluruh. Keempat, ASEAN mengedepankan wilayah dan perspektif kemaritiman dalam pengembangan arsitektur regional.
”Sejumlah kepala negara mengapresiasi Indonesia yang menginisiasi pandangan tersebut. Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, misalnya, mengatakan, pandangan ini membuat ASEAN terlihat mandiri dalam bersikap terhadap situasi dan kerja sama di kawasan Indo-Pasifik,” tutur Menteri Luar Negeri RI Retno LP Marsudi dalam temu media, Sabtu (22/6/2019).
Untuk itu, ASEAN mendorong mitra ASEAN bekerja sama berdasarkan elemen-elemen di dalam pandangan itu untuk menjaga perdamaian, kebebasan, dan kesejahteraan di kawasan. ASEAN juga akan melanjutkan peran sebagai perantara yang adil bagi kepentingan yang sedang bersaing di kawasan.
Isu strategis
Pernyataan Ketua KTT Ke-34 ASEAN juga membahas sejumlah isu strategis di bidang ekonomi, sosial, budaya, keamanan, dan lingkungan. Topik yang dibahas antara lain Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), pengungsi Rohingya dari Myanmar, konsep Kode Etik di Laut China Selatan (LCS), sampah laut, dan tuan rumah Piala Dunia FIFA.
ASEAN berkomitmen penuh untuk menyelesaikan negosiasi RCEP pada 2019 untuk menghidupkan kembali perdagangan internasional dan menjaga kredibilitas serta sentralitas ASEAN. ASEAN mengimbau negara mitra yang terlibat agar memprioritaskan negosiasi RCEP dan menyimpulkan negosiasi RCEP dalam tahun ini.
Terkait pengungsi Rohingya, ASEAN akan melanjutkan bantuan kepada Myanmar untuk melakukan repatriasi pengungsi berdasarkan prinsip aman, sukarela, dan bermartabat. ASEAN juga akan mencari solusi yang komprehensif untuk menyelesaikan akar permasalahan yang terjadi di Rakhine.
”Presiden Joko Widodo menggarisbawahi bahwa proses repatriasi akan sulit dilakukan tanpa perbaikan keamanan di Myanmar. Presiden juga mendorong ASEAN membantu melancarkan komunikasi antara Myanmar, Bangladesh, dan pengungsi di Cox’s Bazar karena masih ada defisit kepercayaan,” tutur Retno.
Retno melanjutkan, Indonesia memandang perlu agar implementasi rekomendasi penilaian kebutuhan awal memiliki alur waktu untuk mengukur progres implementasi. Sejauh ini, tuturnya, Myanmar menunjukkan komitmen untuk memperbaiki masalah keamanan yang begitu kompleks di negara itu.
Adapun ASEAN juga mendorong penyelesaian negosiasi konsep Kode Etik di LCS. Ada sejumlah insiden yang terjadi di kawasan LCS sehingga mengganggu perdamaian, keamanan, dan stabilitas. Seluruh pihak diharapkan meningkatkan rasa saling percaya dan mencegah tindakan yang dapat membuat kisruh suasana.
Dalam KTT ASEAN, negara anggota mengadopsi Deklarasi Bangkok tentang Pemberantasan Sampah Laut akibat aktivitas di darat dan laut. ASEAN juga sepakat untuk menawarkan diri sebagai tuan rumah acara Piala Dunia. ”Pemerintah pikir ini (menjadi tuan rumah) bisa terjadi 15 tahun dari sekarang,” kata Menteri Luar Negeri Thailand Don Pramudwinai. (AFP)