Rusia Ancam Batalkan Perjanjian New START dengan AS
Rusia mengancam untuk membatalkan Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru (New START) dengan Amerika Serikat. AS dinilai acuh tak acuh untuk mendiskusikan perpanjangan New START yang akan berakhir pada 2021.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
MOSKWA, JUMAT — Rusia mengancam untuk membatalkan Perjanjian Pengurangan Senjata Strategis Baru atau New Strategic Arms Reduction Treaty (New START) dengan Amerika Serikat. AS dinilai acuh tak acuh untuk mendiskusikan perpanjangan New START yang akan berakhir pada 2021.
Presiden Rusia Vladimir Putin, Kamis (6/6/2019), menyampaikan, Rusia bingung karena AS tidak juga memperlihatkan inisiatifnya untuk mengadakan diskusi global mengenai kelanjutan New START. Padahal, Putin telah berbicara langsung dengan Presiden AS Donald Trump dan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo pada Mei 2019.
”Jika tidak ada yang merasa penting untuk memperpanjang perjanjian, yakni START yang baru, kami juga tidak akan melakukannya. Kami sudah ratusan kali mengatakan siap memperpanjangnya,” kata Putin dalam sebuah forum ekonomi di Saint Petersburg, Rusia, Kamis.
New START adalah perjanjian nuklir antara Rusia dan AS yang ditandatangani pada 8 April 2010 akan berakhir pada 2021. Perjanjian ini menggantikan Perjanjian Moskwa yang berakhir pada 2011.
New START menyatakan kedua negara sepakat untuk mengurangi jumlah peluncur rudal nuklir hingga setengah selama tujuh tahun. AS dan Rusia membatasi kepemilikan hulu ledak nuklir sebanyak 1.550 unit serta rudal dan bom sebanyak 700 unit.
Perjanjian tersebut juga menyepakati pendirian sistem pemerintahan yang baru mengenai mekanisme inspeksi dan verifikasi.
Putin melanjutkan, bencana global dapat terjadi apabila New START berakhir tanpa kelanjutan. Negara-negara dapat berlomba untuk memproduksi senjata nuklir.
”Tidak akan ada instrumen yang membatasi perlombaan senjata, misalnya penempatan senjata di luar angkasa, sehingga senjata nuklir menggantung di atas kita sepanjang waktu,” ucapnya.
Sikap pasif Washington memicu kekhawatiran Rusia karena kedua negara telah menarik diri dari perjanjian nuklir yang lain, Pakta Senjata Nuklir Jarak Menengah (INF Treaty) pada Februari 2019. AS waktu itu menuding Rusia melanggar kesepakatan ini karena memproduksi rudal balistik meskipun kemudian dibantah Moskwa.
Putin mengingatkan, Washington perlu berhenti membongkar sistem internasional yang mengontrol senjata nuklir. Apalagi, Washington juga telah mundur dari perjanjian bilateral, yaitu Perjanjian Rudal Anti-Balistik pada 2002.
Partai Demokrat, sebagai partai oposisi di Kongres AS, turut menyuarakan kekhawatiran mereka karena belum ada negosiasi untuk perpanjangan New START. Para politisi senior Demokrat mengirim surat kepada Trump pada Rabu (5/6/2019) guna mendesaknya memperpanjang New START sampai 2026.
”Kami yakin, keputusan untuk melupakan manfaat New START dengan tidak memperpanjang kesepakatan dapat menjadi kesalahan serius bagi keamanan dan stabilitas strategis AS,” demikian bunyi surat tersebut yang ditandatangani delapan anggota parlemen, termasuk Eliot Engel yang mengetuai Komite Urusan Luar Negeri DPR.
Ajak China
AS sebelumnya telah meminta agar partisipan perjanjian New START yang baru bertambah. Trump dan Pompeo menginginkan China terlibat pembicaraan, tetapi China menolaknya.
Putin menyampaikan, semua negara dengan kekuatan nuklir, baik yang secara resmi diakui memiliki senjata maupun tidak, perlu terlibat dalam diskusi global yang berikutnya. ”Kita harus menciptakan platform untuk berdiskusi dan membuat kebijakan. Itu dapat menjadi solusi,” ujarnya.
Pada saat bersamaan, ia menyebutkan, Moskwa tak khawatir untuk tidak melanjutkan perjanjian karena sedang membangun senjata generasi baru yang dapat menjamin keamanan Rusia dalam waktu lama. Rusia dinyatakan unggul dalam menciptakan senjata hipersonik.
Putin dan Trump diperkirakan akan bertemu dalam pertemuan G-20 pada akhir Juni 2019 di Jepang. (AFP/REUTERS)