BERLIN, SELASA — Uni Eropa tidak akan memberikan cek kosong kepada Inggris untuk memperpanjang tenggat Brexit yang seharusnya berakhir pada 12 April. Inggris harus memberikan alasan yang jernih dan langkah yang jelas untuk bisa memperoleh perpanjangan kedua.
Perdana Menteri Inggris Theresa May akan menghadiri KTT Uni Eropa di Brussels, Belgia, Rabu (10/4/2019) ini untuk meminta perpanjangan kembali tenggat Brexit sampai dengan 30 Juni.
Sikap keras disuarakan oleh Perancis, Belgia, dan Spanyol yang merasa frustrasi dengan dinamika politik di Inggris. Adapun sikap yang lebih ”lunak” dilontarkan oleh Presiden Dewan Eropa Donald Tusk dan juga Jerman yang meminta para anggota UE berbesar hati memberikan keleluasaan kepada PM May agar bisa menemukan kompromi dengan kubu oposisi.
May berharap ketika datang ke Brussels, dia sudah memiliki solusi yang bisa meyakinkan Presiden Perancis Emmanuel Macron dan kawan-kawan, yang secara terbuka menyatakan bahwa Uni Eropa tak ingin terus tersandera oleh kisruh politik di Inggris.
Namun, sampai saat ini perundingan May dengan Partai Buruh belum menghasilkan terobosan karena perbedaan yang terlalu lebar di antara kedua kubu. Selain itu, May juga baru mengajak berunding Partai Buruh pada saat batas waktu sudah sangat mepet. ”Persoalan utama adalah pemerintah tidak bersedia keluar dari ’garis merah’,” kata Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn.
Beda manifesto
Partai Buruh memiliki manifesto yang berseberangan dengan Partai Konservatif terkait Brexit. Buruh menginginkan Brexit dengan kesepakatan, termasuk tetap berada dalam pabean Uni Eropa, memiliki akses ke pasar tunggal Eropa, menjaga peluang kerja warga Inggris, dan melakukan referendum kedua. Posisi Buruh mengarah kepada soft Brexit.
Adapun anggota parlemen Partai Konservatif yang separuhnya pro-hard Brexit selama ini menyetir May dalam negosiasi dengan Uni Eropa. Mereka menginginkan Inggris keluar dari pabean ataupun pasar tunggal Eropa agar bisa melakukan kerja sama perdagangan secara independen dengan seluruh negara di dunia. Jika kesepakatan Inggris-UE tak tercapai, mereka juga bersikap Inggris harus mengambil opsi Brexit tanpa kesepakatan.
Selama empat bulan terakhir, baik pemerintah maupun parlemen Inggris tidak berhasil menerobos kebuntuan ini. May telah bolak-balik ke Brussels untuk meminta ”revisi” kesepakatan Brexit agar bisa menjembatani perpecahan di partainya, tetapi terus gagal. Kesepakatan Brexit sudah tiga kali ditolak parlemen, dan lebih dari 100 anggota Konservatif menolaknya. Sebaliknya, sampai sekarang parlemen pun tidak berhasil menemukan solusi yang bisa didukung mayoritas.
Majelis Tinggi Inggris (House of Lords) kemarin telah mengesahkan RUU yang memastikan bahwa Inggris tidak akan keluar dari UE tanpa kesepakatan. Pekan lalu, RUU itu lolos di majelis rendah hanya dengan selisih 1 suara (313 berbanding 312 suara). Saat ini RUU dikembalikan kepada majelis rendah sebelum disahkan menjadi UU.
Proses legislasi yang ditentang pemerintah itu akan mengikat PM May secara hukum. Ini juga mengisyaratkan bahwa kontrol May terhadap proses Brexit telah diambil alih. Semua hal yang dinegosiasikan May dengan Brussels harus dikonsultasikan dan disepakati parlemen, termasuk di antaranya sampai kapan Inggris akan meminta perpanjangan tenggat Brexit.
Jubir Downing Street menyebutkan, PM May akan mengatakan kepada para pemimpin UE bahwa negosiasi dengan oposisi sedang berlangsung dan May optimistis bahwa dukungan parlemen akan diraihnya. (AP/AFP/REUTERS/MYR)