Indonesia Kodifikasikan Upaya Bina Damai di Dewan Keamanan PBB
Oleh
Kris Mada
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia menyiapkan kodifikasi upaya bina damai yang dilakukan selama masa keanggotaan di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Indonesia juga akan mengejar payung hukum pelaksanaan resolusi lembaga internasional itu.
”Dalam masa keanggotaan Indonesia, ada banyak upaya bina damai. Kami tidak ingin keahlian itu menguap begitu saja,” kata Direktur Jenderal Multilateral pada Kementerian Luar Negeri Febrian Ruddyard, Kamis (28/3/2019), di Jakarta.
Indonesia menjadi anggota tidak tetap Dewan Keamanan (DK) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk periode 2019-2020. Sebagai salah satu anggota DK PBB, Indonesia akan terlibat pada sejumlah upaya bina damai di beberapa lokasi konflik. Tambahan keahlian itu akan penting bagi Indonesia dan negara lain di PBB.
”Kami tidak ingin 10 tahun mendatang, harus dimulai dari awal lagi, mencari formula untuk upaya bina damai,” ujar Febrian.
Kodifikasi upaya-upaya itu diharapkan menjadi salah satu warisan Indonesia selama masa keanggotaan untuk periode ini. Biasanya, dalam setiap periode keanggotaan, Indonesia mewariskan sesuatu. Indonesia pernah mewariskan panduan pencalonan sekretaris jenderal PBB pada periode keanggotaan sebelumnya di DK PBB. Sampai sekarang, panduan itu masih dipakai dalam proses awal pencalonan sekjen PBB.
Upaya bina damai, kata Ruddyard, penting bagi Indonesia dan dunia. Di masa keanggotaannya, Indonesia mendorong semakin banyak pihak terlibat dalam upaya itu. Jakarta mendorong agar organisasi regional terlibat dalam upaya bina damai di kawasan.
Indonesia juga berupaya menyelaraskan upaya bina damai dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Sebab, salah satu cara membentuk dan menjaga perdamaian adalah dengan mewujudkan kesejahteraan. SDGs bertujuan mewujudkan kesejahteraan.
Dalam masa keanggotaan Indonesia, ada banyak upaya bina damai. Kami tidak ingin keahlian itu menguap begitu saja.
Payung hukum
Febrian juga mengatakan, Indonesia sedang mengupayakan payung hukum untuk pelaksanaan resolusi PBB. Selama ini, Indonesia belum punya payung hukum untuk pelaksanaan berbagai resolusi PBB.
”Resolusi PBB harus dilaksanakan. Akan menjadi masalah jika ada resolusi yang tidak sesuai legislasi nasional. Memang sampai sekarang belum ada. Karena itu, sedang diusahakan dibuat payung hukumnya,” ujarnya.
Pelaksanaan resolusi PBB penting bukan saja karena Indonesia sedang menjadi anggota DK PBB. Pelaksanaan resolusi itu juga merupakan bentuk kepatuhan pada hukum dan mekanisme internasional, yang sangat didorong Indonesia dalam berbagai forum internasional.
Febrian mengatakan, Indonesia akan terus berupaya menggalakkan lagi multilateralisme. Pada masa ini, ada gejala unilateralisme semakin menguat. Ironinya, pihak yang mendorong unilateralisme masa kini adalah pendorong multilateralisme pada masa lalu.
Salah satu upaya Indonesia di area itu adalah dengan menjadi penyelenggara bersama untuk Taklimat tentang Pakta Non Proliferasi. Indonesia bersama Jerman akan menjadi pelaksana kegiatan yang akan berlangsung pada Mei 2019 di New York itu.
Forum itu akan mempersiapkan dan menyamakan persepsi di antara negara pihak perjanjian nonproliferasi. Pada 2020, akan ada pertemuan untuk meninjau perjanjian itu. ”Setiap lima tahun, ada pertemuan untuk membahas rencana aksi atas perjanjian itu,” kata Direktur Perlucutan Senjata Gratta Endah.
Pada 2015, pertemuan itu gagal menghasilkan kesepakatan apa pun. Pertemuan pada 2020 tersebut penting seiring keputusan Amerika Serikat dan Rusia mundur dari Traktat Pengendalian Senjata Nuklir Jarak Menengah.