LONDON, SELASA — Klaim Perdana Menteri Inggris Theresa May bahwa dirinya telah memperoleh konsesi legal dari Uni Eropa terkait backstop Irlandia Utara menjadi blunder setelah Jaksa Agung Geoffrey Cox ”mengecilkan” pencapaian itu. Meski konsesi tersebut mengurangi risiko Inggris terperangkap aturan UE dalam waktu tanpa batas, Cox menyatakan, secara risiko hukum bagi Inggris tak berubah.
Perkembangan yang terjadi hanya beberapa jam sebelum parlemen melakukan voting terhadap kesepakatan Brexit, Selasa (12/3/2019) malam waktu London, itu diprediksi akan berdampak pada penolakan parlemen.
Pada 15 Januari lalu, parlemen secara telak menolak kesepakatan Brexit yang telah ditandatangani Inggris dan UE dengan suara 432 berbanding 202. May kemudian berjanji akan melakukan negosiasi lanjutan dengan Brussels untuk merevisi kesepakatan backstop Irlandia.
”Kita telah berhasil mendapatkan perubahan yang mengikat secara hukum,” kata May dalam jumpa pers di Strasbourg didampingi Presiden Komisi Eropa Jean-Claude Juncker.
Juncker menegaskan, ini adalah peluang terakhir negosiasi. ”Tak ada kesempatan ketiga. Terima kesepakatan ini atau Brexit mungkin tidak terjadi sama sekali,” katanya.
Semua pihak kemudian menanti pernyataan Cox yang ikut dalam perundingan dengan Brussels. Nilai mata uang poundsterling yang sebelumnya menguat langsung jatuh setelah pernyataan Cox.
Pernyataan Cox langsung mengundang reaksi skeptis dari Partai Unionis Demokratik (DUP). DUP menegaskan akan menolak usulan May, tetapi akan mendengarkan lebih dulu pidato jaksa agung di parlemen.
Backstop Irlandia Utara merupakan komitmen Inggris dan UE untuk menghindari penjagaan secara fisik di perbatasan Irlandia Utara dan Republik Irlandia, terlepas apakah Brexit akan berakhir dengan kesepakatan atau tidak. Artinya, barang dan orang dari kedua wilayah itu bebas untuk melewati perbatasan pasca Brexit.
Backstop akan diterapkan jika London dan Brussels belum mencapai kesepakatan perdagangan pasca Brexit. Namun, parlemen Inggris meminta agar pelaksanaan backstop jelas kapan berakhirnya, sehingga Inggris tidak terbelenggu dengan aturan UE.
Menurut May, jika backstop diterapkan dan pembicaraan mengenai masa depan perdagangan Inggris-UE tidak mencapai kesepakatan, "Inggris tidak dapat dihalangi untuk meninggalkan kesepakatan backstop".
Namun, mantan Jaksa Agung Dominic Grieve mengatakan, perubahan yang diklaim oleh May tidak membuat material yang ada berbeda dari sebelumnya.
Oposisi menolak
Kubu oposisi Buruh kemarin mengumumkan akan menolak kesepakatan yang telah "direvisi" karena May dianggap gagal memperoleh konsesi seperti yang diharapkan parlemen. "Kesepakatan dengan Komisi Eropa sama sekali tidak sesuai dengan apa yang PM May janjikan pada parlemen," kata Ketua Partai Buruh Jeremy Corbyn.
Seandainya kesepakatan Brexit kembali ditolak, parlemen keesokan harinya atau pada Rabu (13/3) ini akan melakukan voting untuk memilih apakah Inggris akan keluar dari UE tanpa kesepakatan. Jika opsi ini ditolak, pada Kamis parlemen akan melakukan voting, apakah Inggris akan meminta penangguhan tenggat Brexit.