Saham-saham Asia Naik Terdorong Optimisme AS-China
Oleh
Benny D Koestanto
·2 menit baca
SHANGHAI, SENIN — Mayoritas pasar saham Asia naik pada awal perdagangan Senin (18/2/2019), terdorong oleh sentimen optimisme atas negosiasi dagang Amerika Serikat dan China. Optimisme atas negosiasi itu diharapkan dapat mengurangi kekhawatiran atas pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan masih tertekan.
Pasar saham di Jepang bergerak naik di atas 1 persen pada awal pekan ini, di tengah kenaikan relatif moderat di bursa saham Korea Selatan dan Australia. Merujuk pada Bloomberg pagi ini, berita bahwa AS dan China telah mencapai konsensus pada prinsipnya tentang topik utama dalam negosiasi perdagangan mereka membantu meningkatkan optimisme menjelang pembicaraan yang dilanjutkan di Washington pada pekan ini juga. Indeks S&P 500 di Wall Street menutup pekan lalu di level tertingginya dalam kurun waktu 10 pekan. Mata uang dollar AS menanjak posisinya di awal pekan ini. Bursa Wall Street tutup awal pekan ini karena Presidents’ Day.
Tekanan
Para pelaku pasar menghela napas lega sejak perdagangan akhir pekan lalu, khususnya setelah Presiden AS Donald Trump setuju untuk menandatangani kesepakatan anggaran tanpa pembangunan tembok di perbatasan. Perhatian pun kini kembali beralih ke berlanjutnya putaran pembicaraan perdagangan AS-China ini.
Pada akhir pekan lalu, sesuai putaran negosiasi di Beijing, pesan campuran muncul dengan kesan cukup kuat bahwa China relatif tertekan posisinya pada saat negosiasi sampai pada permasalahan inti dari sisi kepentingan Washington. Beijing pun tampaknya tidak mungkin hanya menawarkan untuk membeli lebih banyak kedelai, minyak, pesawat terbang, dan komputer untuk menutup defisit. Bahkan, jika Presiden Trump memberikan perpanjangan akhir tenggat, pelaku pasar tetap akan menantikan semacam niat tulus dari kedua pemerintahan guna mencapai solusi damai.
Di tempat lain, hingga akhir pekan lalu, data produk domestik bruto Jerman dan zona euro menunjukkan bahwa zona euro masih belum lepas dari tekanan sepenuhnya sekalipun dinyatakan dapat menghindari kondisi resesi. Ini mungkin menjaga tekanan pada Brussels saat Uni Eropa mencapai episode akhir klimaks atas Brexit. Memaksakan guncangan ekonomi di Inggris dikhawatirkan sekaligus diproyeksikan mengalir kuat ke zona euro juga dan bisa mendorong mereka ke dalam resesi besar-besaran. Kondisi itu telah mendorong mata uang euro dan poundsterling cukup tertekan dalam beberapa pekan mendatang. (AP)