Suriah mulai melangkah keluar dari isolasi Arab menyusul kunjungan yang mengejutkan oleh Presiden Sudan Omar al-Bashir, Minggu (16/12/2018) sore, ke Damaskus untuk bertemu Presiden Suriah Bashar al-Assad. Bashir merupakan presiden negara Arab pertama yang mengunjungi Damaskus sejak meletusnya revolusi rakyat Suriah memprotes rezim Presiden Assad pada 2011.
Seperti diberitakan kantor berita Suriah, SANA, Presiden Bashir di Damaskus menyampaikan, ia berharap Suriah bisa kembali berperan di kawasan secepat mungkin, dan rakyat Suriah dapat menentukan nasib sendiri tanpa campur tangan asing. Ia menegaskan, Suriah adalah negara baris depan (dalam menghadapi Israel), dan upaya melemahkan Suriah adalah melemahkan bangsa Arab.
”Apa yang terjadi di dunia Arab terakhir ini tidak terlepas dari kenyataan ini (melemahkan Suriah dan sekaligus melemahkan bangsa Arab),” ujar Bashir.
Perubahan sikap terhadap rezim Assad secara mengejutkan juga diperlihatkan oleh Turki. Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu dalam forum pertemuan internasional Doha, Qatar, Minggu lalu, mengatakan, Turki bisa bekerja sama dengan rezim Presiden Assad jika Presiden Assad berhasil memenangi pemilu yang demokratis dan transparan.
Menurut Cavusoglu, prioritas di Suriah saat ini ialah menyusun konstitusi baru yang dapat mengantarkan terselenggaranya pemilu demokratis dan transparan di negara itu.
Harian Al Quds al Arabi, mengutip sumber pejabat tinggi Rusia, mengungkapkan, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah beberapa kali mengusulkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin agar Ikhwanul Muslimin (IM) di Suriah diikutsertakan dalam kekuasaan rezim Presiden Assad sebagai pendahuluan menuju solusi krisis politik di negara itu. Erdogan meminta Assad merekrut tokoh IM sebagai menteri dalam pemerintahannya untuk membukakan jalan menuju berakhirnya perang di Suriah.
Sejauh ini, Putin belum menanggapi serius usulan Erdogan tersebut. Seperti diketahui, IM dan partai Baath yang berkuasa di Suriah merupakan musuh bebuyutan. IM juga dinyatakan sebagai organisasi terlarang di Suriah.
Seperti dimaklumi, Turki kini membangun koalisi dengan dua mitra terdekat Suriah, yaitu Rusia dan Iran, melalui forum Astana yang dibentuk pada Januari 2017.
Awal isolasi
Sejak 2011, Suriah menghadapi isolasi Arab. Liga Arab bahkan membekukan keanggotaan Suriah dari organisasi regional Arab yang berdiri pada 1945 itu. Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab di Baghdad, Irak, pada Maret 2012, kursi Suriah dibiarkan kosong dalam konferensi itu. Pada KTT Liga Arab di Doha, Qatar, pada Maret 2013, kursi Suriah dalam konferensi tersebut diambil alih kubu oposisi Suriah.
Akan tetapi, posisi Suriah di dunia Arab berangsur pulih menyusul gagalnya musim semi Arab membangun demokrasi—kecuali Tunisia—dan aksi kudeta militer Mesir terhadap pemerintah Presiden Muhammad Mursi pada 3 Juli 2013. Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi langsung mengembalikan hubungan diplomatik Mesir-Suriah yang dibekukan pada era Presiden Mursi. El-Sisi sering menyampaikan seruan untuk menjaga keutuhan militer Suriah supaya negara nasional Suriah tidak ambruk.
Dukungan militer Rusia dan Iran juga membantu pasukan Assad merebut kembali banyak wilayah di Suriah yang sempat dikuasai kelompok-kelompok oposisi.
Arab Saudi juga mengurangi dukungan terhadap kubu oposisi Suriah karena khawatir IM mengambil alih kekuasaan pascarezim Assad. Posisi rezim Assad semakin berada di atas angin dalam perimbangan kekuatan militer dalam perang saudara di Suriah setelah Rusia turun tangan dan mengambil peran sebagai penyokong pemerintahan di negara itu sejak September 2015.
Pasukan loyalis rezim Assad secara berangsur mengembalikan wilayah yang lepas kontrol. Hingga 2018, rezim Assad bisa menguasai kembali 70 hingga 80 persen wilayah Suriah. Rezim Assad kini hanya kehilangan kontrol atas Provinsi Idlib, Provinsi Deir el Zor, serta wilayah Suriah utara dan timur laut.