Pangeran Mohammed bin Salman atau MBS, Putra Mahkota Arab Saudi, kembali menjadi sorotan setelah para senator senior Amerika Serikat, pekan lalu, mendorong penyelidikan lanjutan atas pembunuhan Jamal Khashoggi. Mereka meyakini, ”sangat tidak mungkin” MBS tidak terlibat.
Khashoggi, wartawan senior Arab Saudi yang menetap di Virginia, AS, dibunuh agen-agen Saudi tak lama setelah ia memasuki Konsulat Arab Saudi di Istanbul, Turki, 2 Oktober 2018. Setelah memberikan pernyataan yang rumit dan kontrakdiktif, Riyadh mengakui Khashoggi tewas dibunuh.
Para senator senior AS dari kubu Demokrat dan Republik kini meyakini keterlibatan MBS dalam pembunuhan itu setelah mereka mendapat penjelasan dari Direktur Badan Pusat Intelijen AS (CIA) Gina Haspel, Selasa (4/12/2018), seperti dilaporkan Kompas, Kamis (6/12).
Senator Republik Lindsey Graham menegaskan, pembunuhan Khashoggi direncanakan dan diatur atas komando MBS. ”Jika Putra Mahkota dihadapkan di depan juri, dalam 30 menit dia sudah divonis bersalah,” ujar Ketua Komite Hubungan Luar Negeri Senat Bob Corker (The Washington Post, 5/12).
Apa penjelasan Haspel yang mengeraskan sikap para senator? Memang tak satu pun senator yang menyampaikan hasil pertemuan. Namun, Haspel diduga membeberkan hasil lengkap penyadapan.
The Wall Street Journal edisi 1 Desember melaporkan, CIA memiliki bukti penyadapan yang menunjukkan, Khashoggi telah menjadi target pembunuhan. MBS mengirim 11 pesan kepada Saud al-Qahtani, penasihat terdekatnya yang mengawasi 15 pembunuh Khashoggi, sebelum dan sesudah pembunuhan.
Penjelasan soal keterlibatan MBS juga telah disampaikan CIA kepada Presiden AS Donald Trump dan para pemimpin Kongres AS, akhir November lalu. Saat itu, Trump mempertanyakan kesimpulan soal keterlibatan MBS dengan mengatakan ”mungkin saja dia melakukannya, dan mungkin saja dia tidak”.
Pemerintahan Trump tidak ingin mengendurkan hubungan yang kuat dengan MBS. Apalagi Riyadh pun telah berulang kali membantah keterlibatan MBS dan menyalahkan para agen. Namun, hasil penyadapan CIA dapat menyulitkan upaya Trump untuk mempertahankan hubungan dengan MBS.
Para senator akan mengadakan voting untuk menghukum Riyadh, pekan ini. Mereka menuntut Trump untuk meminta pertanggungjawaban MBS atas kematian Khashoggi dan agar AS menarik dukungan dari perang Yaman, memaksakan sanksi, dan menyetop penjualan senjata (Reuters, 7/12).
Direktur Kebijakan Dewan Nasional AS-Iran Ryan Costello dan mitranya, peneliti senior Sina Toossi, menurunkan opini di Foreign Policy, Senin (29/10), tentang kemitraan AS-Saudi saat ini. Kekuasaan MBS kini dinilai mengarah kepada kemiripan dengan mantan diktator Irak Saddam Hussein.
Bertahun-tahun, Saddam sangat didukung AS dan Barat. Dukungan pupus setelah Saddam menyerang Kuwait pada 1990 dan Saddam menjadi musuh bebuyutan AS. Situasi menjelang konflik itu, dan dukungan awal Washington terhadap Saddam, memberikan pelajaran instruktif bagi kebijakan regional AS saat ini dan risiko besar jika tidak tegas merespons pembunuhan Khashoggi.
Dukungan reflektif pemerintahan Trump terhadap MBS itu, menurut Costello dan Toossi, sedang menuju ke arah yang sama dengan dukungan naas Washington terhadap Saddam. Dukungan Washington terhadap Riyadh bahkan kini memiliki justifikasi yang sama, yakni melawan Iran.
Trump telah mendukung MBS untuk membersihkan rival domestiknya dan memberikan dukungan penuh yang gagal untuk mengusir pemberontak Houthi dari Yaman. Kita menaruh prihatin, perang di negara Arab paling miskin ini telah menimbulkan masalah kemanusiaan yang sangat parah. Kita juga bertanya, di mana mayat Khashoggi setelah dimutilasi? (PASCAL S BIN SAJU)