Lobi Israel di Jantung Arab
Hanya dalam dua pekan, seperti gerakan kilat, para pejabat Israel secara masif dan mengejutkan berkunjung ke negara Arab Teluk. Israel menjajakan perdamaian versi mereka saat perundingan dengan Palestina macet.
Sejumlah pejabat tinggi Israel pada Oktober dan November ini secara masif dan mengejutkan mengunjungi negara Arab Teluk yang kaya, persisnya Kesultanan Oman dan Uni Emirat Arab. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi Muscat, ibu kota Oman, pada Kamis, 25 Oktober lalu. Ia bertemu dengan Sultan Qaboos bin Said (78) yang berkuasa di Oman sejak 1970.
Setelah kunjungan ke Oman itu, Netanyahu diberitakan akan bertamu ke Bahrain dalam waktu dekat. Israel-Bahrain disinyalir tengah melakukan hubungan rahasia secara intensif saat ini.
Pada 29 Oktober lalu, Menteri Kebudayaan dan Olahraga Israel Miri Regev juga mengunjungi Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Perempuan menteri berpangkat brigadir jenderal itu sempat berkunjung ke Masjid Agung Sheikh Zayed di ibu kota Uni Emirat Arab itu.
Hanya berselang sehari, pada 30 Oktober, Menteri Urusan Komunikasi Israel Ayoub Kara mengunjungi Dubai, Uni Emirat Arab. Menteri Urusan Transportasi dan Intelijen Israel, Israel Katz, kemudian menyusul Netanyahu dengan mengunjungi Muscat pada Rabu (7/11/2018).
Oman dan Uni Emirat Arab adalah dua negara Arab yang secara resmi tidak menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Kunjungan beruntun PM Netanyahu dan sejumlah menteri Israel ke Uni Emirat Arab dan Oman itu merupakan keberhasilan luar biasa diplomasi Israel. Peristiwa itu terjadi saat proses perdamaian Palestina-Israel macet sejak April 2014.
Seharusnya, secara logika, negara-negara Arab, terutama negara Arab Teluk, menutup pintu bagi kunjungan para pejabat tinggi Israel tersebut dan menunggu cairnya kembali proses perundingan Israel-Palestina. Akan tetapi, yang terjadi sebaliknya. Kunjungan masif pejabat tinggi Israel itu terjadi saat perundingan damai Palestina-Israel masih buntu.
Apalagi, kunjungan tersebut dilakukan ke negara Arab Teluk, yakni Oman dan Uni Emirat Arab, yang saat ini dikenal sebagai pusat geliat politik, ekonomi, dan budaya dunia Arab. Tidak bisa dimungkiri negara-negara Arab Teluk yang tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dengan kekuatan ekonomi mereka tampil memimpin gerakan ekonomi, budaya, dan politik dunia Arab.
GCC beranggotakan enam negara Arab Teluk, yaitu Arab Saudi, Kuwait, Bahrain, Uni Emirat Arab, Qatar, dan Kesultanan Oman. Peran penting GCC semakin terasa setelah negara Arab utama, seperti Mesir, Suriah, dan Irak, dilanda perang dan krisis politik berkepanjangan sehingga tidak dapat memainkan peran lagi seperti pada 1950-an hingga 1990-an.
Israel pun melihat masa depan bangsa Arab kini berada di GCC. Itulah yang mendorong Israel meletakkan skala prioritas membangun hubungan dengan GCC. Hal ini bagi Israel sebuah keniscayaan karena konsep perdamaian yang diusung Israel saat ini adalah membangun hubungan regional dahulu berbasis pada pengembangan ekonomi.
Dalam konsep perdamaian Israel tersebut, GCC dianggap menjadi mitra perdamaian yang paling tepat. GCC memiliki kekuatan ekonomi luar biasa yang mampu mewujudkan konsep perdamaian Israel itu.
Tawaran infrastruktur
Selain itu, Israel juga melihat GCC kini sedang dilanda ketakutan terhadap Iran yang memudahkan terjadinya pendekatan Israel-GCC. Karena itu, tidak heran Menteri Urusan Transportasi dan Intelijen Israel di Muscat pun menawarkan pembangunan rel kereta api yang menghubungkan negara Arab Teluk dan Israel. Israel menyebutnya dengan istilah ”jaringan rel kereta api perdamaian”.
Di Dubai, Menteri Komunikasi Israel Ayoub Kara juga menawarkan konsep perdamaian dan keamanan yang berbasis pengembangan ekonomi dan ilmu pengetahuan.
Karena itu, kunjungan para pejabat tinggi Israel ke Uni Emirat Arab dan Oman merupakan keberhasilan signifikan menuju upaya menembus seluruh negara GCC. Israel kini hanya menunggu lampu hijau untuk menembus Riyadh, Arab Saudi. Adapun akses ke Bahrain dan Qatar hanya soal waktu.
Duta Besar Israel untuk Uni Eropa dan NATO periode 2011-2014 Yacov Hadas-Handelsman mengatakan, hubungan secara terang-terangan antara Israel dan beberapa negara Arab Teluk sesungguhnya adalah hasil dari konferensi damai di Madrid tahun 1991. Konferensi damai tersebut menjadi titik balik dimulainya hubungan Israel dan sejumlah negara Arab, termasuk negara Arab Teluk.
Menurut Yacov Hadas, Israel menaruh perhatian besar terhadap negara Arab Teluk, khususnya Qatar, Bahrain, Uni Emirat Arab, dan Oman, sejak konferensi Madrid tahun 1991 dengan sejumlah alasan.
Pertama, Israel ingin memperluas hubungan dan pengaruh di Timur Tengah hingga merambah kawasan Arab Teluk.
Kedua, faktor ekonomi, mengingat negara-negara Arab Teluk dikenal sangat kaya dengan cadangan minyak dan gas. Pada 1990-an, Qatar menginginkan untuk menjual gas ke Israel dengan membangun pipa melalui Arab Saudi dan Jordania untuk menyalurkan gas dari Qatar ke Israel. Namun, upaya itu gagal karena Arab Saudi dan Jordania menolak keras pembangunan pipa melalui wilayahnya untuk menghubungkan Qatar dengan Israel.
Israel mencanangkan negara-negara Arab Teluk sebagai target pasar ekspor produk Israel terbesar ketiga setelah wilayah Palestina dan Turki. Israel mengklaim ekspor produknya ke negara-negara Arab Teluk tidak langsung, tetapi melalui negara ketiga. Israel mengklaim pula neraca dagangnya dengan negara Arab Teluk meningkat 500 juta dollar AS per tahun.
Ketiga, faktor politik. Israel melalui hubungan dengan negara Arab Teluk menginginkan proses perdamaian di Timur Tengah lebih fokus pada pembangunan hubungan regional daripada terjebak pada isu hubungan Palestina- Israel saja.