HONG KONG, KAMIS - Bursa saham Asia kembali tertekan pada perdagangan Kamis (18/10/2018) di tengah proyeksi berlanjutnya kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed. Perang dagang Amerika Serikat dengan China serta penantian pasar terhadap proses negosiasi Brexit juga menambah sentimen negatif di kalangan pelaku pasar.
Posisi mata uang dollar AS menguat dan mencapai level tertingginya dalam kurun sepekan terakhir di tengah proyeksi kenaikan suku bunga acuan The Fed yang akan berlanjut hingga tahun 2019. Salah satu indikasi yang memperkuat proyeksi itu adalah penguatan perekonomian AS dan kenaikan inflasi yang berlanjut.
Washington diberitakan tengah mencari opsi untuk menarik diri dari aneka kesepakatan perdagangan global sebagai bagian dari upaya menekan Beijing. Merujuk pada The New York Times, penasihat ekonomi Amerika Serikat, Peter Navarro, mendorong Presiden Donald Trump untuk menambah tekanan terhadap Beijing, baik di bidang perdagangan maupun politik. Pandangan itu seiring dengan pendapat Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin meski tidak menyebut China sebagai manipulator mata uang.
Sentimen tersebut mengantarkan indeks-indeks saham utama di China anjlok hingga hampir 3 persen dan menempatkannya ke posisi terendah dalam empat tahun terakhir. Mata uang yuan juga turun mendekati level terendahnya dalam dua bulan terakhir.
Hal ini ikut menyeret turun bursa-bursa saham di Asia. Bursa saham Tokyo turun 0,8 persen, Seoul melemah 0,9 persen, dan Singapura tertekan 0,5 persen. Bursa saham Hong Kong yang baru buka setelah libur satu hari juga ditutup turun 0,6 persen.
”Sentimen dari Presiden Trump itu meningkatkan eskalasi AS-China serta mendorong posisi dollar AS lebih kuat. Dua sentimen ini memberatkan bagi pasar saham di kawasan,” tutur Stephen Innes, kepala analis untuk kawasan Asia, di lembaga OANDA.
Merujuk pada pertemuan The Fed, muncul proyeksi berlanjutnya ketidakstabilan pasar keuangan di negara-negara berkembang. Kondisi itu diperkirakan berlanjut dengan tren keluarnya arus modal dari negara-negara berkembang menuju AS. Perang dagang AS-China di sisi lain juga diperkirakan dapat membebani pertumbuhan ekonomi global.
Sentimen Brexit
Dari Inggris, posisi mata uang poundsterling tertekan setelah Perdana Menteri Theresa May menyampaikan pidatonya di Brussels yang cenderung datar. Hal itu menimbulkan spekulasi bahwa negosiasi Inggris dan Uni Eropa belum mencapai kemajuan, termasuk dalam hal perbatasan Irlandia.
Menurut Antonio Tajani, Presiden Parlemen Eropa, apa yang ditawarkan PM Theresa May secara prinsip tidak ada yang baru. Meskipun demikian, dinilai ada harapan setelah negosiator Uni Eropa, Michel Barniet, menawarkan masa transisi Brexit yang lebih lama, yakni 21 bulan. (AFP/REUTERS/BEN)