Karena bekerja di dalam ruangan hanya memunculkan ide itu-itu saja, perusahaan di Jepang mempersilakan karyawan bekerja di tempat terbuka. Mulanya tak nyaman, lama-lama senang.
Di trotoar di distrik finansial Marunouchi, Tokyo, terlihat kelompok-kelompok orang dengan laptop duduk di atas bantal. Di hadapan mereka, ada meja rendah. Orang-orang ini berada dalam tenda yang dikelilingi gedung-gedung gemerlap. Kantor sementara yang diciptakan Snow Peak Business Solutions ini juga ditemui di taman-taman di tepi sungai di pinggir Tokyo.
Kini, kian banyak perusahaan tertarik mempekerjakan karyawan di luar kantor. Yasuyuki Minami yang bekerja di perusahaan perangkat lunak raksasa SAP mengatakan, rapat di lingkungan yang tak biasa ”mencetuskan ide-ide bisnis baru”.
Bosnya, Tsutomu Ushida, sepakat dengan pernyataan itu. ”Kami cenderung mempunyai ide yang itu-itu saja dan stereotip ketika berada di kantor. Ini merupakan pengalaman baru bekerja di ruang terbuka, kadang dengan angin semilir atau kehangatan matahari,” ujarnya.
Bekerja ”di luar” tidak selalu harus di udara terbuka. Beberapa perusahaan kadang melakukan rapat di ruang-ruang hiburan, seperti karaoke. Yang ini tak kalah asyik. ”Mulanya saya tak nyaman, tetapi sekali saya menggunakan ruangan (karaoke), saya merasa sangat senang,” kata Hideyuki Aoki, karyawan NTT Communications yang sudah beberapa kali rapat dengan menyewa ruang karaoke. ”Sekarang saya menggunakan (ruang karaoke) sebagai tempat pertemuan bisnis.”
Pihak pengusaha karaoke juga dengan cepat merespons tren baru ini. Daiichikosho, salah satunya, mulai April tahun lalu menyediakan layanan baru dengan membuka ruang nyanyi untuk kantor. Perusahaan hiburan ini mempunyai 33 cabang yang lokasinya dekat distrik bisnis, di sejumlah kota besar.
Takayuki Suzuki dari Daiichikosho mengatakan, banyak pebisnis atau pekerja lepas menggunakan kafe sebagai tempat bekerja, tetapi sering takut membuka dokumen sensitif jika ada orang di dekat mereka. ”Anda pempunyai ruang tertutup di klub karaoke sehingga Anda bisa bekerja tanpa khawatir informasi bocor atau orang mengintip meja Anda,” ujarnya.
”Kantor satelit”
Kantor di luar ruangan dengan model lain juga mulai tumbuh. Fuji Xerox dan penyedia transportasi Tokyo Metro mulai memasang ”kantor-kantor satelit” di sejumlah stasiun bawah tanah di Tokyo.
Jika Anda kebetulan melihat ruangan kotak berwarna putih dan hitam yang dilengkapi meja, kursi, serta komputer, itu merupakan ”kantor satelit”. Siapa saja boleh menggunakannya, bisa dipesan melalui internet, dengan tarif 200 yen (Rp 27.000) per 15 menit, sudah termasuk penggunaan Wi-Fi.
Ruangan bentuk kubik ini menjadi penting bagi warga Jepang karena dari sini mereka bisa melakukan komunikasi bicara tanpa perlu mengganggu sekitarnya. Masyarakat Jepang yang terkenal sopan memang jarang berbicara melalui telepon di tempat umum karena dianggap bisa mengganggu orang lain.
”Kantor konvensional tak akan hilang, tetapi kami ingin menyingkirkan hambatan ruang dan mengembangkan keberagaman cara kerja,” kata Yasutaro Tanno dari Fuji Xerox di stasiun Tameike-Sanno, pinggiran Tokyo.
Fleksibilitas yang diberikan perusahaan tampaknya dipengaruhi juga oleh sejumlah faktor. Para ahli berpendapat, penyusutan angkatan kerja dan masyarakat yang menua (ageing society) menimbulkan ide pengusaha untuk mengubah cara kerja agar karyawan lebih nyaman.
Selain itu, pekerja lepas (freelance) yang dulu hanya dikenal di AS atau negara maju lain kini juga berkembang di Jepang. Pada saat yang sama, di Jepang, kultur bekerja seumur hidup di satu perusahaan dan sistem senioritas terus melemah. Jumlah pekerja lepas di Jepang kini 11,2 juta orang, naik dari 9,1 juta orang pada 2015. (AFP/RET)