JAKARTA, KOMPAS - Indonesia mengajukan keberatan kepada Singapura. Keberatan itu dipicu iklan penyediaan pekerja migran Indonesia di laman e-niaga.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Lalu M Iqbal mengatakan, persoalan itu sudah dipantau Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Singapura. KBRI Singapura telah menyampaikan keprihatinan secara tertulis atas persoalan itu kepada Kementerian Tenaga Kerja Singapura. ”KBRI juga akan mengirimkan nota diplomatik kepada Kementerian Luar Negeri Singapura,” kata Iqbal, Minggu (16/9/2018), di Jakarta.
Kasus itu ramai di Singapura pekan lalu. Di salah satu laman e-niaga, ada iklan penyediaan asisten rumah tangga asal Indonesia. Pengelola laman sudah mencabut iklan itu. ”Hal seperti ini pernah terjadi beberapa kali sebelumnya. Karena itu, KBRI meminta perhatian serius dari Pemerintah Singapura,” kata Iqbal.
KBRI Singapura juga akan mencari tahu agen mana saja yang terkait iklan itu. Agen yang terlibat dapat dikenai sanksi berupa pemutusan hubungan. Agen itu juga akan dimasukkan dalam daftar terlarang.
Dalam iklan itu, terpajang foto sejumlah pekerja migran Indonesia (PMI). Data singkat para pekerja itu dicantumkan di bawah foto. Keterangannya, antara lain, soal pengalaman kerja dan jumlah anak. Sebagian tertulis ex (bekas) dan fresh (baru). Di sebagian foto malah diberi cap sold (laku).
Berulang kali
Iklan penyediaan jasa asisten rumah tangga asal Indonesia memang bukan pertama kali terjadi di Singapura. Selain di internet, pernah pula ditemukan iklan di koran dan poster yang disebar di tempat umum. Bahkan, pernah terungkap calon asisten rumah tangga dipertontonkan di gerai. ”Sangat tidak adil dan sangat merendahkan martabat,” kata Direktur Eksekutif Migrant CARE Wahyu Susilo.
Migrant CARE mencatat sudah berkali-kali PMI diperlakukan sebagai komoditas dan ditawarkan di laman jual-beli barang Singapura. Berkali-kali pula ada protes atas hal itu. Selain di Singapura, fenomena serupa juga pernah terjadi di Malaysia.
Beberapa waktu lalu, beredar iklan ”Indonesia Maid on Sale” di Malaysia. Iklan itu mengundang kemarahan di Indonesia dan Malaysia.
Migrant CARE mengecam eksploitasi itu dan menuntut
tindakan hukum terhadap pelaku. Migrant CARE juga
menuntut pengesahan standar dan panduan perilaku bagi pihak yang akan memberi informasi soal PMI. ”Harus sesuai HAM,” ujarnya.
Sementara itu, Kementerian Tenaga Kerja Singapura sudah mengeluarkan pernyataan resmi mereka soal iklan itu.
Kemenaker Singapura menyebut iklan itu tidak pantas dan melanggar hukum. Pekerja migran tidak boleh dianggap sebagai komoditas yang bisa diiklankan di laman e-dagang.
Kementerian Tenaga Kerja Singapura menyebut, iklan itu melanggar Pasal 11 Undang-Undang Penyedia Jasa Tenaga Kerja (PJTK). Dalam peraturan itu ditegaskan bahwa PJTK tidak boleh melakukan tindakan yang merugikan kepentingan kliennya. Pelanggaran atas aturan itu akan dapat berujung sanksi pembekuan hingga pencabutan izin usaha.
Kini, Kementerian Tenaga Kerja Singapura tengah memeriksa sejumlah pihak terkait persoalan itu. Kementerian Tenaga Kerja Singapura juga sudah meminta agar iklan itu dicabut.
Kementerian Tenaga Kerja Singapura kembali mengingatkan panduan untuk PJTK. Panduan itu wajib dilaksanakan oleh setiap PJTK di negara tersebut. Kementerian Tenaga Kerja Singapura juga kembali mengumumkan daftar PJTK resmi di negara itu.
Diingatkan pula sanksi bagi PJTK ilegal, yakni denda hingga 80.000 dollar Singapura dan penjara hingga 2 tahun. Sementara pihak yang menggunakan jasa PJTK ilegal dapat didenda hingga 5.000 dollar Singapura. (RAZ)