PYONGYANG, MINGGU - Hari ulang tahun ke-70 Korea Utara dirayakan istimewa di Pyongyang, Minggu (9/9/2018), menampilkan parade militer dan tank-tank serta artileri militer terbesar. Tidak seperti biasanya dalam merayakan ulang tahun, kali ini Korut tidak unjuk gigi memamerkan rudal balistik antarbenua.
Korut, yang tengah fokus pada perdamaian dan pembangunan ekonomi, dalam merayakan HUT-nya menampilkan parade yang merupakan campuran militer dan sipil. Pemimpin Korut Kim Jong Un, yang mengikuti secara penuh acara di Alun-alun Kim Il Sung selama dua jam itu, tampak sesekali tersenyum dan melambaikan tangan saat defile melintas di depannya. Di sebelahnya duduk Utusan Khusus China Li Zhanshu dan sejumlah delegasi dari negara-negara sahabat.
Presiden Korut Kim Yong Nam dalam pidato pembukaan acara menekankan tentang tujuan ekonomi yang ingin diwujudkan rezim sekarang. Tokoh senior ini meminta kepada militer untuk siap bekerja membantu membangun ekonomi. Kim Yong Nam membanggakan Korut dan menyebut angkatan bersenjata mereka merupakan yang terkuat di dunia, tanpa sama sekali menyinggung soal nuklir.
Tema perayaan tahun ini adalah unifikasi di Semenanjung Korea. ”Seluruh rakyat Korea harus bergabung untuk mewujudkan unifikasi dalam generasi kita. Unifikasi merupakan satu-satunya cara bagi rakyat Korea bisa bertahan,” tulis koran Korut Rodong Sinmun dalam editorialnya, Minggu.
Unifikasi merupakan satu-satunya cara bagi rakyat Korea bisa bertahan
Isu denuklirisasi
Kendati Korut hampir setiap tahun mengadakan parade militer, parade pada hari Minggu mendapat perhatian besar, terutama karena dilakukan pada waktu yang sensitif. Direktur Pelaksana Risk Group, Chad O’Carroll berpendapat, tampaknya Korut berupaya menahan diri menampilkan hal-hal terkait militer. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan keraguan pada komitmen denuklirisasi mereka.
Kim Jong Un dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dijawadkan bertemu di Pyongyang, 18-20 September mendatang. Pertemuan ini akan merupakan yang ketiga kali pada tahun ini. Menurut sumber, kedua pemimpin akan mencari jalan keluar dari upaya kebuntuan soal pembicaraan senjata nuklir dan membahas hal-hal lebih teknis sebagai kelanjutan dari pertemuan-pertemuan sebelumnya.
Proses denuklirisasi Korut yang sempat dibicarakan antara Kim Jong Un dan Presiden AS Donald Trump, Juni lalu, sampai sekarang belum ada kemajuan. Bahkan, belakangan kedua pemimpin saling menyalahkan. Korut, yang sudah menghentikan salah satu pabrik pembuatan nuklir, melihat tidak ada keseriusan AS dalam memberikan jaminan keamanan dan kesepakatan damai resmi dua Korea. Sebaliknya AS menuntut komitmen sepenuhnya dari Korut untuk melucuti senjata nuklirnya. Terhadap hal ini, Korut menjuluki delegasi AS bertingkah laku ”seperti gangster”.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, yang beberapa kali berkunjung ke Pyongyang, bulan lalu tiba-tiba membatalkan kunjungannya atas perintah Presiden Trump.
Korut yang sudah sekian lama mendapat sanksi ekonomi dari masyarakat dunia kini banyak bersandar kepada China. Dalam acara perayaan HUT ke-70, kedekatan ini ditunjukkan Jong Un dengan mengangkat tangan Utusan Khusus China Li Zhanshu. Keduanya duduk bersebelahan, dan sesekali juga tampak berbincang.
”China masih merupakan pemain penting dan kehadirannya (dalam acara parade) dengan delegasi tingkat tinggi dalam beberapa hal dimaksudkan untuk mengingatkan AS tentang hal itu,” kata O’Carroll.
Kendati demikian, analis Kim Yong-hyun dari Dongguk University Seoul mengatakan, tampaknya Kim Jong Un juga tidak ingin melakukan provokasi yang tak perlu terhadap Trump.
Pada HUT ini, Korut menghidupkan lagi ikon ”senam massal” yang melibatkan 100.000 orang. Korut ingin menonjolkan persatuan bangsa. Tiket yang dijual seharga 100-800 dollar AS dimaksudkan untuk menunjukkan ekonomi kuat mereka.