4 Langkah yang Harus Dilakukan Turki untuk Mencegah Serangan Besar di Idlib
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN (DARI KAIRO, MESIR)
·2 menit baca
Konferensi Tingkat Tinggi trilateral di Teheran, Iran, Jumat (7/9/2018), antara Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, dan Presiden Iran Hassan Rouhani tentang masa depan Idlib gagal mencapai kesepakatan penuh sesuai dengan aspirasi ketiga pemimpin itu. Perbedaan pendapat antara Erdogan di satu pihak, serta Putin dan Rouhani di pihak lain sangat jelas dan bisa ditonton langsung lewat siaran berbagai stasiun televisi internasional.
Erdogan menghendaki gencatan senjata di Idlib. Adapun Putin menolak keras gencatan senjata itu. Namun, di waktu yang sama, Putin tidak ingin forum Astana yang menjadi panggung politik Rusia di pentas internasional terkait isu Suriah ambruk total jika sama sekali mengabaikan aspirasi Turki.
Sebagai bentuk kompromi, Putin bersedia melancarkan serangan militer terbatas dan bertahap ke Idlib, dengan memberi waktu kepada Turki untuk mengatasi masalah milisi-milisi teroris yang tergabung di kelompok Hayat Tahrir al-Sham. Bagi Putin, serangan terbatas ke Idlib merupakan taktik menekan Turki agar serius dan cepat menangani milisi teroris itu.
Situasi Idlib pasca KTT Teheran mencerminkan hasil KTT tersebut. Sehari setelah KTT, Sabtu (8/9/2018), pesawat tempur Rusia dan Suriah melancarkan gempuran terdahsyat dalam sebulan terakhir ke Provinsi Idlib bagian selatan. Menurut Lembaga Pemantau HAM Suriah (SOHR), pesawat tempur Suriah dan Rusia sedikitnya melancarkan 60 gempuran, menewaskan sembilan tewas, di antaranya dua anak kecil.
Gempuran tersebut sebagai pesan kepada Turki agar cepat bergerak menyelesaikan milisi teroris di Idlib. Sebaliknya, Turki juga memberi pesan kepada Rusia, Suriah, dan Iran dengan menutup perbatasan Turki-Idlib, Sabtu lalu, untuk mencegah pengungsi Suriah dari Idlib menyeberang ke Turki.
Keputusan Turki menutup perbatasan Turki-Idlib merupakan tekanan kepada Rusia, Iran, dan Suriah agar tidak melakukan spekulasi dengan melancarkan serangan besar ke Idlib karena hanya akan membawa bencana kemanusiaan. Di Idlib, kini terdapat sekitar 3 juta jiwa, yang separuhnya adalah pengungsi dari berbagai daerah di Suriah.
Jika terjadi bencana kemanusiaan, hal itu tidak hanya mengundang kritik masyarakat internasional, tetapi juga membuka kemungkinan intervensi militer barat, khususnya Amerika Serikat (AS).
Adapun beberapa langkah yang harus segera dilakukan Turki sesuai dengan rekomendasi KTT Teheran adalah, pertama, Turki harus segera menekan Hayat Tahrir al-Sham agar menghentikan serangan dengan pesawat tanpa awak (drone) ke pangkalan militer udara Rusia di Khmeimin, Latakia, dan posisi pasukan Rusia di Aleppo.
Kedua, Turki segera membubarkan milisi Hayat Tahrir al-Sham dan meminta warga asing dalam milisi itu pulang ke negara mereka masing-masing. Diperkirakan, sedikitnya 5.000 warga asing bergabung dalam Hayat Tahrir al-Sham.
Ketiga, Turki meminta milisi-milisi moderat loyalis Turki yang tergabung dalam Front Pembebasan Nasional bersiap melakukan perundingan politik dengan pemerintah Damaskus untuk menentukan masa depan Idlib dan Suriah.
Bagi Erdogan, tidak ada pilihan lain kecuali segera melaksanakan empat butir di atas sebagai harga yang harus dibayar demi menghindari serangan militer besar Rusia, Suriah, dan Iran ke Idlib.