Presiden Turki “Menggusur” Teknokrat
Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan terus gencar menyerang Presiden AS Donald Trump yang dinilai sebagai otak di balik krisis mata uang lira. Hanya saja, tuduhan Erdogan bisa dikatakan hanya merupakan permasalahan kecil di balik krisis lira. Faktor utamanya adalah, pengelolaan ekonomi yang tidak solid.
Tuduhan bahwa Trump yang dianggap merancang serangan terhadap ekonomi Turki didasarkan pada kemelut hubungan Turki-AS. Ini terkait penahanan Andrew Brunson, pendeta asal AS di Turki atas tuduhan terlibat percobaan kudeta pada 2016. Wapres AS Mike Pence sudah berjuang agar Brunson dibebaskan tetapi tidak kunjung dipenuhi oleh Turki.
Karena itu, Erdogan makin yakin lira, mata uang Turki, diserang. Keyakinan diperkuat pernyataan penasihat keamanan Gedung Putih, John Bolton, bahwa pembebasan Brunson merupakan salah satu cara mengakhiri krisis lira.
Apakah isu kisruh hubungan bilateral Turki-AS sebagai penyebab utama krisis kurs lira? Unsur bilateral ini tidak bisa diabaikan. Sebab seperti dikatakan Mike Pence, agar Turki jangan bermain-main dengan tuntutan AS. Akan tetapi di sisi lain bisa dipastikan bahwa pengelolaan ekonomi menjadi faktor utama di balik krisis lira.
Abaikan keamanan finansial
Kurs lira sudah merosot sejak 2015, saat Bank Sentral AS mulai menaikkan suku bunga sebagai bagian dari program pengetatan uang beredar di AS. Saat ini, mata uang sejumlah negara berkembang juga serentak melemah. Pengetatan uang beredar di AS menyebabkan pelarian modal kembali ke AS dari negara-negara.
Kurs lira merosot dari 2,33 lira per dollar AS pada akhir 2014 ke 2,92 lira per dollar AS di akhir 2015.
Bank Sentral AS terus menaikkan suku bunga bertahap hingga Maret 2018 yang juga menyebabkan pelarian modal. Lira bersama mata uang sejumlah negara berkembang mesorot ramai-ramai. Kemerosotan kurs lira adalah salah satu yang paling tajam di antara mata uang sejumlah negara berkembang.
Kurs lira pada 23 Agustus 2018 bertengger di kisaran 6 lira per dollar AS dan sempat amblas ke level 7,4 lira per dollar AS di awal Agustus. Pasar memang diskriminatif, menghukum negara dengan pengelolaan ekonomi lebih buruk, dan menghargai perekonomian yang dikelola dengan relatif baik.
Turki dipandang tidak mengindahkan disiplin ekonomi. Borzou Daragahi seorang kolumnis menggambarkan lewat artikelnya pada 25 Mei 2018 (https://foreignpolicy.com/2018/05/25/erdogan-is-a-mad-economist-and-turkey-is-his-laboratory/). Isinya menyebutkan Presiden Erdogan tidak menghargai pandangan para teknokrat dalam beberapa tahun terakhir.
Turki dipandang tidak mengindahkan disiplin ekonomi.
Ali Babacan, salah satu teknokrat yang pernah menjabat sebagai Menlu Turki dan juga memegang posisi sebagai Wakil Perdana Menteri tidak lagi berperan dalam pemerintahan sejak 2015. Babacan, lulusan Kellogg School of Management (AS) dan konsultan keuangan turut berjasa memulihkan ekonomi Turki dari krisis besar di akhir dekade 1990-an.
Ada dugaan bahwa Babacan terkait dengan Fethullah Gulen, pembangkang Turki yang kini bermukim di Pennsylvania (AS). Jangan heran bila Babacan disingkirkan dari lingkaran politik Turki. Sepeninggal Babacan, lingkaran teknokrat ekonomi telah membawa Turki pada arah yang mulai salah soal pengelolaan ekonomi.
Saat menjabat, Babacan dianggap sebagai simbol kuat akan pengelolaan ekonomi yang solid. Dia turut mengotaki pengubahan kurs lira, yang pernah bertengger pada level 1,46 per dollar AS di awal dekade 2000-an. Presiden Erdogan pun dipuji karena memberikan independensi pada teknokrat untuk mengelola ekonomi.
Sepeninggal Babacan, yang dipuji para investor internasional, keadaan mulai berubah kearah membahayakan secara ekonomi. Erdogan tidak perduli akan rambu-rambu dan tidak membatasi arus masuk investasi asing berjangka pendek. Turki kurang memikirkan kemampuan pembayaran kembali utang-utang luar negeri yang pada awal 2018 melejit ke angka 452 miliar dollar AS.
Menambah runyam keadaan, pada 10 Juli 2018, teknokrat lain Mehmet Simsek menyatakan pengunduran diri dari status sebagai wakil perdana menteri. Hal ini dia lakukan setelah Erdogan menunjuk menantunya Berat Albayrak sebagai menteri keuangan. Simsek yang mantan ekonom Merrill Lynch, tidak menyebutkan alasan pengunduran diri. Dia malah menyambut tim ekonomi baru di bawah Albayrak.
Akan tetapi, pasar tahu ada sesuatu yang tidak beres. Isu nepotisme merebak demikian juga paradigma soal ekonomi yang semakin berubah ke arah yang kacau. Babacan dan Simsek, simbol komitmen Turki pada kebijakan ekonomi yang apik, tergusur sudah.
Erdogan juga tidak mempertahankan independensi Bank Sentral, yang dipimpin Murat Cetinkaya. Kalimat terkenal Erdogan adalah, “Suku bunga adalah ibunya semua setan.” Dia membenci suku bunga dan membenci kenaikan suku bunga. Hanya saja kebijakan ekonominya menjadi boros dengan proyek-proyek nepotisme. Ini turut mendorong inflasi yang kini di kisaran 20 persen.
Dia membenci suku bunga dan membenci kenaikan suku bunga.
Inflasi ini turut mendorong kemerosotan kurs. Dari sudut pandang teori ekonomi manapun inflasi bisa diredam dengan kenaikan suku bunga. Kemerosotan kurs mata uang banyak negara berkembang juga diatasi salah satunya dengan menaikkan suku bunga. Bank Sentral Turki tidak leluasa melakukan hal serupa.
Akan tetapi, Gubernur Bank Sentral Turki Murat Cetinkaya membantah jika lembaga yang dipimpinnya tidak memiliki independensi. Hanya saja pemerhati ekonomi Turki tidak ragu mengatakan Erdogan mengomandoi ekonomi, yang bukan bidangnya. Erdogan membutuhkan penasihat solid soal itu.
Mutlak melakukan reformasi
Ketidakdisiplinan dalam ekonomi, inilah dasar dari kekacauan kurs lira. Ada banyak pihak yang bersimpati pada Turki termasuk Qatar yang menjanjikan bantuan dana talangan 15 miliar dollar AS. Rusia lewat Menlu Sergei Lavrov siap membantu lewat penggunaan mata uang dua negara dalam transaksi dagang bilateral. Ini bertujuan mengurangi tekanan permintaan terhadap dollar AS.
Presiden Perancis Emmanuel Macron turut menyatakan dukungan kuat terhadap Turki. Macron menambahkan Turki adalah negara stabilisator Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dari sisi mediteranian. China lewat jubir Kementerian Luar Negeri Lu Yi memberikan dukungan moral dengan mengatakan, “Turki memiliki kemampuan mengatasi masalah.”
Tak ketinggalan Kanselir Jerman Angela Merkel menyatakan dukungan moral pada Turki. Akan tetapi Jerman tidak akan membantu Turki dengan pemberian dana talangan. “Pemerintah Jerman yakin bantuan lewat Dana Moneter Internasional (IMF) akan bisa membantu Turki,” kata sumber di pemerintahan Jerman seperti dikutip kantor berita Reuters, 16 Agustus.
Banyak negara bersimpati pada Turki. Akan tetapi pernyataan dari sumber Jerman menyiratkan, reformasi dan pengelolaan ekonomi yang solid adalah pilihan mutlak bagi Turki. Negara ini wajib mengembalikan pengelolaan ekonomi seperti saat Babacan dan Simsek masih dipakai.
Menkeu Turki Albayrak sudah menegaskan bahwa Turki tidak punya ide untuk meminta bantuan dana talangan dari IMF. Hanya saja dia menjanjikan kepada para investor, bahwa Turki bersedia melakukan reformasi perekonomian. Turki tidak dalam keadaan sangat mendesak meminta bantuan IMF, yang dikenal mendikte sangat ketat.
Akan tetapi, waktu untuk Turki tidak banyak. Negara ini harus benar-benar menunjukkan sikap ramah terhadap pasar dan benar-benar mewujudkan janji reformasi ekonomi. (REUTERS/AP/AFP)