Geneva, Sabtu-Mantan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-bangsa Kofi Annan meninggal dunia pada usia 80 tahun, Sabtu (18/8/2018), di Bern, Swiss. Penerima Nobel bidang perdamaian pada 2001 itu dikenang sebagai pembela kemanusiaan yang gigih mengatasi konflik.
Selama beberapa waktu terakhir, diplomat asal Ghana itu dirawat di Bern karena sakit. Keluarga menyatakan ia meninggal dengan tenang pada Sabtu pagi. "Hari ini kita bersedih atas kehilangan seorang besar, pemimpin, dan visioner, mantan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan," tulis PBB lewat akun twitter resminya.
Sekjen PBB Antonio Gutteres menggambarkan Annan sebagai pemandu untuk kebaikan. "Dalam banyak cara, ia adalah PBB. Ia memimpin lembaga ini memasuki milineium baru dengan kehormatan yang tidak tertandingi. Seperti banyak yang lain, saya bangga menyebut Kofi Annan sebagai teman baik dan mentor," tuturnya.
Kepala Komisi Tinggi PBB untuk Urusan HAM Zeid Ra\'ad Al Hussein menyatakan amat berduka. "Kofi Annan adalah contoh terbaik kemanusiaan, contoh kelayakan dan berkah bagi manusia. Duka kita, duka dunia menjadi lebih mendalam. Ada beberapa orang yang sepertinya tidak mungkin digantikan, manusia yang aman langka. Kofi Annan adalah salah satu dari orang itu," ujarnya.
Presiden Ghana Nana Akufo-Addo mengumumkan masa berkabung selama sepekan. Bendera Ghana akan dikibarkan setengah tiang di seluruh Ghana dan perwakilan diplomatik Ghana di berbagai negara. "Dia membuat negeri kami amat dikenal secara terhormat melalui jabatan dan tindak tanduknya di pentas internasional," kata dia seraya menyebut Annan sebagai orang yang sangat mempercayai kemampuan bangsa Ghana pada kemajuan dan kesejahteraan.
Konflik
Sebelum meninggal, Annan aktiv sebagai diplomat yang fokus mengatasi konflik di berbagai penjuru Bumi. Di Asia Tenggara, diplomat asal Ghana itu memimpin panel ahli PBB untuk masalah Rohingya pada 2016-2017. Untuk masalah kemanusiaan terpelik masa kini tersebut, tim pimpinan Annan konsisten mengingatkan penghindaran kekerasan.
Tugas itu dilakoninya hampir 10 tahun setelah ia menyelesaikan masa kerja sebagai Sekretaris Jenderal PBB. Annan dipilih sebagai Sekjen PBB untuk periode 1997-2006 atau dua kali masa jabatan.
Selama masa tugasnya, Annan menghadapi berbagai ujian dalam upaya PBB menjaga perdamaian. Di masa tugasnya, Amerika Serikat menyerbu Irak dan Afghanistan sebagai respon atas peristiwa 11 September 2001.
PBB juga terkena skandal minyak untuk pangan di Irak. Skandal itu terjadi kala Saddam Husein menipu PBB dengan cara memanfaatkan hasil penjualan minyak untuk membeli senjata. Selama bertahun-tahun, Irak dikenai sanksi internasional sehingga tidak bisa menjual minyak. Sanksi itu dilonggarkan dengan pertimbangan hasil penjualan minyak dibutuhkan untuk membeli pangan bagi warga Irak. Akan tetapi, Presiden Irak Saddam Husein menyelewengkan puluhan juta dollar AS dari penjualan minyak itu. Alih-alih untuk pangan, Saddam menggunakan uang itu untuk membeli senjata.
Meskipun demikian, reputasinya sebagai penengah konflik tidak terbantahkan. Pada 2007, ia mengakhiri konflik yang dipicu sengketa pemilu di Kenya. Para peserta pemilu menolak hasil penghitungan suara. Dari perselisihan hasil penghitungan suara, konflik berkembang menjadi perang sipil dan mengakibatkan sedikitnya 1.200 orang tewas.
Annan hadir ke sana dan menemui para politisi di negara itu. "Hanya ada satu Kenya," ujarnya kepada para politisi dan pimpinan milisi yang bertikai itu. Bujukan Annan membuat pertikaian di Kenya berhenti.
Akan tetapi, Annan mengakui amat menyesal karena gagal mencegah perang sipil dan pemusnahan etnis di Rwanda. Pada 1994, ia bertugas sebagai pimpinan misi perdamaian PBB di Rwanda. Misi itu gagal mencegah pembantaian etnis Tutsi oleh etnis Hutu di Rwanda. (AFP/REUTERS/RAZ)