Duterte Peringatkan China dalam Sengketa Laut China Selatan
Oleh
Elok Dyah Messwati
·3 menit baca
MANILA, RABU -- Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah mendesak China untuk "melunakkan" sikapnya dalam sengketa Laut China Selatan. Pernyataan ini disampaikan Duterte terhadap China terkait program pembangunan pulau di Laut China Selatan yang masih menjadi sengketa.
Sikap China dalam sengketa tersebut dinilai mengkhawatirkan dan membuat marah negara-negara tetangganya saat mereka mengklaim sebagian besar wilayah Laut China Selatan serta membangun serangkaian pulau buatan dan pangkalan militer di kawasan itu.
Namun, Duterte yang tertarik pada perdagangan dan investasi dari Beijing lebih banyak menahan kritik. Duterte mengatakan dalam sebuah pidato di hadapan para pengusaha, Selasa (14/8/2018) malam, bahwa China tidak memiliki hak untuk mengklaim wilayah udara di atas pulau buatan.
Para pejabat Filipina mengklaim bahwa pilot militer Filipina telah berulang kali diperingatkan oleh Beijing karena pesawat mereka mendekati pulau Thitu yang dikuasai Filipina dan terletak di samping pangkalan udara China yang dibangun di atas Subi Reef.
"Pulau itu buatan manusia dan Anda mengatakan bahwa udara di atas pulau buatan ini adalah milik Anda?" kata Duterte. "Hal itu tentu keliru, karena perairan itu merupakan wilayah laut internasional. Dan hak lintas damai telah dijamin," kata Duterte, yang tidak merujuk pada insiden khusus.
Duterte menambahkan bahwa dia tidak ingin "bertengkar" dengan China.
Pelecehan
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Duterte menyusul tuduhan pada Mei lalu mengenai kasus pelecehan China terhadap pasukan Filipina di wilayah lain di Laut China Selatan. Penasihat Keamanan Nasional Duterte, Hermogenes Esperon, mengatakan kepada wartawan bahwa pada saat itu Filipina bisa saja berperang jika warganya dicederai di sana.
Kedutaan Besar China untuk Filipina belum memberi tanggapan terhadap pernyataan terbaru Duterte itu.
Pada bulan Mei 2018, China mendaratkan beberapa pesawat tempur, termasuk pesawat tempur H-6K yang memiliki kemampuan nuklir jarak jauh, di pangkalan udara pulau lainnya di Laut China Selatan untuk pertama kalinya. Hal itu memicu kekhawatiran internasional.
Meskipun demikian, Filipina telah menolak militerisasi area Laut China Selatan tersebut di mana sepertiga perdagangan maritim global berlalu lalang di kawasan tersebut. Sebuah pengadilan Mahkamah Arbitrase Internasional (PCA) memutuskan pada awal masa kepresidenan Duterte pada tahun 2016 bahwa klaim China atas wilayah tersebut tidak memiliki dasar hukum.
Filipina adalah sekutu militer Amerika Serikat (AS) yang mengatakan tidak akan ikut ambil bagian dalam berbagai sengketa teritorial Laut China Selatan. Namun, Angkatan Laut AS telah secara tegas menegaskan haknya untuk kebebasan bernavigasi di wilayah Laut China Selatan tersebut. Angkatan Laut AS juga telah berulang kali berlayar dekat dengan pulau buatan itu dan memicu protes China.
Tidak hanya Filipina, empat negara lainnya, yaitu Brunei, Malaysia, Taiwan, dan Vietnam, juga mengklaim wilayah di Laut China Selatan. (AFP/AP/REUTERS)