Strategi Tiga Cabang Untuk Atasi Perbudakan Modern
Oleh
Benny Dwi Koestanto
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS -- Konferensi Tingkat Menteri Bali Process ke-7 di Nusa Dua, Bali, Selasa (7/8/2018), menghasilkan strategi tiga cabang guna mengakhiri praktik perbudakan modern, penyelundupan, dan perdagangan manusia. Pelaku bisnis atau swasta melalui forum bisnis dilibatkan dalam kerja sama dengan pemerintah untuk memperkuat komitmen pencegahan dan penghentian praktik perbudakan modern, penyelundupan, serta perdagangan manusia.
Strategi tiga cabang itu tercantum dalam rekomendasi AAA atau Acknowledge, Act, Advance (tahu, bertindak, maju) yang dihasilkan pada akhir pertemuan. Rekomendasi menguraikan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan guna memperkuat dan menerapkan kebijakan serta kerangka hukum. Tindakan itu termasuk memajukan upaya jangka panjang untuk meningkatkan transparansi di rantai suplai proses produksi, perlakuan terhadap pekerja, perekrutan yang layak sekaligus dukungan terhadap korban berbagai bentuk perbudakan modern.
Pelaku bisnis dilibatkan dalam kerja sama dengan pemerintah untuk memperkuat komitmen pencegahan dan penghentian praktik perbudakan modern, penyelundupan, serta perdagangan manusia.
Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi menyatakan, kemakmuran adalah kunci untuk menghakhiri berbagai kejahatan kemanusiaan. Karena itu, pelibatan pelaku bisnis sebagai perluasan Bali Process diharapkan membantu pengurangan dan pencegahan aneka kejahatan manusia. Bersama Menlu Australia Julie Bishop, Retno bertindak sebagai ketua bersama konferensi Bali Process Ke-7.
“Antusiasme sebagai bentuk dukungan terhadap Bali Process semakin kuat. Dalam konferensi ke-7, hadir 281 orang, terdiri dari wakil 46 negara dan 10 organisasi internasional. Ada 26 menteri atau selevel menteri hadir dalam forum ini,” tutur Retno dalam pernyataan bersama di akhir konferensi bersama Bishop.
Pelibatan pelaku bisnis merupakan inovasi Bali Process yang dilakukan setahun terakhir. Menurut Retno, sektor bisnis berperan penting karena membantu berkolaborasi dengan pemerintah dalam hal asal masalah kejahatan kemanusiaan dan mencegahnya berkembang. “Kesejahteraan adalah kunci melawan kejahatan kemanusiaan,” ujarnya.
Bishop menegaskan komitmen Australia atas penanggulangan masalah terkait kejahatan kemanusiaan, sekaligus sepak terjang Bali Process. Menurut dia, masa 16 tahun Bali Process menjadi perwujudan kebiasaan bekerja sama Australia-Indonesia, negara-negara serta pihak lain. “Bali Process menjadi forum utama mengatasi isu-siu migrasi ilegal, perdagangan, dan kejahatan transnasional lainnya,” papar Bishop.
Pemimpin Fortescue Metals Group yang bertindak sebagai Co-Chair Forum Bisnis Australia, Andrew Forest, menyatakan, Asia Pasifik adalah wilayah terbesar di dunia, mencakup 56 persen populasi dunia. Kawasan itu wajib bertanggung jawab atas perbudakan modern pada skala yang mengejutkan. Diperkirakan 24,9 juta pria, perempuan, dan anak-anak terjerat dalam perbudakan modern di Asia Pasifik, atau 62 persen dari total perkiraan global yang mencapai 40,3 juta jiwa. “Perbudakan di wilayah kita menghancurkan martabat puluhan juta manusia, meredam prospek ekonomi,” kata Forest.
Eddy Sariaatmadja, pemimpin Emtek Group yang bertindak sebagai Co-Chair Forum Bisnis Indonesia, mengatakan, konsultasi panjang dalam Bali Process menghasilkan sesuatu yang diharapkan berguna bagi komunitas global. Strategi tiga cara itu memberikan panduan jelas bagi aksi-aksi nyata dalam melindungi keselamatan dan kehormatan manusia.